Dengan cekatan Diandra mencincang bawang putih dan bawang merah. Ia datang setelah subuh dan membawa berbagai macam kebutuhan seperti sayuran, telur dan daging. Diandra tersenyum senang saat membuka kulkas milik Rendra yang sedikit kosong.
Diandra membuka pencarian artikel di Google search. Ia ingin memasak sup. Aha! Ia menemukan beberapa yang sesuai dengan sayuran ia beli. Terdengar suara derap kaki. Dan ternyata Anjani yang baru bangun tidur. Gadis kecil itu terkejut dengan kehadiran Diandra dirumahnya.
Diandra menghampiri dan memeluknya. Entah ada angin apa tiba-tiba saja Diandra ingin mendekap. Anjani tersenyum lebar ia menggerakkan kedua tangannya menanyakan kenapa Diandra dirumahnya dan memakai celemek tantenya.
"Tante Dian mau bikin sarapan", pelan-pelan Diandra mengeja kalimat.
"Anjani, mau?", tanya Diandra. Dengan anggukan mantap gadis kecil itu mengekori Diandra sampai ke dapur dan duduk manis dimeja makan.
Aroma bawang menyeruak saat Diandra membuka tutup panci. Ia mengambil mangkuk kecil lalu ditaruh nasi dan sup.
Anjani bertepuk tangan dan memberikan jempol kanannya pada Diandra. Perempuan itu tergelak sampai-sampai harus menutup mulutnya agar sang penghuni rumah tidak terbangun.
Panggilan Rendra dari arah kamar tidurnya membuat Diandra berjingkat kaget.
"Re!, ke kamar sebentar!", Diandra hanya membatu. Ia benar-benar tak berani datang kekamar bosnya. Diandra mengedikkan dagu pada Anjani, ingin menanyakan pendapat tetapi Diandra lupa kalau Anjani tidak bisa mendengar. Diandra menepuk punggung tangan anak gembul itu pelan. Anjani mendongak, dan melihat Diandra berbicara.
"Dimana Tante Rere?", tanya Diandra.
'Masih tidur dikamar', jawab Anjani menggerakkan kedua tangannya. Ah, anak itu padahal setengah jam lagi Diandra harus mencapai kantornya.
"Rere!, cepat kesini!", teriak Rendra dari dalam kamar kali ini lebih keras dari sebelumnya. Diandra melepas apron dan melangkah mendekat kamar Rendra.
Ia mengetuk pintu dan berkata, "Saya boleh masuk!". Rendra sedikit terperanjat dengan suara berbeda Rere. Siapa dia?, batin Rendra.
"Iya masuk", seru Rendra. Ia merendahkan suaranya dalam mode normal. Diandra membuka pintu dan memberikan senyuman.
Jantung Rendra berpesta pora, kedua netranya berkedip tak karuan. Kenapa dia bisa ada dirumah ini?, pikir Rendra. Apa yang terjadi? Dimana Rere?.
"Maaf saya kesini memang untuk...membantu Bapak", seakan tahu arti pandangan Rendra padanya, langsung saja ia berkata seperti itu.
"Emmm....saya perlu kekamar mandi", Rendra menggaruk tengkuknya untuk menutupi rasa malu. Diandra merasa dibohongi yang ia lihat sekarang tidak persis dalam pikirannya. Kaki Rendra diperban dan di gip. Ia pasti kesakitan, batin Diandra.
"Apa boleh saya mengantar Bapak?", tanya Diandra hati-hati. Rendra mengangguk kecil, Diandra mendekat dan mengulurkan tangannya merangkul Rendra dan membantu dia berdiri .
Dan Diandra beruntung tidak perlu jauh-jauh karena kamar Rendra sudah ada fasilitas kamar mandi. Jantungnya hampir copot saat mencium bau parfum Rendra.
"Sudah saya bisa sendiri, tolong kamu disini saja", pinta Rendra canggung. Diandra mengangguk. Tergopoh-gopoh Rere masuk kedalam kamar Rendra. Ia takjub dengan apa yang ia lihat.
Diandra dan sang kakak kaget dengan kehadiran Rere dikamar. Ingin rasanya Diandra tertelan bumi. Ia melirik Rendra tetapi pria itu hanya menampilkan wajah datar.
Diandra membuka mulut seraya ingin mengatakan sesuatu tapi Rere lebih dulu berbicara, "Kalian berdua benar-benar serasi". Diandra berhenti sampai-sampai Rendra ikut berhenti.
"Saya hanya membantu Pak Rendra", jawab Diandra malu.
"Tak apa Mbak, sekalian belajar untuk jadi istri yang baik", sahut Rere. Diandra merasa Rere sudah kelewatan dalam berbicara. Tapi dengan sadar bahwa Diandra juga menyukai ucapan Rere. Menjadikan kata-kata Rere sebagai doa. Rendra menatap tajam pada Rere. Perempuan centil itu langsung menundukkan kepala.
Diandra merasa tak enak dengan sikap Rendra. Segera saja Diandra memapah Rendra menuju tempat tidur. Diandra berpamitan untuk balik ke kantor.
Rendra menatap kepergian Diandra dan mengembuskan napas ya ada sebagian jiwanya kosong.
"Ciee..ciee..yang jatuh cinta", ejek Rere. Untung saja Diandra sudah pergi jadi tidak mendengar ucapan Rere. Rendra mengacuhkan omongan sang adik dengan tiduran tangan kirinya terangkat menutupi wajah.
"Udah ngaku aja, sampai kapan mau seperti, Bang?", Rere menatap Rendra yang semakin terdiam dan mulai memiringkan badannya mengalihkan pandangannya kearah lemari. Rendra memejamkan kedua matanya dan mulai tertidur.
Rere menghela napasnya dan meninggalkan kamar Rendra. Ia berjalan menuju dapur. Ia melirik Anjani yang tertidur pulas di depan televisi. Lagi-lagi Rere mengembuskan napas.
Sudah hampir dua bulan sejak ia cuti dari kuliahnya dan menemani sang kakak, tiba-tiba saja ia rindu akan kuliahnya. Ia harus bersabar mungkin sebentar lagi ia akan bebas dari rumah ini.
**
Share this novel