Diandra masih enggan kembali ke kantor. Hatinya seperti tersayat saat Sandra mengirim pesan berisi foto Rendra bersama perempuan lain. Diandra tersenyum sendiri membayangkan raut wajahnya yang kesal bukan kepalang. Untuk apa dia marah, Diandra menepuk dahinya. Diandra ingat bahwa dia bukan siapa-siapa Rendra.
"Sikapmu aneh, Nak sejak kemarin Ibu tanya kamu nggak jawab", tanya sang ibu.
"Nggak ada. apa-apa, Bu. Diandra cuma penasaran kalau nggak masuk tiga hari kira-kira Dian kena skors nggak ya?".
"Aneh-aneh saja. Sudah kemasi barang-barangmu jangan lupa oleh-oleh untuk Sandra dan bos kamu", ibunya membantu Diandra melipat serta memasukkan dalam ranselnya. Diandra tertawa melihat sikap ibunya yang terkesan disiplin.
Diandra sedikit kesulitan saat akan mengangkat ranselnya ke dalam taksi.
"Balik ke kampus Mbak?", goda supir taksi. Dian tersenyum miring. Memang wajah yang terlihat imut dan tinggi hanya 158 cm membuatnya dikira anak sekolahan.
"Ke terminal ya, Pak", jawab Diandra acuh. Sepanjang perjalanan menuju Diandra hanya diam saja. Penumpang disebelahnya pun sedikit segan dengan sikap Diandra yang terlihat sombong. Ia hanya mencerna pesan Sandra yang diterimanya lewat ponsel.
"Sepertinya Rendra sudah dijodohkan", pesan singkat tapi menyengat dihati Diandra. Ia menghela napas mencoba untuk menata hati saat tiba di kantor nanti.
"Hai, selamat datang kembali", sapa Heni. Ia seorang teman di kost. Diandra tersenyum lepas dan memeluknya. Diandra undur diri untuk beristirahat dikamarnya sebelumnya ia memberikan oleh-oleh untuk semua teman kost.
"Mungkin besok aku harus bersikap wajar saja dan melupakan kejadian itu", tegas Diandra.
Esoknya Diandra sudah siap dimejanya. Ia melihat email apa ada laporan yang harus ia cek. Diandra tersenyum begitu banyak email yang sudah masuk, dengan seksama ia salin dan kirim ke email Rendra. Diliriknya jam tangan yang melingkar di tangan kiri. Terlambat sepuluh menit, batin Diandra. Suara ketukan sepatu membuatnya mendongak dari pekerjaannya. Rendra datang dengan seorang perempuan dan ternyata dia adalah adik kandung sang bos.
Hati Diandra serasa disiram air es, dingin sekaligus lega. Bibirnya merekah seraya menyapa mereka berdua.
"Selamat pagi, Pak. Selamat pagi juga Mbak Rere". Tak hanya sang sekretaris tetapi juga sang pimpinan sumringah membalas sapaan.
"Hari ini pasti berhasil!", pekik Rendra dalam hati.
**
Share this novel