BAB 46
VIAN POV
Ini mengejutkan, ini membuatku bingung. Aku dan mbak Mawar saling bertatapan saat melihat foto-foto yang diberikan Rasya.
“Bee, ini ... ini kan si Alya,” ucapnya sambil menunjuk salah satu foto di mana masku sedang dicium pipinya oleh perempuan itu.
Hmm terlepas dari itu semua tapi foto jepretan Rasya perlu diacungi dua jempol. Bakatnya jadi fotrografer kali.
“Alya siapa, Fey?” tanyaku bingung dan menatap istriku yang tengah mengerutkan keningnya.
“Alya ini dulu sahabatku saat duduk di bangku sekolah, 1 tahun duduk denganku. Karena sehabis itu dia minta pindah duduk dengan putri. Ehmm tak tahu juga alasannya apa, tapi setelah itu aku sempat mendengar kalau dia juga suka dengan Ryan. Aku pun tak begitu peduli karena setelah itu dia mulai menjauhiku,” ucap istriku membuatku terkejut.
“Jadi ada wanita lain selain mbak Sisca?”
Istriku menganggukkan kepalanya sambil memakan cimol yang dibeli Rasya tadi.
“Setahuku Alya memang tinggal di sini, Bee, setelah lulus dia melanjutkan kuliah di sini, ehm bukan bukan lulus, kelas 2 dia pindah ke sini ikut papanya. Jadi tak mungkin Ryan tahu kan kalau Alya di sini. Aku pun tahu tentang Alya pas 5 tahun yang lalu Nadia tak sengaja bertemu dengan Alya, di acara reuni sekolah yang aku tak bisa hadiri karena aku ke Jakarta ikut ayah tugas di sana. Jadi kemungkinan Alya bertemu dengan Ryan di acara reuni itu kan sejak dia pindah sekolah?”
“Ehm jadi maksudnya, apa nih Fey?” Aku masih tak bisa menangkap maksud istriku.
Dia mengerucutkan bibirnya, duh bikin gemas pengen kecup tuh bibir mungil dan pipinya yang mulai terlihat chubby tapi makin menggemaskan. Tuh kan salah fokus.
“Kalau Ryan masih amnesia apa mungkin dia akan ingat dengan Alya? Setahuku semua teman dulu juga tak tahu kalau Alya pindah ke sini, jadi kemungkinan kan mereka ketemu lagi 5 tahun yang lalu, nah kalau begitu harusnya masmu tak ingat kan, ya? Kan memorinya selama 10 tahun terakhir ini hilang.”
Kukerutkan kening mencoba mencernanya, masih belum bisa mengerti, duh otakku kali ini berjalan layaknya siput.
“Hah? Maksudnya kak Ryan berbohong kalau masih amnesia gitu?” celetukan Rasya yang baru saja datang dari kamar mandi membuatku tersadar akhirnya.
“Haaaaaahhhhh?????” Pekikku terkejut menyadari fakta yang ditemukan istriku.
“Iya kan? Tuh Bee, Rasya aja pinter, kamu dari tadi kok ga nyambung,” sungut istri cantikku masih mengunyah cimolnya.
“Jadi dia membohongi kita semua?” ucapku lagi, dan tiba-tiba dering ponsel mengagetkanku. Kucari di saku kemeja dan celana, tapi tak kutemukan.
“Bee, ini loh di sini!!!” teriak istriku yang memegang ponselku.
“Siapa Fey yang menelepon?” Kudekati dirinya dan duduk di dekatnya lalu mengecup pipinya yang menggemaskan itu tapi dia menjauh.
“Evan nih, ihhh sana-sana udah aku bilang jangan dekat-dekat aku mual, Bee.”
Heh, ini beneran istriku lagi anti pati nih sama aku, aduh alamat nanti malam tidur kedinginan. Sabar sabar.
Kupencet tombol hijau menjawab panggilan Evan, sementara istriku kini bergelung di atas sofa, dengan Rasya berada di sebelahnya yang sedang menikmati sate hasil penyelidikannya tadi.
“Halo, Van, ada apa?” tanyaku saat sudah terdengar suara Evan di ujung sana.
“Yan, baru saja aku melihat masmu di bandara, aku tadi mengantarkan Putri mengantar neneknya ke bandara dan tak sengaja melihat mas Ryan, baru saja keluar, ehm sepertinya kau sudah bisa tenang dia sudah kembali ke Yogya.”
Kuanggukan kepalaku, dan bernapas lega mendengarnya, berarti dia memang tak tahu kalau aku dan mbak Mawar di sini.
“Thanks, Van, infonya, tapi ada yang mengganjal nih, kata Fey kemungkinan masku itu bisa sudah tak amnesia lagi, jadi bisakah kau menyelidikinya? Aku takut kalau dia sudah sembuh tapi masih berpura-pura tak ingat,” ucapku.
“Owh itu, ya ya, ok ok, aku coba selidiki soalnya kemarin aku bertemu dengan mbak Nadia juga dan dia juga mengatakan hal yang sama dia curiga kalau mas Ryan itu sudah tak amnesia, ehmm aku juga jadi curiga nih. Pokoknya jaga saja mbakku ya, jangan buat dia stress, Yan, kau tahu mbakku itu tak bisa kelelahan atau berpikir berat. Masalah masmu aku coba selidiki,“ ucapan Evan membuatku reflek mengangguk meski Evan tak bisa melihat.
*****
Benar kan, semalam istriku tak mau tidur dekatdekat denganku. Saat kupaksakan dia langsung muntahmuntah. Dekbaynya benar sedang tak suka aku dekati.
“Fey... Fey...,” kupanggil istriku yang tengah membuatkanku susu cokelat. Tak bisa memeluk dan menciumnya benar-benar membuatku frustasi.
“Apa Bee? Nih, susu nya sudah jadi.“ Dia
mengangsurkan cangkir gambar sapi ke arahku.
“Aku bosan susu cokelat, maunya susu yang lain,” ucapku dan melirik ke arah nya membuat dia langsung menutup dadanya membuatku tergelak.
“Morniiiiing, Mami,” celetukan Rasya membuatku menoleh ke arah Rasya yang kini seperti biasanya selalu mencubit pipi istriku tiap pagi. Itu anak memang, ya, duuuhhh bikin hati panas aja deh.
Istriku tersenyum dan tangannya membenarkan rambut Rasya yang kini berwarna merah itu, haduh.
“Fey, kau ini tak mau aku dekati tapi kenapa dekat Rasya suka?”
Rasya menjulurkan lidahnya ke arahku, itu bocah minta disunat lagi dah.
“Ehm, habisnya Rasya wangi, Bee,” ucap istriku manja dan kini duduk di sebelahku.
“Jajajajajajajajaja, Kak Vian kali ini Rasya menang,“ ucap bocah tengil itu yang langsung kuhadiahi dengan jitakan.
“Mamiiiiiii, kak Vian kejam,” rengeknya manja ke arah istriku yang langsung diusap kepalanya oleh istriku.
Tuh kan tersiksa ini tersiksa kalau istriku masih terus ngidam yang seperti ini. Alamat jenguk dekbaynya lama ini.
“Heh, siniin parfum, sabun sama bedak bayi kamu?” ucapku ke arah Rasya yang kini sedang merapikan rambut barunya yang berwarna merah itu.
“Buat apa?” tanyanya bingung.
“Siapa tahu aku pakai punyamu, Fey jadi tak mual lagi kalau dekat denganku.”
Rasya menyeringai geli,
“Okay, tapi 2 singgit,” ucapnya berlagak seperti Mail di serial Ipin Upin.
“Diihh, kemarin kan udah aku beri kamu 500 ribu tuh buat ganti beli cimol ama sate plus cendol,” ucapku ke arahnya.
Tapi kini dia menunjuk-nunjuk rambutnya. “He, yang itu udah abis kak buat warnai rambut Rasya, jadi sekarang mau lagi, mau kasih? Apa tak jadi kuberikan sabun, parfum plus bedak bayi Rasya?” Ancamnya membuatku mengeluarkan dompet dengan terpaksa.
Pintar ya dia.
“How much?” tanyaku ke arahnya.
“Ehm, 2 jeti deh,“ jawabnya ringan seringan kapas.
Kuambil kartu debitku dan kuberikan kepadanya.
”Nih, pakai habiskan, masih ada saldo 5 juta,” ucapku membuatnya membelalak terkejut.
“Ini serius? Papa aja ngasih uang saku ga segitu,“ ucapnya masih tak percaya.
Aku hanya mengangguk, tak apalah demi istriku yang tak boleh jauh-jauh lagi dariku.
“Sekarang berikan semua yang kuminta,” ucapku membuat dia langsung berlari ke dalam kamarnya.
“Bee, ngapain sih, udah sana mandi dulu terus ke Café, aku tunggu di pantry ya,“ ucap istriku yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Oky doky, Sayang, tunggu, ya,” ucapku penuh percaya diri.
Tunggu aku wiFey, nanti setelah mandi dengan sabun dan memakai parfum milik Rasya.
*****
Kulangkahkan kaki dengan ringan ke arah Café, Hari ini aku memang tak punya kegiatan apapun. Ingin di rumah dan mengurusi café dulu. Urusan kampus dan masalah melanjutkan spesialisku aku simpan dulu besok, kalau semuanya sudah tenang. Kemarin kedatangan masku Ryan dan teka-teki kenapa dia di sini masih membuatku dan mbak Mawar menduga- duga segala kemungkinan.
“Fey,“ kupeluk tubuhnya dari belakang saat aku sampai di dalam pantry. Radit melirikku dan mengulum senyumnya.
“Duh, Bee, apa sih ini, ko bau banget?” Tiba-tiba istriku menjauh dariku dan menutup hidungnya.
“Ini aku pakai parfum Rasya, sabun Rasya bahkan bedak bayi juga milik Rasya, memang masih bau?”
Istriku berlari ke arah kamar mandi, aku reflek ikut berlari dan menemukannya sudah muntah di wastafel toilet. Duh aku salah lagi, ya?
“Maaf, tapi aku benar-benar mual mencium baunya,“ ucap istriku saat dia sudah membersihkan semuanya dan membasuh mulutnya.
“Jadi aku mandi lagi? Fey, aku tak mau jauh darimu.“
Mbak Mawar menghela napas lalu berjalan ke arahku. Membuka semua kancing kemeja yang kupakai lalu memintaku melepasnya. Kini aku hanya bertelanjang dada. Mbak Mawar mengambil kaos yang kemarin kupakai dari gantungan baju, kaos yang biasa aku pakai kalau aku membantu Radit di pantry.
“Fey apa ini? Ini kotor, Fey,” ucapku saat dia menyuruh memakainya.
“Tapi aku suka bau keringat yang menempel di sini,” ucapnya membuatku melongo.
Owh sindrom mommy preggy benar-benar membuatku bingung.
*****
Akhirnya aku bisa bernapas lega, istriku sudah menggelendot manja di sampingku meski aku sendiri tak nyaman. Ini kaos bau keringat tapi istriku suka, haduh.
“Mamiiiiiiiii, help me,” teriakan Rasya yang baru saja pulang membuat kami menatap Rasya dengan bingung.
Aku dan istriku sedang duduk di salah satu kursi café yang berada di taman. Menikmati pelangi yang baru saja muncul setelah hujan yang menyirami.
“Apa sih, Sya?” tanyaku begitu melihatnya pucat pasi. Dengan napas tersengal-sengal seperti habis berlari ribuan kilometer.
“Itu, itu ... help me, tante itu ngejar Rasya sejak Rasya keluar dari swalayan tadi!“ Rasya menunjuk arah pintu gerbang dan di sana tampak seorang wanita dengan perut membuncit melangkah ke arah kami.
“Siapa dia, Sya?” celetuk mbak Mawar bingung.
“Aiihhhh, adeknyaaaa sini.” Suara wanita itu mengagetkanku dan juga Rasya, sementara istriku menatapnya bingung.
“Mbak siapa, ya?” tanya istriku bingung. Rasya sudah meringkuk di sebelahku dengan menutup wajahnya dengan topinya.
“Ehm maaf, perkenalkan saya Anita, ehm boleh ga pinjam adek tampannya itu. Saya itu ngidam kalau lihat cowok tampan dengan rambut merah jadi pingin dicipok, boleh kan, ya?” ucapnya membuatku tergelak. Istriku pun tersenyum geli.
“Sya, gih, sana mbaknya dicipok dulu nanti bayinya netes loh air liurnya kalau tak kau turuti,” ucapku ke arah Rasya.
Tapi Rasya langsung berlari.
“Nooooooo ... Rasya takuuuuuut,” teriaknya membuatku dan mbak Mawar tergelak.
“Duh, adeknya siniiiii.” Wanita itu langsung mengejar Rasya dengan perut besarnya.
“Rasain lu, Sya, tu rambut makanya jangan dimerah-merah jadi buat nafsu kan, ya,” teriakku ke arah Rasya yang kini tampak menghindari wanita itu.
Duh ada ada aja ya orang hamil itu. Kulirik istriku yang kini sudah menggelendot manja lagi di lenganku.
Aneh kan ya, semuanya memang aneh, tapi aku sukaaaaaa.
Share this novel