Part - 02

Romance Series 992

"Gibran, nanti temani Zahra keliling sekolah ya. Biar Zahra tau denah sekolah kita" kata Bu Rina sebelum keluar kelas karena bel istirahat sudah berbunyi.

"Saya lagi?" tanya Gibran.

"Tentu saja, ingat kamu sedang di hukum" kata Bu Rina lalu keluar dari kelas.

"Kalo lo ga mau temenin gue, gue bisa sendiri ko" kata Zahra bangkit dari duduknya, Gibran pun ikut bangkit.

"Ayo gue temenin" kata Gibran melangkah lebih dulu, Zahra tersenyum lalu mengikuti Gibran dari belakang.

"Gue Cuma kasih tau tempat penting di sekolah ini, sisanya lo cari tau sendiri aja, lo bisa setiap istirahat keliling, kalo lo nyasar dan ga bisa balik ke kelas, minta bantuan siswa lain untuk nunjukin, bilang disuruh Gibran, mereka pasti bantu lo"

"Lo terkenal disini?" tanya Zahra.

"Bukan hanya terkenal, gue penguasa di sekolah ini"

"Oh"

"Ini aula sekolah, disana ruang musik, di belakang ruang musik ada kolam renang sekolah, kalo toilet, lo bisa susurin lorong aula ini nanti toilet ada di ujung lorong ini, sebenarnya toilet ada tiga disini, tapi siswa disini selalu pake toilet yang dilorong aula"

"Kantin? Btw gue laper karena tadi pagi belum sarapan"

"Ayo" ajak Gibran membawa Zahra ke kantin. Kantin sekolah ini sangat luas, makanannya pun lengkap. Zahra takjub dengan sekolah ini, pantas saja salah satu sekolah favorit, fasilitas disini pun lengkap.

"Lo bisa makan sendiri kan? Gue masih punya kesibukan lain"

"Thanks, Gibran"

"Kalo lo ga bisa balik ke kelas, inget minta anter yg lain, bilang disuruh gue"

"Oke siap, sekali lagi thanks" kata Zahra tulus sambil tersenyum, Gibran hanya mengangguk lalu meninggalkan Zahra di kantin.

"Hai lo anak baru ya?" sapa seseorang membuat Zahra yang sedang menikmati makanannya langsung mendongak menatap orang yang menyapanya. Seorang gadis menggunakan kacamata dengan rambut di kuncir satu di belakang, cantik dan imut.

"Eh iya, gue Zahra" kata Zahra sambil tersenyum.

"Gue Dea, gue kelas XI IPA 2, lo masuk di kelas XI IPA 1?"

"Iya"

"Wah berarti lo termasuk siswi pintar ya, soalnya XI IPA 1 itu kelas unggulan"

"Ah ga juga"

"Tumben Gibran mau anterin anak baru, biasanya dia males kalo berurusan sama orang yang belum dia kenal"

"Di suruh guru, gue denger sih Gibran dapet hukuman buat bantuin guru dan nurutin apa kata guru, tadi bu Rina yang nyuruh Gibran anterin gue"

"Oh gitu. Tapi lo hati-hati ya sama dia, jangan punya masalah sama dia"

"Kenapa?"

"Gibran itu penguasa di sekolah ini, ga ada yang berani bikin masalah sama dia, minggu ini dia udah bikin dua orang siswa masuk rumah sakit"

"Kok Gibran bikin siswa lain masuk rumah sakit tapi dia ga di skors?"

"Itu karena Gibran juga siswa kesayangan di sekolah ini, beberapa kali mengharumkan nama baik sekolah ini di lomba tingkat nasional, juga keluarga nya penyumbang dana terbesar di sekolah ini, ya lo tau lah ya"

"Oh gitu, eh lo ga makan?"

"Udah selesai, tadinya gue mau balik ke kelas, tapi liat lo makan sendiri jadi gue temuin. Mungkin kita bisa berteman?"

"Lo orang pertama yang nawarin pertemanan ke gue, tentu aja gue mau"

"Kalo gitu masukin nomor telepon lo ke hp gue, biar gampang"

"Oke". Zahra mulai mengetikan nomor ponselnya ke ponsel Dea.

Baru pertama kenal, mereka berdua sudah terlihat akrab seperti teman lama.

***

"Mana jemputannya? Kok belum datang juga" gumam Zahra. Dia menelepon Erlisha, ketiga kalinya baru diangkat.

"Kakak aku ga di jemput?" tanya Zahra.

"Loh kamu belum pulang?"

"Belum kak, ini aku lagi nungguin jemputan"

"Tadi kakak udah ngabarin supir kakak buat jemput kamu, mungkin sebentar lagi sampai, biar kakak telepon dulu ya"

"Oke, jangan lama-lama kak"

"Iya"

Zahra kembali memasukan ponselnya ke dalam tas, berdiri di gerbang sekolah yang sudah mulai sepi, bahkan sebagian guru pun sudah mulai pulang. Sepuluh menit kemudian, ponsel Zahra kembali bergetar.

"Iya kak"

"Supir kakak ada masalah, Ra. Dua ban mobil nya pecah, kalo nunggu masih lama pasti, kamu naik taxi online aja ya, biar kakak yang pesan kan"

"Biar aku aja yang pesan kak"

"Yaudah hati-hati, kalo udah sampai di rumah langsung kabari kakak"

"Oke kak" Zahra mendengus kasar, jika tau tidak di jemput mungkin dari tadi dia sudah memesan taxi online.

Saat hendak memesan taxi online, Zahra di kejutkan dengan suara teriakan beberapa siswa laki-laki yang berlari kearah Zahra. Zahra membatu saat melihat sebagian siswa laki-laki itu membawa senjata tajam, ternyata mereka tengah tawuran.

Seseorang menangkap lengan Zahra dan menarik Zahra untuk berlari. Sekejap Zahra sadar dari keterkejutannya, orang yang kini menarik lengannya untuk ikut berlari adalah Gibran. Tangan kiri Gibran mencekal kuat lengan Zahra, sementara tangan kanan nya memegang sebuah gir yang di pakai untuk tawuran.

"Kenapa lo masih di sekolah?" tanya Gibran setelah mereka jauh dari tempat tawuran.

"Gu-gue, gue" Zahra terbata-bata karena takut melihat tatapan Gibran yang terlihat ingin membunuh apalagi Gibran masih memegang sebuah Gir.

"Lo takut sama gue?" selidik Gibran, air mata Zahra pun menetes. Gibran terkejut. Gibran melihat tatapan Zahra yang ketakutan melihat gir di tangannya, Gibran sadar lalu melempar gir sembarang dari tangannya.

"Hei tenang, lo aman sama gue" kata Gibran sambil memegang bahu Zahra, Zahra berusaha rileks dan percaya bahwa Gibran tidak akan melukainya.

"Sudah berapa kali Om bilang, jangan tawuran lagi!!" tekan seorang pria dewasa mengejutkan Gibran dan zahra. Gibran tersenyum manis.

"Mana ada om, Gibran ga tawuran. Tadi Gibran Cuma lari sama Zahra" bela Gibran.

"Jangan membohongi om, Gibran. Om mengawasi kamu 24 jam, ingat itu. Tadi pagi om harus membereskan kekacauan yang kamu lakukan pada seorang siswa yang hampir saja mati. Jika kakak mu tau..."

"Kakak ga akan tau jika om ga kasih tau" potong Gibran. Julian hanya menghela nafas, Gibran selalu saja keras kepala. Julian berjalan mendekati Zahra yang masih ketakutan.

"Hai gadis manis, apa Gibran melukai kamu?" tanya Julian lembut, Zahra hanya menggeleng.

"Siapa nama kamu?" tanya Julian lagi.

"Zahra"

"Oke Zahra, saya Julian, Om nya Gibran. Biar saya antar kamu pulang ya"

"Terimakasih om" kata Zahra.

Julian menuntun Zahra, Gibran menatap kepergian Julian, Zahra dan beberapa pengawal pribadi Julian.

"Gibran, ayo pulang" kata Julian saat menyadari Gibran diam mematung di tempat, Gibran menghela nafas lalu mengikuti Julian.

"Jadi kamu siswi pindahan, Zahra?" tanya Julian saat berada di dalam mobil diperjalanan pulang.

"Iya om, karena kakak membuka cabang baru di jakarta, jadi aku harus ikut pindah"

"Kamu tinggal dengan seorang kakak?" tanya Julian lagi.

"Iya, orangtua kami meninggal saat saya masih kecil"

"Kakak mu perempuan atau laki-laki?". Untuk pertanyaan Julian kali ini, Gibran yang duduk di kursi depan langsung menoleh menatap Julian.

"Ayolah om, ngapain sih banyak nanya ke dia" kata Gibran risih mendengar pembicaraan Zahra dan Julian.

"Kamu diam aja, Gibran. Biar Zahra yang menjawab" kata Julian, Gibran memutar bola matanya lalu kembali menatap kearah depan.

"Perempuan Om, namanya Erlisha" jawab Zahra.

Julian terkejut mendengar nama kakak dari Zahra. Memang sebenarnya Julian sudah menduga, karena beberapa hari yang lalu, Julian bertemu dengan Erlisha tanpa sengaja di sekolah Gibran. Penampilan Erlisha jauh berubah dari penampilan Erlisha dulu, Erlisha yang sekarang terlihat lebih cantik dan dewasa.

"Ada apa om? Sepertinya om terlihat terkejut mendengar nama Kak Lisha? Om mengenalnya?" Tanya Zahra.

"Oh sepertinya iya, tapi Om takut salah. Karena teman lama om yang bernama Erlisha juga tidak tinggal di jakarta, tapi di Bogor"

"Mungkin Erlisha teman om itu sama dengan Erlisha kakak aku, karena saat aku kelas satu SD kami pernah tinggal di bogor juga"

"Oh ya, waw"

"Om mau mampir ke rumah? Tapi jam segini kakak belum pulang"

"Lain kali saja, sampaikan saja salam om untuk kakak kamu. Jadi kakak kamu sekarang kerja di bidang apa?"

"Kuliner om, Kakak buka restoran cepat saji, yang aku dengar sudah tiga cabang termasuk di jakarta ini"

"Oh begitu"

"Om juga boleh mampir ke restoran, aku yakin kakak bakal senang jika bertemu dengan teman lama"

"Iya, nanti om bakal mampir"

"Oke om. Eh sudah sampai ya, om benar ga mau mampir dulu?"

"Lain kali saja, ya"

"Oke om, terimakasih banyak om sudah mengantar aku pulang"

"Iya sama-sama, jangan telat makan ya"

"Siap om. Gib, thanks"

"Hmm"

"Yaudah om tinggal, bye"

"Bye om"

??????

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience