Rate

PART DUA

Romance Series 1842

Abiyasa duduk merenung di taman belakang rumahnya, pandangannya menatap pepohonan yang berada disana. Hatinya gundah ketika dia mengingat percakapan beberapa jam yang lalu yang membahas perihal perjodohan dengan salah satu rekan bisnis sang ayah. Ayahnya sangat berharap Abiyasa menerima perjodohan ini agar kerjasama sesama perusahaan semakin maju.

Abiyasa bingung hatinya saat ini masih berlabuh pada gadis kecil yang ia sering usili dahulu, Elvira namanya. Di samping itu juga dia tak mau mengecewakan ayahnya yang selama ini selalu mendukungnya. Andai saja dia bisa menolak tapi apalah dayanya Abiyasa terlalu menyayangi kedua orang tuanya.

"Kamu lagi mikirin apa?" tanya Hani melihat anaknya yang sedari tadi menatap kosong pepohonan. Sebenarnya Hani tahu apa yang Abiyasa rasakan saat ini naluri seorang ibu tidak akan pernah salah. Hani duduk di samping anaknya.
Abiyasa sendiri masih terdiam tak bersuara. Hani menghela nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Wanita paruh baya itu meraih telapak tangan Abiyasa, hingga membuat Abiyasa menoleh ke arah ibunya.

"Kamu mikirin Elvira ya?" tebak Hani, membuat tubuh Abiyasa menegang sedikit terkejut alis pria itu bertaut namun ia berusaha terlihat biasa saja. Tak mau membuat ibunya kecewa. Apa yang dia rasakan saat ini. Melihat reaksi anaknya yang seperti itu seolah-olah menutupi perasaannya Hani berusaha meyakinkan.

"Mama tahu kamu selama ini mendem perasaan sama Elvirakan. Walaupun kamu gak mau jujur sama Mama. Mama tahu kok." tandas Hani.

Abiyasa mengusap kasar wajahnya. Menatap sang Ibu penuh tanda tanya. Apakah terlihat jelas sekali jika dirinya menyimpan perasaan untuk Elvira.

"Mama tahu darimana?" tanya Abiyasa pelan. Hani mendapati pertanyaan seperti itu terkekeh pelan.

"Dari cara kamu natap Elvira saja Mama udah tahu. Ya walaupun dulu kamu suka ngisengin dia. Tapi Mama tahu kok kamu nyimpen perasaankan sama Elvira." ujar Hani pasalnya semalam Hani memberikan foto Elvira yang sekarang sudah beranjak dewasa tampak cantik dan juga manis pada Abiyasa. Entah mengapa hati Abiyasa menghangat.

"Tapi maaf. Mama gak bisa ngelakuin apa-apa buat hal ini. Kamu tahu sendirikan Papa sangat berharap kamu menerima perjodohan ini." lanjut Hani lagi.

Abiyasa hanya mengangguk pasrah ia juga tak akan menyalahkan siapapun. Dia hanya perlu berbakti pada orang tuanya.

Sebenarnya Hani juga sangat berharap jika Abiyasa bisa bersanding dengan Elvira lantaran anak dari sahabatnya itu sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri. Apalagi jika memang benar dijadikan menantu Hani sangat bersyukur sekali. Tapi Hani juga bingung dia tidak bisa membantah apa yang suaminya katakan. Jika Abiyasa hanya memang akan menikah dengan rekan bisnis sang suami.
Hani juga merasa kasihan pada Abiyasa yang harus merelakan perasaannya demi membahagiakan sang ayah.

***

Daripada pusing di rumah memikirkan perjodohan itu. Abiyasa memilih keluar untuk menemui sahabatnya sewaktu SMP dahulu yang sampai sekarang masih terjalin dengan baik. Awalnya hari ini Abiyasa akan dipertemukan pada calon tunangannya namun batal dikarenakan pihak dari keluarga perempuan sedang berada diluar kota. Informasi yang Abiyasa dapati dari calon tunangannya itu dia adalah seorang model yang cukup terkenal di Indonesia. Abiyasa juga sekilas pernah membaca biografi wanita tersebut yang bernama Helen Aditama, dari namanya saja sudah diketahui bahwa Helen anak seorang pengusaha yang terkenal akan pertambangannya.

Dalam hati terdalamnya Abiyasa ingin sekali bertemu dengan Elvira. Tapi untuk saat ini hatinya belum siap. Mama Hani sempat bercerita sedikit tentang Elvira, jika Elvira kini tumbuh menjadi wanita yang cantik dan mandiri serta memiliki butik pakaian pengantin disalah satu sudut kota. Abiyasa senang mendengar hal itu gadis kecilnya itu yang terpaut delapan tahun dengannya sudah tumbuh dewasa.

"Hai bro, apa kabar Lo?" tanya Fatir membuyarkan lamunan Abiyasa. Fatir adalah sahabat Abiyasa. Dia baru saja datang ke cafe yang mereka janjikan.

"Baik lo sendiri gimana?" tanya balik Abiyasa.

"Baik juga. sorry nunggu lama ya lo?" tanya Fatir duduk di sebrang Abiyasa.

"Engga juga." jawab Abiyasa. "Banyak berubah lo sekarang." lanjutnya lagi.

"Iya berubah jadi playboy cap kadal gue." canda Fatir diiringi kekehan dari Abiyasa. Ya semenjak Fatir dikhianati sang kekasih dia berubah menjadi seorang playboy. Fatir memiliki tubuh tinggi seperti Abiyasa. Hanya saja yang membedakan mereka. Abiyasa mendapati gen sang nenek dan juga ayahnya yang kebule bule an.

"Lo juga tambah keren aja. Hidup disono." imbuh Fatir memuji Abiyasa.

"Biasa aja gue. Lo kali yang diantriin banyak cewek-cewek." sahut Abiyasa berhubung Fatir itu CEO di kantor ayahnya. Otomatis banyak wanita cantik yang mengincarnya entah untuk dijadikan pacar ataupun istrinya.

"Bisa aja lo." gumam Fatir. Mereka berdua pun tertawa.

"Mau minum apa Lo?" tawar Abiyasa.

"Samain aja kayak punya lo."

"Ok."

Abiyasa memanggil waiters untuk memesan minuman satu lagi yang sama dengannya. Waiters itupun mengangguk mengerti. Beberapa saat minuman datang mereka berbincang-bincang.

Setelah mereka berbincang lama, bernostalgia dan juga mengingat masa lalu sering bolos sekolah hingga pada akhirnya pada obrolan Abiyasa yang menjurus kearah serius.

"Lo mau dijodohin sama bokap nyokap Lo?" tanya Fatir sembari menyesap kopi hitamnya yang sudah disuguhkan oleh waiters.

Abiyasa mengangguk. Abiyasa berani berbicara seperti ini karena Fatir adalah sahabat terbaiknya teman keluh kesahnya.

"Dan Lo maen terima gitu aja. Aduh bro zaman sekarang udah gak jaman kali jodoh- jodohin. Bukan jamannya Siti Nurbaya lagi." celetuk Fatir tidak habis pikir jaman sudah modern begini masih ada acara jodoh-jodohan segala.

"Ini juga bukan kemauan gue kali." sahut Abiyasa. Mungkin karena Abiyasa anak tunggal dan umur dia juga sudah matang untuk membina rumah tangga maka ayah dan ibunya lebih baik menjodohkan Abiyasa saja.

"Gue gak bisa nolak. Gue terlalu menyayangi kedua orang tua gue."tegas Abiyasa.

Fatir hanya bisa menggeleng-gelengkkan kepalanya saja. Memberi solusi juga percuma. Dia hanya bisa berdoa untuk temannya semoga keputusan yang Abiyasa ambil terbaik untuk dirinya.

Satu jam lamanya mereka bercengkrama hingga akhirnya Fatir harus kembali ke kantornya. Fatir tak bisa lama-lama meninggalkan pekerjaannya jika tidak pekerjaannya akan menumpuk. Abiyasa memaklumi hal itu. Abiyasa juga berterima kasih karena sudah meluangkan waktu untuk menemani dirinya.
Selesai membayar tagihan. Abiyasa hendak keluar cafe. Tapi matanya tertuju pada sosok gadis yang sedang merapikan beberapa berkas buku yang dimasukannya kedalam tas. Abiyasa tidak mungkin salah akan penglihatannya itu. Elvira, gadis yang ia rindukan selama ini.

Abiyasa mengurungkan niatnya keluar cafe yang tadinya hendak pulang kerumah malah tak sengaja bertemu Elvira disini. Dengan perasaan gugup Abiyasa menghampiri meja Elvira yang berada di dekat jendela.

Elvira masih tak sadar akan kehadiran Abiyasa ia masih membereskan sketsanya yang sempat ia tunjukkan pada clientnya. Rara tak ikut serta bersama Elvira. Rara sedang bertemu clien lain dilain tempat.
Mata Abiyasa tak pernah lepas melihat gerak gerik Elvira. Yang sesekali merapihkan anak rambutnya kebelakang telinga. Hingga pada saat mata berwarna coklat itu membulat dengan kehadiran seseorang dihadapannya. Elvira mengerutkan keningnya.

"Elvira." ucap suara berat itu mengalun merdu ditelinganya. Elvira terpaku beberapa saat. Memikirkan apakah orang ini benar yang ada dipikirannya. Satu nama yang meliputi otak Elvira. Yaitu ABIYASA.

"Kakak.... Kak Abiyasa." gumam Elvira agak terkejut ia tak menyangka akan bertemu Abiyasa disini.

Mata merekapun saling beradu pandang . Mengisyaratkan kerinduan yang mendalam. Orang yang selama beberapa puluh tahun meninggalkannya kini dia datang kembali dengan senyuman hangat menyambutnya. Dada Elvira bergemuruh hingga tak tahu harus bersikap seperti apa. Gugup dan juga canggung.

TBC.....

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience