Chapter 4 Lady of Flower's

Action Series 502

Setelah itu, tampak Clarabell duduk di kursi di sebuah ruang tamu yang mengarah ke pabrik tulip. Lalu, pria tadi duduk di hadapannya membawa secangkir teh hangat.

"Minumlah itu..."

Clarabella mengambilnya dan meminumnya, tapi sebelumnya dia terdiam karena menghirup aroma yang wangi dari teh itu, seperti tulip yang baru saja tumbuh besar.

"Wangi, bukan? Tulip yang tumbuh di antara ladang teh akan menjadi lezat jika diolah. Kebetulan hanya beberapa yang disebut tulip teh, itu benar-benar langka," kata pria itu.

"Hah, benarkah? Berapa yang harus aku bayar? Aku telah meminumnya," Clarabell menatap panik.

Betapa cepatnya, dia membuatku terkejut. Bagaimana bisa tulip dijadikan aroma teh yang wangi? Benar-benar aneh.

"Haha... Anggap saja itu hadiah dariku untuk putri kecil milik Dillion Chandran yang merupakan penolongku. Dia menolong ladangku."

"Menolongmu?" Clarabell menatap. Di saat itu juga, dia berpikir bahwa ayahnya menolong pemilik ladang dan itu membuat pemilik ladang sangat mengenal ayahnya dengan baik.

Aku hanya bisa melihatnya tersenyum kecil dan meneruskan perkataannya tadi.

"Yah, menolongku. Dulu, ketika aku bangkrut menjalani ladang tulip, aku bertemu dengannya pada saat yang kebetulan. Dia bercanda mengatakan sesuatu yang bahkan bersangkutan denganmu," kata pria itu.

--

"Jangan khawatir, ketika putriku lahir, ladangmu akan baik-baik saja. Akan ada banyak distributor datang kemari dan pekerja pengemas yang siap membantumu juga. Dengan begitu, kau bisa memperluas dan membuat pabrikmu lebih besar lagi, dan keuntungan akan cepat datang."

"Begitulah yang dikatakan Dillion Chandran padaku. Rupanya, 18 tahun yang lalu memang benar-benar terjadi. Semuanya berubah sangat cepat. Bisnisku menjadi panjang dan lebar. Aku berpikir mungkin apa yang dikatakannya benar. Putrinya telah lahir dan kelak bisa menjadi gadis bunga," kata pria itu pada Clarabell yang bahkan masih mendengar perkataannya.

Mendengar hal itu benar-benar membuatku tersentuh sekali. Aku senang bahwa semuanya menganggapku seperti apa yang aku inginkan, untuk dikatakan bisa menjadi cita-citaku. Gadis bunga pastinya adalah salah satu cita-citaku. Memiliki keterbatasan lingkungan memang sungguh sulit bagiku, tetapi tidak sekarang.

Lalu, pria itu kembali mengatakan kalimatnya. "Begini, sudah seminggu ini ladang bungaku mati layu dan mati layu. Aku sudah mencoba berbagai cara, dan anehnya, semuanya tak bisa dilakukan... Soal tempat yang ingin kau tuju, aku harus tahu itu." Tatapannya membuat Clarabell masih diam.

Tapi Clarabell memberanikan diri untuk memberitahunya. "Aku harus ke tempat di mana ayahku membuat sebuah tempat hanya untukku. Tempat yang begitu indah dan nyaman. Tak akan ada mulut manusia yang dapat berbicara buruk padaku. Tak ada yang akan mengambilku, dan juga tak akan ada yang memujiku. Aku hanya ingin sembunyi sebentar dari dunia, dan ayahku mendukungnya dengan membuatkan tempat itu seorang diri. Dia juga mengatakan bahwa kamu tahu sesuatu soal hal itu," kata Clarabell, membuat pria itu terdiam, menyentuh dagunya, berpikir sebentar, hingga ia ingat.

"Oh... Aku tahu tempatnya. Agak jauh dari sini. Ayahmu pernah bercerita padaku dulu, ketika kami sudah akrab. Dia bicara panjang lebar soal impianmu itu... Sangat bagus, seorang gadis yang bahkan sama seperti ayahnya, yang memiliki ambisi tinggi untuk membuat keterampilan yang tidak biasa," kata pria itu.

"Apa yang dia katakan padamu?" Clarabell menatap penuh penasaran.

"Hm... Gimana yah... Apa aku harus memberitahumu?"

"Aku mohon," Clarabell kembali memasang wajah memohon, membuat pria itu tergoda dan terpojok dengan wajah imut itu.

"Ha... Baiklah."

Dulu, ketika dia bertemu dengan ayahku, dia bilang, dia pernah mengobrol sesuatu soal seperti ini.

"Dillion Chandran, apa yang terjadi? Kenapa kau mau membawa banyak sekali kayu dan bahan bangunan untuk membuat rumah ke tengah hutan selatan?" Dia menatap ayahku dengan bingung saat ayahku datang melewati tempatnya dengan membawa kendaraan berat yang penuh kayu yang terlihat kuat.

Ayahku berhenti sejenak dan membalas pertanyaannya. "Oh, aku sedang membuatkan istana untuk putri kecilku. Dia sangat suka hal yang berkaitan dengan alam bebas, tumbuhan, maupun bunga."

"Hah?! Jadi kau membiarkan putrimu tinggal sendirian di hutan luas itu? Bukankah cukup berbahaya?" Tatapnya pada ayahku yang hanya diam dan memasang senyuman kecil.

Hanya senyuman dan perkataan kecil yang akan didengar. "Kelak, jika suatu hari nanti seseorang yang selalu setiap saat menyayanginya, yang setiap saat bangga padanya bahkan memberinya semangat apapun itu, mereka akan hilang, termasuk aku. Dia bisa tahu tujuannya..." Balasan yang begitu mudah dimengerti membuat semuanya tahu bahwa kehidupan tidak selamanya indah bersama orang yang disayangi.

"Jadi kau membuat putrimu hidup hanya untuk menjadi gadis hutan? Bukankah prestasinya melebihi bintang di langit? Kenapa tidak biarkan dia meraih bintang yang sangat banyak lagi? Maksudku, dia bisa jadi dokter, atau pegawai, bahkan meneruskan perusahaanmu?"

"Haha... Kau tidak mengerti. Aku dan keluargaku sudah membangun cerita dari awal. Gadis itu layak ditakdirkan menjadi gadis yang memiliki sepotong kehidupan sebagai putri yang tenang. Dia mungkin pusing telah meraih banyak prestasi, jadi aku hanya ingin memberikan yang terbaik sebelum aku benar-benar tidak ada untuknya. Karena satu-satunya orang yang sayang padanya, hanya aku seorang, dan istriku yang kedua," kata ayahku, yang langsung membuatnya terdiam.

Dan begitulah bagaimana dia tahu apa yang dikatakan ayahku soal tujuanku saat ini, kemudian dia bicara padaku.

"Aku tak mengerti apa yang dipikirkan oleh pria ini, kenapa pemikirannya aneh, bahkan melebihi batas pemikiran aneh segalanya... Mungkin orang kaya sepertinya juga pastinya bebas melakukan apapun.

Dari sana, aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan, tapi ketika dia bicara soal kalimat yang bersangkutan dengan kepergiannya, dia seperti tahu kapan dia akan pergi, dan sekarang, putrinya benar-benar memenuhi apa yang dia katakan. Berpetualang untuk menemukan istana yang hilang," kata pria itu membuat Clarabell terdiam dari tadi.

Lalu pria itu berdiri. "Aku akan mengantarmu setelah ini, kau bisa jalan-jalan di sekitar sini," tambahnya lalu pergi dari sana.

Di saat itulah, Clarabell juga berpikir sesuatu. "(Mungkin memang benar, Ayah bisa melihat kematiannya, karena itulah dia menyiapkan apa yang aku mau dengan cepat, bukankah dia begitu baik, dia menyayangiku, sangat sayang padaku hingga bahkan dia menjadikan impianku sebagai cita-cita, mendukung hingga kematiannya tiba. Jika saja aku memeluk kedua orang tuaku untuk terakhir kalinya, aku pastinya tak akan bisa menahan air mataku ini yang selalu muncul setiap kali aku mengingat mereka.)"

Setelah itu, tampak Clarabell sudah bersih, sudah jelas dia mandi dan membersihkan dirinya. Siapa sangka, dia benar-benar seorang gadis yang cantik dengan rambut putih salju panjangnya.

Lalu pria tadi datang. "Itu cocok untukmu, apa kamu sudah segar kembali?" tatapnya lalu Clarabell mengangguk.

"Baiklah, apa kau ingin langsung ke hutan atau masih mau nanti-nanti perginya?" tanya kembali pria itu.

"Um... Aku ingin langsung saja..." Clarabell membalas karena dia benar-benar ingin segera cepat menemukan tempat itu.

"Kalau begitu, ikuti aku," pria itu berdiri dan membantu membawakan tas ransel milik Clarabell yang mengikutinya.

Mereka berjalan menanjak di hutan yang rupanya sangat cantik itu, jalan setapak juga tampak segar dan begitu nyaman, berbeda dengan di kota.

Untuk mengisi kebisuan yang terjadi di antara mereka, pria itu mulai mengobrol. "Jika aku jadi ayahmu, aku pasti akan bangga padamu, tak peduli apa kondisiku, kau adalah gadis yang begitu sempurna, itu karena orang tuamu mendidikmu dengan sangat baik, bukan?" tatapnya.

Lalu Clarabell tersenyum mengangguk. "Ya, mereka berdua, sangat menyayangiku."

"Itu wajar saja, tapi di zaman ini, orang tua seperti mereka sama sekali tak ada... Sudah tak ada... Kebanyakan gadis seusia mu juga akan putus asa karena tak kuat dengan apapun, tak ada yang memberikan semangat dan yang lainnya itu..." kata pria itu membuat Clarabell terdiam mendengar itu.

Lalu dia menambah perkataannya. "Oh, ngomong-ngomong, nama ku Hunter," kata pria itu yang rupanya bernama Hunter.

Lalu Clarabell terkesan. "Pemburu?"

"Ya, dalam bahasa Inggris, itu artinya pemburu. Orang tuaku menamai ku begitu karena mereka ingin aku menjadi pemburu hewan buas. Kau bisa memanggil namaku," tatapnya.

Clarabell kemudian mengangguk. "Tuan Hunter." Dia memanggil untuk memastikan lalu Hunter tersenyum lembut dan membalas, "Ya..."

Lalu mereka berhenti berjalan. "Baiklah, itu tempatnya," tatapnya menunjuk sebuah rumah yang begitu indah, terbuat dari kayu kuat, kaca cantik dan tahan lama, seperti villa, di luar juga ada halaman yang luas.

"Jika kau berjalan ke arah barat sedikit dari sini, maka kamu akan menemukan rumah dewi," kata Hunter.

"Eh, Rumah Dewi?" Clarabell terdiam.

"Ya, kemarilah," Hunter mengantarnya dan rupanya ada rumah kecil yang menunjukkan sebuah patung berbentuk dewi yang begitu cantik.

"Apa ayahku yang membuatnya?"

"Sepertinya bukan, karena patung ini dulunya dipercaya oleh orang-orang di bagian bawah hutan ini, tapi mereka sudah tak ada di sini, mereka juga sudah pindah ke kota, jadi di bagian wilayah ini, yang paling dekat dengan hutan adalah ladang bunga ku saja. Jadi jika kau ada sesuatu atau butuh bantuan ku, panggil saja aku... Di sini sinyalnya baik dan ayahmu yang melakukannya... Dia menyiapkan internet untukmu," tatap Hunter membuat Clarabell tersenyum senang mendengar itu.

"Ini kuncinya," Hunter memberikan sebuah kunci dengan adanya hiasan gantungan kunci bunga tulip.

"Cantik," Clarabell menatap gantungan itu.

"Oh, syukurlah kau menyukai-nya yah, itu dariku. Jika kau susah mengenal ku atau lupa nantinya, ingat saja bunga tulip, maka kau akan langsung ingat aku," Hunter menatap akrab.

Lalu Clarabell mengangguk. "Terima kasih, Tuan Hunter." Dia menatap manis lalu Hunter membelai pelan kepala Clarabell.

"Aku pergi dulu, di sini aman, jadi tak perlu dicemaskan... Ayahmu sudah mengatur semuanya, ingat yah, jika butuh bantuan panggil saja aku," kata Hunter sambil berbalik dan berjalan pergi dengan melambai.

"Terima kasih, Tuan Hunter!" Clarabell juga melambai, lalu dia menatap rumah cantik itu dengan senyum manisnya. "Akhirnya, aku menemukan kastil istanaku..."

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience