BAB 1

Romance Completed 102086

Unedited

"Dasar pria brengsek. Bedebah. Bajingan, tidak berperasaan—,"

Alex hanya menatap datar wanita cantik yang ada di depannya ini. Sama sekali tidak merasakan apa-apa atas ucapan, atau makiannya. Ha, makiannya itu sudah biasa ia dengar. Bukan hanya wanita ini saja yang sudah pernah memakinya. Banyak yang sudah duluan melakukannya. Bahkan ia pernah mendengar yang lebih buruk lagi dari apa yang diucapkan wanita satu malamnya ini.

"Kamu sudah selesai? Kalau sudah, pintunya ada di sebelah sana." Sahutnya seenaknya sembari membersihkan telinganya dengan jari  tanpa memperdulikan raut wajah Emeli, Erika, atau Erina yang kini sudah merah padam.

Persetan dengan namanya.

"F*ck you!" Teriak wanita itu.

Alex menghembuskan nafas berat. Amukan dan reaksi seperti ini sudah ia perkirakan. Setiap wanita yang melakukan one-night-stand dengannya, reaksi mereka selalu sama dengan apa yang Erina tunjukan sekarang. "Just go, Erina." Ujarnya lemah.

Serius? Apa yang mereka pikirkan? Demi Tuhan, ia melakukan ini, cinta satu malam,  bukan karena menyukai mereka dan ingin menjalin hubungan dengan mereka. Tak ada pria yang mencari pasangan hidupnya dengan melakukan cinta satu malam. Cinta satu malam bagi para pria itu hanya untuk memuaskan nafsu keinginan mereka. Dan hanya wanita bodoh dan naif yang berkhayal kalau cinta satu malam akan berujung bahagia.

Tolong jangan salahkan Alex. Ini murni karena ia pria seutuhnya. Kami para pria memiliki kebutuhan. Dan wanita bisa membantu kami memenuhi kebutuhan itu.

"Kamu... Kamu.. Dasar pria tidak tahu diri. Brengsek. Sialan.  Nama aku bukan Erina tapi Amanda. Amanda.." Amanda menjelaskan namanya dengan penuh penekanan.

"Ya, Erina, Manda. Terserah kamu saja. Dan ku katakan sekali lagi, jika kamu sudah selesai tolong tinggalkan kamar ini. Terima kasih. Kamu tidak begitu buruk semalam." Alex tersenyum nakal saat mengingat kejadian semalam.

Ya, menurutnya Amanda tidak begitu buruk. Wanita itu sepertinya meninggalkan bekas cakaran di punggung Alex. Jika diberi nilai, angka delapan adalah nilai yang bisa diberi Alex untuk performa wanita itu. Oh, dan Alex tidak menyesal bertemu dengan Amanda di kelab semalam.

"Brengsek. Amanda. Namaku Amanda." Teriak Amanda menjelaskan namanya sekali lagi kemudian mengangkat jari tengahnya dan meninggalkan Alex sendirian di kamar hotel.

Alex menggelengkan kepala akan tingkah perempuan itu. Sungguh ironis. Setiap wanita yang melakukan one-night-stand dengannya selalu berpikir bahwa hubungan mereka bukan hanya sekedar cinta satu malam saja.

Maaf saja, tapi ia bukan tipe pria yang percaya dengan namanya cinta. Hanya pria bodoh yang percaya dengan hal seperti itu. Dan sudah pasti dia tidak termasuk dalam kategori itu.

Wanita juga mendekatinya karena ada alasannya. Selain dianugerahi wajah yang tampan, postur tubuh yang atletis, ia juga dianugerahi Tuhan dengan otak yang cerdas.

Yup, otak ini membawanya menjadi salah satu pengusaha terkaya di Indonesia. Waktu perusahan Ayah bangkrut, keluarga Alex sangat terpukul. Hal itu membuat Ibu yang sosoknya sangat menyanyangi keluarganya berubah menjadi sosok Ibu yang tidak ia kenal. Ibunya meninggalkan ia dan Ayah seorant diri  karena tidak ingin hidupnya berakhir di jalanan.

Sialan. Wanita seperti itu tidak layak menjadi seorang ibu. Batin Alex. Mengingat itu membuat ia marah, kecewa dan sedih.

Cinta hanya membawa luka dan sakit. Lebih baik ia tidak merasakan namanya cinta jika cinta itu bisa membuat orang terluka seperti ini.

Kepergian wanita itu membuat ayah jatuh sakit. Alex yang dulu kerjanya hanya tau hura-hura, bersenang-senang menikmati dan menghabiskan uang dari orangtuanya, akhirnya turun tangan membantu ayah.

Alex belajar dengan keras. Ia yang semula ingin menjadi fotografer harus melepaskan mimpinya untuk membantu perusahan Ayah.

Untung saja Ide-ide yang keluar dari kepalanya  tidak begitu buruk hingga bisa membantu  kebangkitan perusahan keluarganya. Perusahan yang dulunya fokus di bidang tekstil dan furnitur merambah luas ke bidang elektronik. Semua jerih payah dan usaha keras akhirnya membuahkan hasil.

Perusahan ayah bangkit lagi dan menjadi lebih besar dari sebelumnya. Alex berani bertaruh bahwa wanita itu pasti menyesal begitu mengetahui bahwa perusahan ayah tak lagi bangkrut.

Dan sudah pasti alasan para wanita mendekatinya karena dirinya memiliki semuanya. Sayang sekali ia tidak pernah merasakan sesuatu atas mereka. Sampai sekarang, ia tidak pernah bertemu dengan wanita yang tidak memiliki motif begitu mendengar namanya.

Tok.. tok.. tok..tok..

"Masuk" Ucap Alex tanpa mengalihkan pandangannya dari laporan perusahan yang sedang berada di tangannya.

"Pak Alex, Ayah anda.. Maksud saya, Pak Williams ingin bertemu dengan anda. Beliau sedang berada di luar." Delilah, sekretaris pribadinya mengatakannya dengan suaranya yang lembut.

Alex mengangkat pandangannya dan menatap wajah Delilah. Berusaha mencerna apa yang baru saja keluar dari bibir manisnya itu.

Pak Williams. Ayahnya ingin bertemu dengannya? Ia mengerutkan dahi. Bingung dengan kedatangan ayah yang begitu tiba-tiba. Biasanya Dean akan menelpon putra semata wayangnya itu terlebih dulu jika ingin menemuinya.

Untuk apa beliau kemari? Dia jarang sekali mengunjungiku di perusahan. Alex bertanya dalam hatinya. Bingung.

"Emm, Pak Alex. Apa yang harus saya lakukan? Apa.." Suara Delilah menarik perhatiannya kembali.

"Tolong suruh masuk saja." Delilah mengangguk, berbalik kemudian berjalan menuju pintu. Alex menatap bokong sekretarisnya yang sexy. Mata memang di pergunakan untuk melihat. Apalagi jika pemandangan itu sesuatu yang indah. Jadi jangan salahkan dirinya jika ia melihat bokong sekretarisnya. Tapi tenang saja, dia bukan tipe Alex.

Dia akui, Delilah memiliki bentuk tubuh yang sangat ingin dimiliki para wanita. Tubuhnya itu merupakan fantasi para pria. Sayang saja, kacamata tebal selalu menghiasi wajah mungilnya. Rambutnya juga tidak pernah di gerai. Alex bahkan tidak pernah melihat sekretarisnya itu berpakaian sexy seperti yang biasa dipakai oleh mantan sekretarisnya dulu.

Delilah juga tidak terlihat tertarik kepadanya. Dia tidak pernah menggoda Alex seperti yang dilakukan mantan-mantan sekretarisnya dulu. Meskipun mereka berpura-pura tidak sengaja melakukannya, Alex bukan pria bodoh. Dia sama sekali tidak percaya. Berhubung Alex seorang pria baik hati, tidak ingin usaha mereka terbuang sia-sia dan tidak ingin mengecewakan mereka, ia pun mengikuti permainan mereka. Dan ujung-ujungnya, permainan mereka itu berbuntut pemecatan mereka. Alasannya karena mereka melalaikan tugas mereka sebagai sekretarisnya.

Namun sekretarisnya ini membuat Alex sedikit bingung tapi juga sangat berterima-kasih karena sudah bekerja dengan sangat baik dan  profesional.

Jujur saja. Delilah adalah satu-satunya sekretaris yang bertahan bekerja dengan Alex selama dua tahun. Dua tahun merupakan waktu yang lama. Dia sekretaris yang saat ini paling lama bersama Alex. Biasanya para sekretarisnya hanya bertahan sampai dua bulan saja sampai lima bulan saja. Atau jangan-jangan alasan sekretarisnya itu tidak pernah menggodanya karena dia seorang.....

"Kamu mikirin apa?" Suara bariton dari Dean Williams membuyarkan lamunan putra satu-satunya itu.

Alex mengerjapkan mata terkejut dengan keberadaan ayahnya.

"Serius sekali muka kamu, Lex. Mikirin apa?" Tanya ayah sekali lagi.

Alex berdeham. "Nothing."

Tidak ada kepala gundulmu. Ya, ia sempat berpikir bahwa ketidak-tertarikan Delilah kepadanya ini karena wanita itu tidak menyukai lawan jenis. Kalian tahukan maksunya? Maksud Alex, sekretarisnya itu begitu karena lebih memilih sejenisnya atau perempuan dari pada laki-laki.

Ayahnya hanya mengangguk, tapi tidak terlihat percaya dengan ucapan Alex.

"Gak biasanya ayah datang tanpa nelpon aku dulu? Ada gerangan apa sampai seorang Dean Williams mengunjungiku seperti ini?" ujar Alex bercanda.

"Apa gak boleh ayah bertemu dengan anaknya sendiri? Anak yang udah gak pernah lagi ngunjungin ayahnya." Ucap ayah dramatis.

"Ayahkan tahu aku sibuk banget. Gak bisa sering-sering jenguk ayah. Ayah lupa bulan lalu aku ke rumah ayah?"

"Kamu dengar apa yang baru saja kamu katakan? Bulan lalu. Bulan lalu, Lex. Kamu menemui ayah bulan lalu dan sampai sekarang gak pernah hubungi ayah. Kamu gak ingin tahu kabar ayah? Ayah bahkan hanya melihat wajahmu, anak ayah satu-satunya lewat tabloid dan internet saja. Dan itu sangat memalukan. Ayah malu lihat kamu tiap kali dikabarkan selalu ditemani wanita yang berbeda-beda. Dan pacar-pacar mu itu, semua gak ada yang benar. Lihat umurmu, Lex. Kamu sudah tua. Sudah waktunya menikah. Tolong cari perempuan yang baik dan bisa bahagian kamu. " Ucap ayah panjang lebar tanpa berhenti. Alex sampai heran ayahnya tidak kehabisan nafas.

Alex meringis menatap ayahnya. Ayah dan Eyang memang ingin ia menikah secepatnya. Tapi menurut Alex umurnya masih tergolong muda. Ayah saja yang berpikir kalau ia sudah tua. Dan Alex lebih memilih hidup sendiri  daripada terluka seperti Ayahnya.

Dia tahu ayah belum melupakan wanita itu. Alex sempat melihat ayah menangis ketika melihat foto wanita itu. Ia bahkanbtidak berpikir bahwa ayahnya masih menyimpan foto wanita itu. Bagi Alex, semua kenangan indah bersama wanita terkutuk itu sudah lama  tergantikan dengan kenangan yang gelap dan berduri.

Alex menarik nafas panjang dan menghembuskannya dengan pelan. Mengingat wanita itu membuat luka di hatinya terbuka. Hatinya sakit. Sakit yang ia rasakan membuat  Alex mengepalkan tangannya erat.

"Umur aku baru 28 tahun dan aku gak akan menikah." Tegasnya datar dan dingin. Tatapan Dean melembut.

"Alex jangan biarkan apa yang terjadi pada ayah membuat kamu menutup hatimu. Kamu berhak bahagia dan jatuh cinta, nak. Cinta bisa membuat orang bahagia,"

Sontak Alex berdiri dan memelototi ayahnya.  Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Omong kosong. Cinta juga bisa buat orang gak berdaya. Aku gak perlu  itu. Cinta, huh? Cinta gak bakalan membuatku bahagia. Jika jatuh cinta akan membuatku seperti ayah, aku lebih baik gak pernah jatuh cinta. Lihat saja apa yang terjadi pada ayah. Cinta membuat ayah tidak berdaya. Cinta membuat ayah terluka. Dan ayah ingin aku jatuh cinta? Tidak! Terima Kasih." Teriaknya penuh emosi. Ayahnya menatapnya sedih.

"Alex, Ibu kamu.." Tatapan yang ia berikan kepada ayah saat ini membuat ayahnya tidak meneruskan ucapannya.

"Dengar Alex, ayah kesini ingin memberitahu kamu kalau eyang masuk rumah sakit lagi. Dan dokter mengatakan bahwa hidupnya gak akan lama lagi,"

Brukk.. Alex jatuh terduduk di kursi. Eyang.

Ini gak mungkin. Bukannya eyang udah sehat? Batin Alex.

Alex merasa tidak bisa bernafas, perutnya merasa mual. Selain ayahnya, ia paling dekat dengan eyangm

"Kamu gak papa, Lex?" Tanya Dean khawatir.

"Ma.. Maksud ayah apa? Aku kira penyakit eyang sudah.. sudah sembuh."

"Ya, penyakit jantungnya memang sudah sembuh. Tapi, penyakit diabetnya kambuh lagi dan lebih buruk dari sebelumnya." Jelas ayah tertunduk. Suara ayah sangat pelan dan sedih.

"Eyang di mana sekarang?" Tanyanya cepat ingin bertemu.

"Di rumah sakit tempat biasa eyang di rawat."

Dengan cepat ia langsung mengambil kunci mobil yang tergeletak di atas meja dan keluar meninggalkan ayah yang masih berdiri menatap kepergiannya dengan penyesalan dan kesedihan di wajahnya.

***

"Alex, wajah kamu kenapa ditekuk begitu?" Eyang tersenyum lemah menatap Alex sembari berbaring di ranjangnya.

"Aku gak papa, eyang. Eyang gimana? Eyang baik-baik aja, kan? Kenapa sakit lagi? Bukannya kemarin udah baikan?" Wajah cemas Alex membuat Sean, eyang Alex mendesah dalam hati.

"Eyang baik-baik aja. Kamu pasti sudah mendengar semuanya dari ayahmu, kan? Penyakit diabet eyang kambuh. Ini sudah biasa bagi eyang yang umurnya udah kepala delapan, Lex." Eyang tersenyum lembut berusaha menguatkan Alex. "Kamu bakalan baik-baik aja, Lex. Cucu Eyang kuat. Eyang tau itu." Tambah Eyang berusaha menghiburku.

"Eyang kok ngomong begitu, sih?"

"Eyang hanya pengen kamu tau kalau eyang sayang sama kamu."

"Aku juga sayang eyang. Tapi aku gak akan baik baik-baik saja. Eyang tahu kalau aku gak akan baik-baik saja mengingat penyakitku ini." Alex tertunduk sedih.

"Gak, Alex. Eyang tau kamu akan baik-baik saja. Cucu eyang orangnya kuat." Suara Eyang terdengar begitu yakin. Tapi orany yang berusaha diyakinkannya sama sekali tidak merasakan hal itu.

"Alex?"

"Kenapa, eyang?"

"Bisakah eyang minta sesuatu sama kamu?"

"Tentu saja. Apapun yang eyang inginkan, Alex akan berusaha memberikannya."

"Benar yang kamu katakan?" Kilatan kecil yang muncul di mata eyang sesaat menyebabkan Alex sedikit merasa curiga. Entah kenapa perasaannya merasa tidak enak.

"Benar eyang."

"Apapun itu?"

"Apapun yang eyang pengen."

"Kamu gak bakalan narik kata-katamu, kan?"

"Gak akan, eyang."

"Eyang pegang kata-katamu, Lex."

Tanpa Alex sadari ia ternyata masuk ke dalam perangkap eyangnya.

"Pasti. Aku akan melakukan apapun buat eyang."

"Oke. Eyang mau kamu menikah. Menikahlah, Alex. Eyang ingin melihat cucu eyang menikah sebelum eyang pergi." Kata-kata Eyang membuat ia tidak bisa berkata-kata.

Alex ingin menolaknya tapi ia sudah terlanjur berjanji pada eyang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Jujur saja dia tidak tahu kalau permintaan eyang akan seperti ini. Sialan. Dia tidak ingin menikah.

Kepala Alex kacau. Permintaan eyang ini tidak bisa ia turuti. Baru saja ia akan memberi alasan menolak permintaan eyang, eyangnya sudah terlebih dulu mendahuluinya. " Akan ada orang yang selalu menemani dan menjaga kamu jika kamu menikah, Alex. Dan itu membuat eyang tenang. Jadi, tolong menikahlah. Cuma itu yang eyang minta dari kamu." Jelas Eyang. Dari tatapannya, Alex tahu bahwa eyang sangat menyayangiku. Dan itu beliau lakukan karena dia tidak mau melihat cucu kesayangannya sendirian.

Alex mendesah. Ia tak ingin membuat eyang bersedih dan satu-satunya cara untuk menyenangkan eyangnya itu yaitu hanya dengan cara mengabulkan permintaannya itu.

"Oke eyang, aku bakalan nikah."

***

Kata-kata eyang terus terputar di kepalanya bagaikan rekorder yang tak mau berhenti. Kepalanya sakit akibat permintaan dadakan dari eyang. Menikah? Omaigad. Punya kekasih saja Alex tak punya. Bagaimana ia harus menikah? Dan siapa juga yang harus ia ajak untuk menikah? Tidak mungkin mantan pacarnya, kan? Gila saja.

"Selamat pagi pak, Alex. Laporan rapat kemarin sudah saya taruh di meja bapak." Suara Delilah membuat Alex yang tadinya sedang menuju ruangannya menghentikan langkahnya.

Alex memandangi wanita itu lama dan akhirnya mulai memperhatikannya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Sekretarisnya terlihat seperti wanita biasa pada umumnya. Tidak terlalu cantik namun tidak terlalu jelek juga.

Ekspresi wajahnya terlihat selalu sama. Datar, tanpa emosi. Alex tidak bisa membaca pikiran Delilah. Tiba-tiba ucapan eyang kembali menghampirinya. Sesuatu terbesit di kepalanya.

Ya, ini dia solusinya.

"Delilah, menikahlah denganku."

"Apa?" Ucapnya lantang, bingung dan terkejut. Baru kali ini Alex melihat emosi lain selain poker face wanita itu di wajahnya dan itu membuat Alex tersenyum kecil.

"Let's get married."

??????????

Share this novel

AZIMAH AT
2021-09-17 10:35:49 

menyesal baca... penghujung nya


NovelPlus Premium

The best ads free experience