BAB 3

Romance Completed 102088

Unedited

"Lo kenapa lil? Kok ngelamun gitu gue perhatiin?" Suara Rina menarik Delilah kembali ke dunia nyata.

Rina menyadari kurangnya ke ikut sertaan Delilah dalam pembicaraan mereka. Temannya itu nampak sedang memikirkan sesuatu.

"Bener tuh. Lo kenapa diem aja dari tadi? Mikirin sesuatu?" Seru Dea.

"Lagi mikir kerjaan aja. Biasa si bos. Lo berdua tau kan, gimana atas gue itu." kilah Delilah berbohong.

Gila saja jika ia menjawab "Oh, enggak. Gue lagi mikirin pak Alex. Dia gak ada angin gak ada hujan ngajakin gue nikah. Itu doang."

Delilah bisa membayangkan reaksi yang akan ditunjukan Rina dan Dea jika mendengar Pak Alex mengajaknya menikah. Mereka pasti akan menertawakannya. Bagi mereka, seorang Alexander Williams, salah satu pengusaha ternama di Indonesia tidak mungkin akan mengajak seorang Delilah Valencia, sekretarisnya, menikah. Hal itu sangat mustahil.

Impossible.

"Lo beruntung banget, Lil. Bisa kerja langsung sama Bos kita. Gue, natap muka Pak Alex sedetik aja udah bersyukur banget itu. Apalagi tiap hari ngomong sama dia. Di suruh lembur pun gue mau. Kok bisa ya, ada pria setampan dia? Suaranya, ughhh." Ekspresi Dea membuat Delilah menggelengkan kepala.

Sungguh ironis.

"Ahh, gue lebih milih pak Rafael, temenya bos kita itu. Udah ganteng, baik juga. Sayang dia udah ada yang punya." Muka Rina dibuat seperti sedang patah hati saat membicarakan idolanya.

"Dasar kalian. Kerjaannya cuma mikirin cowok mulu." Delilah tertawa miris dalam hati. Kalau saja mereka tahu.

Rina dan Dea juga merupakan salah satu karyawan Williams Enterprise. Dea di bagian resepsionis dan Rina di bagian Arsip.

Ya, tak bisa dipungkiri Alexander Williams adalah pria yang sangat tampan. Delilah juga punya mata. Dengan wajah dan bentuk tubuh yang layaknya sudah seperti seorang model, ia yakin bahwa penggemar Alex bukan hanya Dea dan Rina saja.

Hitung saja sudah berapa banyak wanita yang dipacari dan dibuat sakit hati oleh atasannya itu. Ia bahkan tidak yakin jika bosnya itu pernah serius dalam berpacaran.

Menjadi sekretaris Alexander Williams tidaklah membuat Delilah mengenal baik atasannya itu. Pembawaan pria itu sangat tertutup dan dingin. Delilah bahkan tidak pernah melihatnya tersenyum. Raut wajahnya selalu sama. Datar.

Jadi ketika ia melihat pak Alex yang sama sekali jarang memperlihatkan emosinya terlihat begitu putus asa tadi, sontak ia terkejut. Dan entah kenapa hatinya melembut dan menjadi sedikit tidak tega.

Tapi belum sehari saja ia menyutujui ajakan gila bosnya itu, Delilah mulai merasa menyesal.

Sumpah, kalau bukan mendengar Pak Williams senior sedang sakit keras, dibayar berapun ia tidak akan mau diajak  menikah oleh Pak Alex.

Delilah berharap bahwa apa yang terjadi di siang hari ini hanya imajinasi atau khayalannya  saja.

Atau mungkin hanya mimpi. Mimpi yang sangat aneh dan sangat tidak menyenangkan.

Atau kalau bukan mimpi, ia sangat, sangat sekali berharap bahwa pak Alex dalam keadaan tidak sadar atau mabuk ketika mengajaknya menikah tadi.

Suara Chris Martin yang berasal dari dalam tas Delilah membuat wanita itu menghentikan makan dan merongoh tas mengambil ponselnya. Nama Alexander Williams terterah di layar ponselnya.

Dahi Delilah seketika berkerut. Ia menarik napas panjang kemudian akhirnya mengangkat panggilan tersebut.

"Ya, Hallo?"

"Kamu dimana?"

'To the point banget pak.' Batin Delilah.

"Saya lagi makan siang di luar, pak. Ada yang bisa dibantu, pak?"

Mendengar nada suara Delilah yang tiba-tiba berubah profesional sontak Rina dan Dea ikut menghentikan kegiatan makan mereka. Penasaran dengan penelpon tersebut.

"Ke kantor sekarang. Cepat. Penting."

"Baik—"

Tut.. Tut.. Tut..

Suara tut, tut, tut, dari seberang menjawab Delilah saat ia baru ingin membalasan ucapan atasannya itu. Singkat, padat dan tanpa menunggu jawaban orang yang di telponnya adalah salah satu hal yang tidak disukai Delilah dari bosnya itu.

'Bos mah bebas.' ledek Delilah dalam hatinya.

Tiba-tiba sebersit kemungkinan singgah di kepalanya. Sebuah senyuman kecil  nampak menghiasi wajah manis Delilah.

'Ah, mungkin si bos ingin membatalkan pernikahan kita. Dia mungkin sudah menemukan wanita yang lebih cocok dari gue untuk dijadikan istrinya.' Batin Delilah optimis.

Ya, mungkin seperti itu.

Sebelum berpamitan, Delilah meminta maaf pada kedua temannya itu karena mendadak harus kembali ke kantornya.

Dengan tergesa-gesa Delilah pun berlari  menuju Williams Enterprise. Untung saja jarak tempat makannya tadi tidak begitu jauh dari kantornya. Setibanya di kantor, jantung wanita itu serasa mau copot. Semua orang tahu bahwa Alexander Williams paling tidak suka dengan kata menunggu. Mau tidak mau Delilah harus berlari karena takut dianggap terlambat oleh bosnya itu. Bekerja dengan Alexander Williams membutuhkan mental seperti baja,tenaga yang kuat dan stamina yang besar. Dan sialnya, hanya satu kekurangannya. Delilah tidak memiliki stamina seperti kuda.

Delilah merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan akibat berlari tadi  lantas dengan kakinya yang panjang berjalan ke arah ruang kerja atasannya itu.

Dia tidak langsung masuk. Ia berdiri di depan pintu ruang kerja Alex kemudian merapikan pakaiannya sekali lagi dan melepaskan ikatan yang ada di rambutnya sebelum akhirnya mengikat rambutnya lagi.

Setelah benar-benar siap, ia pun mengangkat tangannya dan mengetuk pintu ruangan Alex.

Tok. Tok. Tok.

"Masuk," Suara bariton seorang pria dari dalam mempersilahkannya masuk.

Dengan sikap profesional dan dengan penuh percaya diri, Delilah melangkah masuk.Berjalan mendekati atasannya itu.

Alex sedang sibuk membaca sebuah proposal saat sekretarisnya itu masuk. Tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen tersebut, Alex membuka suaranya. "Kosongkan jadwal saya besok siang. Saya akan mengajak kamu melihat eyang besok."

'What?' Teriak Delilah dalam hatinya.

Delilah terkejut. Ini bukan seperti apa yang ia perkirakan.

Lama tidak mendengar balasan dari sekretarisnya, Alex pun mendongak.

"Kamu dengar apa yang saya katakan tadi?"

"Dengar, pak."

"Bagus. Besok siang kita ke rumah sakit." Seru Alex kemudian kembali berkutat dengan pekerjaannya.

"Cepet banget, pak." Ucap Delilah belum siap.

Alex menghiraukan Delilah. Ia meletakan proposal yang dibacanya itu kemudian membuka laptopnya.

Brengsek. Delilah mengutuk Alex dalam hati.

Perasaan menyesal pun mulai melanda  Delilah.

"Maaf pak, sepertinya saya tidak bisa—"

Alex memotong ucapan Delilah sebelum sekretarisnya itu mengatakan kalimatnya. "Delilah,"

"Iya, pak?"

"Kamu sudah setuju. Sebagai seorang yang profesional dalam pekerjaannya, saya harap kamu bisa memegang kata-katamu," tandas Alex menatap Delilah tajam dari tempat ia duduk.

Sialan. Delilah ingin memaki. Ucapan Alex barusan membuatnya tidak bisa berkutik.

"Saya tidak bisa. Saya tidak bisa menikah dengan bapak." Ujurnya cepat memberanikan diri menolak Alex.

Alex mengerutkan dahinya. Dia menatap wanita yang ada di hadapannya ini dengan tatapan tidak senang. Ia tidak suka dengan orang yang tidak konsisten. Namun ia juga sadar kalau apa yang ia minta dari Delilah bukanlah sesuatu yang bisa dengan mudahnya disetujui orang normal. Dan ia mengerti itu.

Alex menghembuskan nafas berat. Kepalanya mendadak terasa sakit. Ia lantas memejamkan matanya kemudian mulai memijat pelipisnya.

Delilah memperhatikan Alex dalam diam. Kelelahan nampak terlukis jelas di wajah tampan bosnya itu.

"Delilah, saya minta tolong sama kamu. Tolong bantu saya sekali ini saja." Pinta Alex memohon sudah membuka mata terlihat putus asa.

Hati Delilah hampir melemah, tapi begitu mengingat bahwa permintaan Alex bukanlah sesuatu yang bisa dibuat main-main, Delilah menguatkan hatinya.

"Saya tidak bisa. Menikah? Itu sesuatu yang besar bagi saya, pak. Dan saya tidak bisa main-main dengan pernikahan saya. Tolong bapak cari orang lain saja. Dengan wajah seperti pak Alex, saya yakin bapak tidak akan kesulitan mencari pangganti saya."

"Wajah seperti saya? Coba jelaskan apa maksud kamu dengan wajah seperti saya?" Ucap Alex dengan ekspresi datar namun sorot matanya nampak menunjukan kegelian.

"Emm, maksud saya, melihat anda yang emm, yang emmm—"

"Tampan, kaya dan sexy?" jawab Alex sembari tersenyum kecil menjawab Delilah.

'Bah, sombong banget lo, Lex.'

Delilah menganga. Tidak berpikir kalau atasannya ini sedikit narsis juga. Oh dan bukan cuma itu saja, atasannya itu ternyata juga bisa bercanda.

Oh, wow.

"Tutup mulut kamu jika tak mau lalat masuk ke dalamnya." Sontak Delilah langsung menutup mulutnya.

'Aduh, Del. Goblok banget sih elo.'

"Nah, itu bapak tahu." Ujar Delilah meneruskan pembicaraan mereka tadi.

"Ya. Saya tahu akan kelebihan saya itu. Mereka tertarik pada saya karena ketampanan dan kekayaan yang saya miliki. Dan hal itulah yang menyebabkan saya sengaja memilih kamu, Delilah. Saya mengajak kamu menikah dengan saya karena saya tahu kamu tidak tertarik dengan saya. Dan meskipun itu sedikit melukai harga diri saya, menurut saya kamu adalah pilihan terbaik saya." Jelas Alex serius.

"Itu alasannya?"

"Itu alasannya. Karena hanya kamu yang saya kenal tidak tertarik dengan saya.  Mencari orang yang tidak tertarik dengan saya tidaklah gampang. Mungkin ada di luar sana. Tapi untuk menemukan wanita itu pasti akan memerlukan waktu. Dan saya sedang terburu-buru. Jadi tolong bantu saya, Delilah."

??????????

Maaf ya kalo banyak kesalahan dan penulisan dan pengetikan. Belum di edit jadi harap di maklumi. Vote dan komennya ditunggu, ya.

Love
Ilz

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience