Kau hanya diam, menundukkan pandangan sayumu. Tapi tetap masih tersenyum riang, tanda kebesaran kehormatan. Aku tahu langkahmu gontai, bumi menarikmu, kecewa mengikatmu. Tapi sejak lama aku tahu, tak semua cinta berujung kawin, berujung bahagia yang dinantikan. Ada jurang di antara jalanan, di antara tebing perasaan. Toh kau selalu berkata dalam sajakmu, Aku ini merpati, lambang cinta, lambang setia. Untuk siapa berwangi pandan, berkulit bersih, Mariam . Aku ucap setia.
Dan memang cinta tak terikat apa pun, bahawa lebah tetap mencintai mawar, walau ia hanya sebatas perantara perasaan, ia tahu dan tetap datang. Biarpun alam menentang, ia tetap datang, dan tetap datang. Dan untuk kesekian kali, aku meminta maaf, pada perasaan.
Aku mencinta, dia mencinta. Kami saling berkongsi rasa, bukan hanya sekedar bermanja-manja. Kami telah mengukir janji setia, bukan di antara batang pohon, seperti dalam sinema-sinema. Kami mengukir setia, untuk setiap rasa yang terletak di luar alam nyata. Di alam mimpi kita berjumpa. Dua merpati saling bercumbu, itulah kita. Yang satu saling merayu, yang satu tetap menunggu. Aku dan kamu, Kadeer dan Mariam . Aku akan berkahwin denganmu di luar alam lahir, di alam lain yang, menunggu dan kita akan menyatu.
Share this novel