5. Sakitnya Malam Pertama

Romance Series 22809

ACELINE sudah mengganti gaunnya dengan lingerie tipis, pemberian dari ibu mertuanya "Oh god, haruskah aku memakai kain tipis ini?" Tanya Aceline, pada dirinya sendiri Seraya duduk di bangku meja rias.

"Huh, ini malam pertamamu Aceline. Kau tidak boleh ngecewakan." dia meyakinkan dirinya sendiri, Aceline berjalan menuju kamar. Wajahnya memerah melihat sang suami sedang duduk di sofa depan ranjang. Matanya mengamati Aceline dengan intens.

"Apa aku, terlihat aneh?" Tanya Aceline pelan, Arvin tersadar dari pesona alami istrinya itu.

"Kau tau, aku menerima pernikahan ini karena paksaan?" Tanya Arvin to the poin, Aceline mengangguk lemah. Seketika ruangan itu menjadi dingin dan mencekam.

"Lalu, kenapa kau mau menerimanya? Bukannya kau punya pacar? Kenapa kau tidak menikah dengan pacarmu?" Aceline menatapnya dengan bingung, Arvin meletakan beberapa lembar foto dimeja yang ada di hadapannya.

Aceline mendekat dan sedikit menunduk, mengambil lembaran kertas itu. Membuat mata Arvin melebar. Wajahnya memerah, dan dengan sepontan dia mengalihkan pandangannya dari dada Aceline yang mengintip, dari lingerie tipis yang wanita itu pakai.

"Ah, ini bukan pacarku, dia Rafa teman satu kampusku dan Leonna." jelas Aceline dengan wajah polosnya, Arvin beberapa kali mengerjapkan matanya. Tidak ada kebohongan di wajah Aceline. Wanita itu jujur.

"Tapi, aku punya." Beritahu Arvin dengan dingin, Aceline terdiam. Wajah kagetnya terlihat seperti orang bodoh, pikir Arvin.

"Maksudmu?"

"Aku punya kekasih yang aku cintai, dan aku berencana menikahinya setelah dia lulus kuliah." jantung Aceline serasa mencelos ke perut, kejujuran Arvin begitu menyakitkan untuk malam pertamanya.

Apa ini, keindahan malam pertama?

"Bagaimana?" Arvin menatap Aceline dengan tatapan dingin tak berperasaan.

"Hmmm?" Aceline belum tersadar dari lamunannya, dia masih mencerna semua kata-kata pria itu.

"Bagaimana? apa kau akan mempertahankan pernikahan yang tak kita inginkan? aku punya kebahagiaan kusendiri, kau dan pernikahan ini tidak pantas merebutnya." Tukas Arvin, ada rasa nyeri di dadanya mendengar kata-kata itu.

"Tapi kita baru menikah hari ini, tidak beg..."

"Aku tidak bilang akan menceraikanmu sekarang, tapi setelah 6 bulan pernikahan ini." potong Arvin, Aceline hanya terdiam mendengarnya

Haruskah aku mengiyakan perkataannya?

"Aku tidak akan menyentuhmu, kau juga tidak boleh ikut campur urusanku. Dan kau bukan siapa-siapa untukku, jadi jangan pernah menceritakan pernikahan ini." Setelah mengatakan kata-kata pedas itu, Arvin beranjak dari sofa tempat duduknya.

"Oh iya, jangan pernah pakai baju sialan itu di hadapanku. Aku tidak tertarik." Dia berbohong, karena saat ini detak jantungnya sulit untuk dikendalikan. Pemandangan tubuh putih nan bersih itu, membuat darahnya bergejolak.

"Baik, Tuan Peterson." Aceline menunduk, dan bergegas menuju kamar ganti. Dia mencari baju yang pantas untuk dia pakai tidur.

"Ah ini saja." gumamnya, dia memakai sweeter rajut yang lumayan kebesaran dan panjangnya, lebih panjang dari lingeri yang ia pakai.

Arvin terdiam, melihat Aceline yang datang kembali dengan sweeter yang menutupi tubuhnya.

Dia sangat penurut, lebih gampang membuatnya menyerah.

"Maaf ,aku tidak bawa baju tidur jadi.." Aceline terdiam melihat tatapan dingin dari Arvin.

"Baiklah aku tidur di sofa, kau tidak mungkin mau tidur bersamaku kan?" lanjut Aceline seraya mengambil posisi yang enak di sofa.

Arvin tidak menyuruhnya untuk tidur di ranjang, dia membiarkan seorang wanita tidur di sofa. Hatinya terus meruntuki, tapi mulutnya seakan bisu.

PAGI telah menjelang, matahari pagi sudah mengintip dengan malu di sela gorden kamar. Aceline mengerjapkan matanya, seraya meregangkan otot-otot tubuhnya yang sedikit pegal karna tidur di sofa.

"Cepat bangun, aku tunggu di balkon untuk sarapan." perintah seorang pria, yang baru keluar dari kamar mandi. Aceline mengerjapkan matanya beberapa kali.

Tanpa mengeluarkan suara, Aceline berdiri dari duduknya. Lalu berjalan menuju kamar mandi.

Aceline sudah mengenakan dres selutut berwarna pastel, ia berderap pelan menghampiri Arvin yang sudah menunggu di balkony hotel.

"Cepatlah kau membuatku menunggu."

Aku tidak memintamu untuk menunggu!

Mereka makan dengan hening. Arvin terus menatap lurus, seraya mengunyah rotinya. Sedangkan Aceline sesekali menyuri pandang, untuk menatap pria di sampingnya itu.

"Jangan terus memandangku, aku merasa mual." tukas Arvin, seraya menatap Aceline dengan tajam

Dada Aceline serasa di remas dengan kuat, entah sebenci apa pria di sampingnya ini. Mungkin rasa bencinya tidak bisa di ukur, karna dia merelakan kebahagiannya demi memenuhi perjodohan konyol ini.

****

HARI ini mereka pulang kerumah Arvin, sudah ada seorang pembantu dan Ibu Arvin yang sedang memasak di dapur. "Hai pengantin, kalian sudah pulang?" Tanya Jane dengan wajah berseri.

"Aku ingin mandi dulu, Mam." Pamit Arvin. Ia enggan menjawab pertanya-pertanyaan, yang hanya menambah pusing di kepalanya. Dan itu pasti dilakukan ibunya jika ia tak cepat-cepat menjauh.

"Masak apa Mam, ada yang bisa kubantu?" Tanya Aceline, dia berjalan menghampiri Ibu mertuanya itu yang masih sibuk memasak di dapur.

"Tak ada yang harus kau bantu, sayang, semua sudah selesai. Sekarang kau ganti baju, kita akan makan malam sebentar lagi. Ayo cepat."

*****

ARIANNA KATE PETERSON menunggu dengan gusar, di ruang tunggu bandara. Dia terus menunggu Asisten kakaknya yang diperintahkan untuk menjemputnya.

Tapi yang ditunggu, sudah satu jam tak kunjung datang. Ia bersumpah, akan menyincang pria itu jika datang nanti. Tak lama setelah pikirannya tentang apa yang akan ia lakukan pada pria itu nanti. Suara barinton terdengar di dekatnya.

"Maaf nona, aku terlambat, tadi ma..."

"KUBUNUH KAU MARK, AKU MENUNGGUMU SATU JAM LAMANYA, kemana saja kau?" Tanya Arianna kesal, Mark menelan salivahnya dengan susah payah. Tidak Adik, tidak Kakak mereka berdua sama saja, menyeramkan.

Setelah semua barang-barang Arianna masuk kedalam bagasi mobil, mereka dengan segera meninggalkan bandara. Mark sesekali melirik Arianna melewati kaca sepion yang ada di tengah.

"Apa yang sedang kau lihat, Mark?" Tanya Arianna, walau matanya terpejam. Dia bisa merasakan kalau pria itu terus menatapnya.

"A-aku sedang mengucak mataku, nona." Jawaban yang tak masuk akal, pikir Arianna.

"Berhenti menatapku, atau kucolok matamu itu." Mark mengangguk tanpa bersuara, dia kembali memfokuskan pandangannya kejalan.

Arianna, memasuki rumahnya dengan cepat, meninggalkan Mark yang kerepotan dengan barang bawaannya.

"Mama, aku pulang." Pekik Arianna, membuat semua orang yang ada di meja makan menatapnya.

"ARIANNA." pekik sang Ibu senang, mendapati Putri bungsunya sudah datang. Arvin tersenyum menatap adiknya tampak sehat, datang kerumah lagi. Senyum Arvin tak luput dari perhatian Aceline. Aceline ikut tersenyum, saat melihat adanya senyum di bibir suaminya itu.

Dan dia sangat berharapan, akan lebih banyak lagi senyum yang terukir di bibir itu karenanya. Semoga.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience