"Kenapa?"
Widya menggeleng pelan. "Harusnya kamu senang dong, ada seseorang yang setidaknya mau merendahkan dirinya untuk mengakui kamu sebagai calon istri."
Ha?
Ini orang nyata kan? Masih napak di bumi? Ada ya yang narsis seperti ini?
Kalian harus tahu, wajah Widya itu saat bicara tadi benar-benar datar, seperti sedang membicarakan cuaca hari ini yang tidak begitu menarik, benar-benar mengesalkan.
"Kamu sehat?"
"Menurut kamu sehat nggak?"
"Enggak."
Lo sakit! geramku dalam hati.
Beberapa detik kemudian Widya tertawa pelan membuat kenyitan di keningku muncul.
Gila ya nih orang? Nggak ada yang lucu padahal.
Kali ini tawanya berganti senyuman tipis dibibirnya. "Jangan kegeeran ya, saya cuma pinjam nama kamu."
"Minjam gimana maksudnya?"
"Ya, gitu, cuma asal sebut."
"Eh, itu bukan asal sebut aja. Secara nggak langsung, kamu udah paksa saya untuk ikut masalah kalian."
Widya mengangkat bahu acuh, "jangan terlalu berlebihan lah mikirnya." Lalu tiba-tiba seringaiannya muncul, "atau kamu memang mengharapkan itu terjadi?"
Apa-apaan sih ini orang?
"Pasti rasanya senang ya, diakui sebagai calon istri dengan orang tampan seperti saya."
Bibir terbuka sedikit, bersiap mengatakan sesuatu, tapi Widya lebih dulu memotongnya. "Tapi maaf, kamu bukan tipe saya."
Share this novel