Malam ini, tepatnya pukul 9 malam, aku hanya ditemani oleh sesuatu yang bersinar dan terkadang membuatku letih melihatnya, yap, ialah laptopku. Oh iya, perkenalkan namaku Kalila Catherine, biasa dipanggil Kalila oleh teman-temanku. Aku adalah seorang mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Bandung.
Aku anak pertama dari tiga bersaudara. Adikku yang pertama seorang laki-laki, namanya Fadel Alvaro. Sedangkan adikku yang kedua seorang perempuan, namanya Gladys Vania.
Ibuku adalah seorang dokter gigi yang buka praktek di rumah. Sedangkan ayahku adalah seorang pengusaha makanan khas nusantara di daerah Dago.
Kegiatanku setelah pulang kuliah biasanya melanjutkan cerita yang sedang aku buat sekarang. Tidak tahu nanti, kalau aku ingat yang lain pasti akan aku ceritakan.
"Lagi banyak tugas ya, Nak?" tanya Ibuku mengintip dari pintu saat aku mengetik ini di kamar
"Nggak, Mah. Lagi ingin bikin cerita aja, he he he"
Oh iya, sebelum aku ke pokok cerita, aku akan menceritakan terlebih dahulu sedikit mengenai keluarga kecilku.
Ibuku, orangnya perhatian dan mungkin termasuk salah satu ibu yang paling hebat di dunia. Sesibuk apapun dia, pasti selalu ada untuk anak-anaknya. Meskipun terkadang suka pelit! Ha ha ha. Tapi aku tetap sayang padanya.
Ibuku, dokter gigi yang sangat menyukai kentang goreng. Pernah saat itu ibuku berulang tahun dan aku membelikan ibuku beberapa kotak kentang goreng siap saji. Karena kata ibuku, dirinya tidak terlalu menyukai kue. Ibuku pun sangat senang menerimanya.
Kalau ayahku, dia jarang berada di rumah. Lebih sering menginap di rumah yang satunya. Dekat dengan restoran, supaya lebih mudah untuk memantau kegiatan di restoran katanya. Walaupun jarang di rumah, komunikasi tetap berjalan diantara kami. Setiap hari ayah selalu mengabari bagaimana keadaan restoran dan juga hal lucu apa yang dia alami.
Ayahku sebelum menjadi seorang pengusaha, dia pernah bekerja sebagai chef. Mungkin karena tidak betah, ayahku memutuskan untuk membuka restoran sendiri. Dan bersyukur, sekarang restoran tersebut akan buka cabang baru di kota Bogor. Bagiku, ayahku adalah seorang laki-laki yang tak pantang menyerah untuk menggapai apa yang diinginkannya.
Pesan dari ayahku yang selalu aku ingat adalah selalu berpikir positif dan selalu berdoa sebelum berusaha.
Fadel Alvaro, adikku yang laki-laki, usianya beda satu tahun denganku. Sekarang dia sudah kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan menghadapi yang namanya Ujian Nasional.
Hobinya adalah bermain gitar. Mungkin menurun dari kakekku yang seorang musisi pada zamannya. Alvaro sering mengikuti perlombaan band di sekolah dan terkadang bandnya menang.
Dua bulan lalu aku minta kepadanya untuk mengajariku cara bermain gitar, tapi dia bilang kalau aku tidak memiliki jiwa seni. Hmm, memang sih, aku kurang tertarik terhadap seni. Tapi setiap kali aku melihat Alvaro bermain gitar, rasanya aku ingin ikut juga. Akhirnya saat hari Minggu, aku menyempatkan diri ke toko alat musik untuk membeli gitar, sebenarnya aku kurang mengerti memilihnya, tapi apapun yang aku suka aku beli.
Saat sampai di rumah, aku lihat Alvaro sedang bermain gitar di ruang tamu.
"Wah, gitar siapa tuh? Baru ya?" tanya Alvaro
"Gitarku, dong. Bagus nggak?"
"Hmm, coba sini aku liat"
Alvaro mengecek gitarku dan coba memainkannya.
"Bagus, berapa kakak belinya?"
"Satu" jawabku senyum
"Maksudku, berapa harganya?"
"Satu milyar" ucapku meledek
"Hmm, iya deh. Boleh aku pinjam?"
"Nggak boleh! Ajarin dulu aku main gitar"
"Yakin nih mau belajar gitar?" tanya Alvaro ragu
"Yakin, dong! Kan aku udah beli gitarnya"
"Oke aku ajarin, pertama belajar kunci-kuncinya dulu"
Akhirnya Alvaro pun mengajariku bermain gitar. Ternyata lumayan sulit juga, tak seperti yang aku bayangkan. Pernah aku tanya padanya siapa yang mengajari dirinya bermain gitar? Alvaro menjawab kalau dia belajar dari teman-temannya.
Kira-kira sebulan lamanya aku belajar untuk menguasai sebuah gitar. Bersyukur, tak sia-sia keinginanku, aku sudah bisa membawakan beberapa lagu. Terkadang, aku berduet dengan Alvaro dan Gladys yang jadi penyanyinya. Senang rasanya memiliki adik yang sekaligus bisa menjadi guru seni bagiku. He he he.
Gladys Vania, sekarang duduk di kelas 1 SMA. Adikku yang perempuan ini hobi sekali bernyanyi. Kakekku sering mengajari Gladys bernyanyi saat kami main ke rumahnya. Gladys pernah meraih juara 1 lomba menyanyi tingkat kota. Terkadang aku bingung, apakah hanya aku yang tidak pernah mengikuti perlombaan di bidang seni?
Hmm, tapi seingatku sih, pernah. Kalau tidak salah, waktu aku TK. Lomba menari secara berkelompok. Sejujurnya, aku lebih tertarik ke hitung-hitungan. Aku sering mengikuti lomba cerdas cermat antar sekolah. Dan beberapa kali memenangkan acara tersebut. Saat aku tanya pada Gladys apa cita-citanya nanti, dengan semangat dia menjawab ingin menjadi seorang penyanyi.
Rencananya dia ingin mengikuti salah satu ajang pencarian bakat di televisi, tapi aku menasihatinya supaya fokus belajar di sekolah dulu. Jika sudah lulus dengan nilai yang memuaskan, baru boleh diizinkan. Gladys pun menuruti nasihat yang aku berikan padanya.
Share this novel