Rate

1

Drama Series 542

"Sudah berapa kali saya bilang, seragam putih abu-abu itu dimasukkan dan seragam olahraga dikeluarkan. Kenapa kalian balik-balik begini? Apa otak kalian juga terbalik?" tegur Pak Hendri. 

Dava dan ketiga kawannya hanya terdiam. "Kenapa tidak menjawab?" tanya Pak Hendri.

"Disuruh Dava Pak!" ceplos Satrio. "Anjir kenapa gue yang disalahin," kata Dava dengan suara berbisik.

"Lalu kalau Dava menyuruh kalian memacari istri saya apakah kalian mau?" tanya Pak Hendri lagi. "Mau aja Pak, Bu Dewi kan masih syantik," jawab Renold yang menyambut gelak tawa ketiga sahabatnya.

"Heeh kalian semua! Berdiri di tengah lapangan dan tunggu intruksi selanjutnya!" suruh Pak Hendri dan mereka berempat menurutinya meski dengan sedikit umpatan.

Sesampainya di lapangan Pak Hendri pamit karena mendapat telpon bahwa sudah waktunya istrinya melahirkan. Mereka berempat baru saja ingin lari dari lapangan sampai sebuah suara dingin menusuk tubuh mereka.

"Suruh siapa kabur?" tanya suara dingin itu. "Njir serem amat," 

"Pak Hendri minta tolong ke saya buat ngawasin kalian dihukum. Jadi disini saya akan memberi tau bahwa hukuman kalian adalah mengepel seluruh koridor sekolah ini," 

"Ah ngepel doangan mah eazy," cetus Dava.

"Pakai kanebo," lanjut Kemala.

"Haaaaa?"

***

"Dim sini dong, bantuin gue." panggil Satrio dan Dimas mendekatinya.

"Lo tau cewek itu siapa?" tanya Satrio. "Tau Jon, dia temennya cewek gue, temen cewek lo juga bego!" jawab Dimas.

Satrio yang kerap disapa Jon itupun mengangguk memberi tanda mengerti. "Tapi dia jarang ada pas kita ngumpul."

Dimas mengangguk. "Emang iya, anaknya nggak ikut kalo ngumpul bareng pacar. Dia nggak punya kayaknya."

Jon mengangguk. 

"Eh cepet-cepet. Ini si Renold bagian sini aja nih. Nah Dimas sama Jon kanan tuh kanan," perintah Dava yang membuat Kemala jengkel.

"Lo nggak usah sok ngatur! Dimas, Renold dan Jon silahkan pergi dan Dava kerjakan sisanya SENDIRI!" tegas Kemala.

Dava mengeluarkan tampang terbengisnya. "Gue nggak mau, gimana dong?" tanya Dava sinis.

Kemala berdiri dari duduknya dan melipat tangan di depan dada. "Gue yang bertanggung jawab, jadi lo harus nurut kalo nggak--" 

"Kalo nggak apa?" potong Dava cepat. "Kalo nggak lo bakal terima akibatnya!" ancam Kemala sambil menunjuk Dava dengan jari telunjuknya.

"Jadi lo ngancem gue, lo pikir gue takut sama lo? Nggak!" tegas Dava dengan menurunkan jari telunjuk Kemala.

"Ngeselin!" ucap Kemala lalu pergi meninggalkan Dava.

"Ribet!" ucap Dava lalu menuju kelasnya.

Namun sebelum Dava menuju kelasnya tangannya dicekal seseorang. "Apaan?" tanya Dava.

"Itu ceweknya," kata Fitria. "Cewek model begitu yang pengen lo jodohin ke gue?" tanya Dava kesal. "Big no Fitria Big No!" kata Dava tegas.

Fitria melipat tangan di depan dada. "Mau lo no, yes. Gue sama Dimas tetep bakal jodohin lo sama Kemala, titik," ucap Fitria kemudian pergi begitu saja. 

"Oh Kemala namanya,"

***

"Dav, ntar malem jadi nggak?" tanya Dimas dengan wajah penat sehabis pelajaran fisika.

"Up deh, gue ada urusan." kata Dava yang diangguki Dimas. "Yaudah kalo nggak jadi gue kencan sama Fitria hehe." jawab Dimas dengan cengirannya.

"Anjay."

Dava sudah mengendarai motornya dengan kecepatan rata-rata. Langit senja menjadi santapannya ketika pulang sekolah seperti saat ini. Saat sampai di depan warung pecel lele ia memberhentikan motornya. 

"Mas beli dua ya," pesannya.

"Oke." 

Ia menunggu sambil mengecek notifikasi yang masuk ke ponselnya.

Salah satu pesan menarik perhatiannya, Fitria.

Fitria123_ : Kemalaxyz id line Mala

Davaarditai : bdamt gue nggak mau chat manusia es itu wlee

Fitria123_ : kalo nggak chat dia gue bilangin dimas, biar lo nggak ditemenin wlee

Davaarditai : iye iye

Dava memasukan id line itu dan segera mengechatnya.

Davaarditai : p

Kemalaxyz : u sp y? 

Dvaarditai: Dava gans

Kemalaxyz : so gntg njs

Kemalaxyz : muka kek lipetan badan Pak Hendri aj so gntg

Dava tertawa membaca pesan dari Kemala. "Mas ini sudah jadi," ucap penjual pecel lele itu kemudian Dava membayarnya dan segera pulang.

"Assalamualaikum Bibi," salam Dava.

"Waalaikumsalam Dava, udah pulang nih." jawab Helen(bibi yang dimaksud Dava).

"Iya nih, Dava bawain pecel lele buat Bibi." ucap Dava lalu saat Bibi Helen ingin mengambil piring Dava lebih dulu mengambilnya. 

"Udah deh, Bibi makan aja. Khusus hari ini Dava yang ngelayanin Bibi." tutur Dava seraya tersenyum manis. 

Bibi Helen hanya tertawa mendengar tuturan Dava. "Ah kamu selalu bilang begitu. Tiap hari kamu selalu bilang begitu. Kan yang pembantunya Bibi bukan kamu Dava," ucap bibi Helen.

"Apaan sih, Bibi jangan bilang pembantu-pembantuan ah. Dava udah anggap Bibi itu Ibunya Dava sendiri." kata Dava sembari membuka bungkus pecel lele itu. 

Bibi Helen hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. 

***

Semilir angin menyapu rambut gadis yang sedang duduk bersandar di bawah pohon. Ia menuliskan beberapa huruf di buku hariannya. Ia tersenyum sesekali membaca sajak-sajak yang ia buat di buku itu. 

"Lucu sekali ya, dunia suka mempertemukan orang-orang dari masa lalu yang telah berpisah dan menyatukannya lagi lalu memisahkannya lagi." gumam Kemala lalu menyelipakan beberapa helai rambutnya ke belakang telinganya.

Gadis itu berdiri dan menghirup udara malam yang dingin. Ia suka suasana tenang seperti ini, tak akan ada yang mengganggunya, tak ada siapun yang berani meneriakinya. Tenang sekali.

"Woy Mala kampret! Kemana sisir gue anjir!" teriakan yang sangat familiar di telinga Kemala. 

"Baru aja gue tenang. Ini nih susahnya kalo tinggal sama bangke jangkrik kadaluarsa." kesal Kemala lalu ia menyamperi sumber suara.

Dengan tangan bercacak pinggang cowok dengan rambut berantakan itu melototin Kemala. Namun yang dipelototi hanya memasang wajah datar.

"Sisir di rak nomor dua sebelah dasi di bawah gunting kuku," jelas Kemala lalu ia menuju dapur.

"Nih anak emang titisan dukun ya, asoy bener nebaknya," ucap cowok itu.

"Udah makan belom lo?" tanya cowok itu sambil menyisir rambutnya.

"Ini mau makan bloon!" jawab Kemala kesal. Cowok itu tertawa. 

"Sans aja kali Neng kan gue cuma nanya. Anggep lah Abang lo yang ganteng ini perhatian sama lo." ucap cowok itu yang hanya ditanggapi cibiran oleh Kemala.

Kemala duduk di atas ranjang setelah menyendok nasi, sesekali matanya melihat ke televisi yang sedang menyiarkan kartun kesukaannya. "Kebahagiaan yang paling sederhana," gumam Kemala.

"Eh si kampret ini, siapa yang bolehin lo makan di atas kasur begitu?" tegur cowok yang masih setia dengan sisirnya.

"Dito, Dito, Dito. Please don't bacot." ucap Kemala, matanya tak lepas dari televisi yang tengah ditontonnya.

Dito kesal. "Pertama, makan di atas kasur. Kedua, manggil gue tanpa sebutan Abang. Sebenarnya anda punya tatto berapa ya?" tanya Dito lalu melipat tangannya di depan dada.

Kemala melirik Dito. "Maaf anda siapa ya?" jawab Kemala dengan nada suara dingin. 

"Nih anak!" kekesalan Dito memuncak.

"Ampun Bang ampun."

***

06:15

Kemala menatap cermin di hadapannya yang menampilkan dirinya dengan balutan seragam putih abu-abu.

Sesekali sudut bibirnya terangkat. "Ma, liat deh anak Mama. Sudah besar banget, cantik lagi mirip Mama. Mama liat nggak? Mama denger nggak Mala ngomong?" gumam Kemala sendiri.

"Dek, udah siap belom lo?" tanya Dito yang berhasil membuat Kemala terkejut.

"Iya, udah lo panasin motor dulu aja, gue mau ngisi air minum dulu." ucap Kemala lalu Dito segera meninggalkan kamar dengan dominasi warna putih itu.

Kemala mengambil tas nya lalu mengisi botol minum sesuai yang ia katakan kepada kakaknya.

"Hayok Bang," ajak Kemala.

"Gigimu Hayok, motor gue eror nih!" kata Dito sambil memukul-mukul motornya.

"Yahh somplak, gue gimana dong bang?" tanya Kemala mulai panik karena jam sudah menunjukkan pukul 06:25.

Dito nampak berfikir, ia tak tega juga bila adiknya pergi naik angkot. Apalagi jam sudah sangat mepet, belum lagi angkot yang menunggu penumpang, pasti telat.

"Hmm gimana kalo dianter anaknya Pak Rt?" tanya Dito.

"Maksud lo si Renold? Nggak ah ogah gue!" seru Kemala.

Dito menghela nafas. "Dek, nggak ada waktu lagi. Ayok gue anter ke rumah Pak RT, dia belum berangkat jam segini mah, nakal anaknya." ucap Dito lalu menarik Kemala paksa menuju rumah Pak RT.

"Udah tau nakal, masa gue disuruh bareng dia. Kalo dia ngebut-ngebut terus jatuh kan gue juga yang jatuh bang," kesal Kemala yang tak digubris sama sekali oleh Dito.

"Assalamualaikum Pak Rt," 

"Waalaikumsalam, eh ada Dito sama adiknya. Ada apa nih To, pagi-pagi gini?" tanya Pak Rt dengan wajah ramahnya.

"Mau tanya nih Pak, si Renold sudah berangkat sekolah belum ya?" tanya Dito ramah.

"Belum To, Ren! Sini nduk!" 

"Opo toh Pak?" tanya Renold.

"Ini Dito nyariin kamu," ucap Pak Rt. Renold menatap Dito, ia terkejut ketika melihat Kemala juga.

"Ada apa ya Bang?" tanya Renold.

"Gue titip adek gue nih, tadi mau nganterin sendiri tapi motornya eror. Nitip anterin dia ke sekolah ya Ren," jelas Dito.

"Iya siap Bang!" 

Renold mengendarai dengan kecepatan rata-rata. Tak ada yang mengangkat suara diantara Kemala dan Renold. Kemala tau bahwa Renold adalah anak nakal yang tak berguna sama seperti Dava. Sedangkan Renold tau bahwa Kemala adalah gadis dingin tak punya hati yang sangat susah dimiliki.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience