2. 21++

Romance Series 18017

Dini' (24 YO) Pov

Jegjess!

Terdengar suara motor yang baru saja berhenti di halaman rumahku.

Aku segera bangkit berdiri. Aku melangkah. Mengintip dari hordeng jendela.

Mas Bromo? Hatiku ini mendadak merasa sangat senang melihatnya.

Dia adalah seorang duda tidak beranak. Dia adalah salah satu anak buahnya Kanda yang mengurus dan menjaga salah satu empang miliknya.

Sudah lama aku mengincar mas Bromo. Dari pertama kali aku melihatnya, tepatnya setelah aku tinggal di rumah ini, aku merasa jatuh cinta dan sangat penasaran kepadanya.

Dia ini hitam manis lumayan pekat, tubuhnya berisi dan lumayan berotot. Lumayan tampan pula.

Aku menengok kesana-kemari, melihat keberadaan Kanda suamiku. Sepertinya, Kanda suamiku sedang tidak ada di rumah ini. Salah satu mobil miliknya Kanda pun tidak ada. Aku sangat yakin, kalau Kanda sedang pergi keluar rumah.

Kanda memang suka pergi tanpa ijin. Tapi aku merasa senang juga. Karena sebenarnya, aku mau menikahi dengannya ini pun, karena hartanya yang melimpah. Beruntungnya aku.

Sejenak aku membenahi kaos oblong panjang yang menutupi celana dalamku ini. Ya, aku sangat suka seperti ini. Aku sangat suka memakai celana dalam tanpa celana maupun tambahan yang lainnya, dengan atasan kaos oblong panjang saja, jika sedang berada di rumah.

Aku membenahinya pun, hanya ala kadarnya saja. Kedua pahaku yang mulus dan langsing ini, terlihat berceceran kemana-kemana.

Bodo amatanlah.

Aku membuka sedikit pintu rumah ini.

"Mas?" Panggilku memanggil mas Bromo sambil memegang gagang pintu.

Mas Bromo langsung menengok ke arahku. Dia melangkah menghampiriku. Dia melepaskan sepatu safety-nya itu. Dia melangkah kembali.

"Iya Bu?" Tanyanya sambil berdiri di depan pintu.

"Jangan panggil Ibu kenapa? Panggil Dini atau Dinda saja?" Aku sangat berharap mas Bromo memanggilku Dinda, sama seperti Kanda suamiku.

Mas Bromo tidak langsung menjawabku. Mas Bromo malah melihat kedua pahaku. Mas Bromo menatap wajahku.

"Baik Din. Ada apa?" Tanyanya.

"Majikanmu kemana?" Tanyaku.

"Maksud Ibu? Eh, maksud Dinda, bertanya keberadaan Bapak Kanda?" Kedua matanya melirik melihat kedua pahaku yang sedang di jepit. Lidahnya menjilat bibir. Biji jakunnya bergerak menggelitik naik turun menelan ludah.

"Iya. Saya bertanya keberadaannnya Kanda, mas. Ada dimana dia, mas?" Tanyaku.

Mas Bromo menatap wajahku kembali.

"Saya sih tadi bertemu. Bilangnya, beliau sedang ingin mampir ke temannya. Karena nanti malam, Bapak Kanda mau pergi kondangan." Ucapnya.

'Gede banget sih punya kamu mas? Greget deh aku.' Hatiku berkata sambil menatap tonjolan miliknya. Kedua pahaku menjepit kemaluanku.

"Masuk sini mas?" Pintaku.

Mas Bromo terdiam. Mas Bromo melihat kesana-kemari.

"Masuk sini? Sudah kayak tidak biasanya saja, kamu mas?" Telapak tangan kiriku menarik pelan mas Bromo masuk ke dalam rumah.

Aku segera menutup pintu dan mengunci pintu rumah.

Mas Bromo berdiri di hadapanku sambil sesekali melirikkan keda matanya ke pahaku.

"Saya ini, ingin meminta bantuan kamu mas?" Jari-jemari tangan kananku mengkukur rambut, sambil mikir untuk mencari sesuatu hal apa yang harus aku katakan untuk mencari alasan, agar dia dapat membantuku mengerjakan sesuatu di dalam rumah ini.

"Iya Bu. Eh Din. Mau meminta bantuan apa?" Ucapnya terdengar sangat gugup.

"Kamu bisa benerin AC kan?" Tanyaku.

"Bisa. Biasanya juga kan, saya yang selalu membetulkannya." Jawabnya.

Dia ini memang multi talent. Bukan hanya bisa mengurus dan menjaga empang saja. Tapi dia juga bisa membenarkan mesin baling-baling dan juga mesin penyedot air yang ada di empang. Kalau di atas ranjang, aku belum tahu permainannya.

"Ya sudah mas, tolong langsung benerin saja ya?" Pintaku.

Telapak tangan kiriku yang lembut ini bergerk, menarik telapak tangan kirinya yang lumayan terasa kasar.

Aku membawanya melangkah ke kamar pembantu yang kosong.

Untungnya, pembantuku pun sedang tidak ada di dalam rumah. Mungkin pembantuku sedang mencari sayuran di luar rumah.

Kedua matanya selalu melihat paha belakangku, saat berjalan tadi.

Aku melepaskan telapak tangannya. Aku membuka pintu kamar kosong ini.

"Itu mas, AC yang rusaknya?" Ucapku sambil menunjuk ke arah AC yang ada di tembok kamar, sambil berdiri di depan pintu kamar kosong ini.

"Ya sudah Din. Saya ambil dulu peralatannya di gudang." Ucapnya.

"Silahkan mas?" Ucapku.

Meskipun bibirnya berwarna hitam, namun terlihat sangat manis di mataku. Tubuh kekarnya pun wangi. Dia memang sangat berbeda dari pada kuli-kuli yang lainnya.

Mas Bromo melangkah menuju ke gudang.

Sambil menunggu mas Bromo datang kembali, aku segera berlari menuju ke dapur.

Sesampainya di dapur, aku membuka pintu lemari kulkas. Aku mengambil sebotol anggur merah dari kulkas. Aku mengambil dua gelas kecil, yang sering di sebut loki.

Aku berlari kembali. Aku meraih sebungkus rokok milikku dari atas meja yang ada di ruangan tamu. Aku berlari kembali menuju ke kamar kosong.

'Fyuuhh.. Untung mas Bromo belum kembali.' Hatiku berkata setelah menghembuskan nafas lelahku.

Aku segera membuka pintu kamar kosong ini dengan sikut tangan kananku dan tetap membiarkannya terbuka. Aku menaruh sebotol anggur ini di atas meja bulat yang berada di pojokkan kamar ini.

Kring!!!

Baru saja aku duduk di samping kasur. Ponselku sudah berdering sangat keras saja. Salahku juga, malah meninggalkan ponselku di atas meja ruangan tamu.

Aku bangkit berdiri. Aku melangkah menuju pintu kamar.

Bug!

"Aduh!" Teriakku saat payudaraku di tabrak dadanya.

"Eh maaf Din?" Ucapnya.

"Oh tidak apa-apa koq mas? Tolong langsung di kerjakan saja ya mas? Saya mau ke depan dulu?" Ucapku.

"Iya Din." Ucapnya.

Aku menggeser tubuh seksiku ini ke samping kiri, memberi jalan kepadanya.

Mas Bromo segera melangkah masuk ke dalam kamar sambil membawa perlatan teknisi.

Aku segera berlari cepat menuju ke ruangan tamu. Aku telah sampai di samping meja ruangan tamu.

Aku menungging mengambil ponsel di atas meja. Sejenak telapak tangan kananku menyampingkan rambut panjang ini ke kuping kanan. Aku menempelkan ponsel ke kuping kananku.

["Iya Kanda?"] Aku mengangkatnya sambil berdiri di samping meja.

["Din, kayaknya Kanda malam ini tidak pulang. Kanda baru bisa pulang besok besok pagi. Kanda ada keperluan nanti malam."]

["Oh begitu? Memangnya habis kondangan nanti, Kanda mau pergi kemana?"]

["Ada pertemuan bersama dengan keluarga. Kanda akan menginap semalam di tempatnya Doni."]

Doni adalah sepupunya Kanda.

["Ya sudah Kanda. Tidak apa-apa. Hati-hati ya Kanda?"] Sangat perhatiannya aku kepadanya.

["Iya Dinda sayang. Mmmuach.. Love you."]

["Mmmmuach.."] Kecupan bibirku menempel lama di ponsel saat mengecup ponselku tadi.

Saluran telepon sudah di akhiri.

Telapak tangan kananku mengusap lipstik pink yang menempel di ponselku ini.

Aku mematikan dan menaruh ponselku di atas meja kembali. Biar tidak terganggu.

Aku berlari menuju ke kamar kosong, menemui mas Bromo.

Support gift yang banyak

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience