Late

Drama Series 387

26 Juli 2017

Gak ada yang harus aku istimewakan di hari ini. Sama seperti hari-hari sebelumnya, hari ini menjadi hari kesialan setelah kemarin tidak masuk sekolah. Hari ini Mama bangun kesiangan, otomatis aku juga begitu karena setiap hari aku tidak bisa bangun sendiri.

Intinya pagi ini kalang kabut. Sampai kunci motor emergency tertukar dengan kunci mobil yang biasanya digunakan untuk mengantar ku sekolah. Kenapa disebut motor emergency? Karena motor itu akan keluar disaat kondisi seperti ini, kesiangan.

Bekal sekolah ku juga nyaris ketinggalan. Sepuluh meter perjalanan dari rumah Mama baru ingat bekal ku yang sudah di siapkan Mama masih di meja dapur. Aku sudah bilang ke Mama untuk melupakan bekal itu karena ini sudah jam berapa? Tapi Mama menolak dengan alasan yang selalu di ucapkannya bila aku malas membawa bekal sekolah 'kamu gak kasihan sama Mama yang udah bangun pagi siapin makanan buat kamu?'

Bukan masalah kasihan atau gak di hargain, bukan itu. Masalahnya gerbang sekolah akan di tutup 10 menit lagi. Perjalanan dari rumah ke sekolah kalau pakai mobil sekitar 20 menit tanpa macet, kalau pakai motor ya lumayan hemat waktu 5 menit.

Kalau ngebut? Bisa hemat 7-10 menit dibandingkan menggunakan mobil pribadi. Ini lagi harus balik lagi ke rumah cuman ambil kotak makan isinya cuman roti bakar. Habis lah riwayat ku jadi murid baru dengan penghargaan awal si tukang terlambat.

Tanpa penolakan dari pada berlama-lama lagi di jalan karena debat dengan Mama tentang bekal sekolah, aku mengiyakan saja untuk balik ke rumah.

Oke, alhasil aku sekarang tepat di depan gerbang, dengan beberapa murid yang terlambat menunggu gerbang di buka setelah doa bersama memulai pelajaran. Sial seribu kali sial.

5 menit aku menunggu setelah doa memulai pelajaran selesai, pintu gerbang sekolah gak juga di buka-buka. Sampai akhirnya ada seseorang menyerobot siswa-siswa yang senasib dengan ku, kemudian dia menatapku penuh kegembiraan dan menyapaku.

"Telat juga?" tanyanya.

Aku gak menggubris pertanyaannya. Aku lebih sibuk mengelap keringat yang tiba-tiba menetes di pelipisku.

"Capek ya? Istirahatnya kemarin gak cukup?" dia bertanya kembali. Aku masih dengan sikap acuh.

"Sabar ya, habis ini dibuka kok. Noh lo lihat Pak Satpamnya lagi lari-lari bawa kunci," ucapnya Kalvin sambil menunjuk ke arah Satpam yang memang sedang lari membawa kunci ke arah kami.

Setelah Pak Satpam membuka gerbang, kami di perintahkan untuk berbaris tanpa mengeluarkan suara. Dari arah belakang guru BK menghampiri kami yang sedang berbaris kemudian berteriak sekencang mungkin.

"BARIS YANG RAPI! KAMU YANG GAK PAKAI DASI BIKIN BARISAN SENDIRI! " teriak guru BK yang baru saja aku tau namanya dari nama dada yang bisa di baca Su-kar-ni.

"KAMU SINI!" dengan menaikkan 1 oktaf suaranya dan menunjuk salah satu senior.

Ibu Sukarni tidak segan-segan menjewer telinga kakak senior ku. Ibu Sukarni kemudian mengarahkan tongkat yang dia pegang dengan tangan kiri ke arah seragam si senior.

"KAMU SUDAH KELAS XII MASIH SAJA GAK BISA KASIH CONTOH KE ADIK-ADIKNYA. MASUKIN BAJUNYA, ATAU MAU IBU ROBEK BAJU KAMU!"

Mungkin karena ancaman yang meinstream dari si guru BK, kakak senior yang tadi di jewer langsung memasukkan baju seragamnya.

Belum juga selesai mengintrogasi satu persatu murid tentang kelengkapan atribut sekolah, Ibu Sukarni berteriak kembali "YANG MERASA TIDAK MENGENAKAN ATRIBUT SEKOLAH DENGAN BENAR, SILAHKAN MEMBUAT KELOMPOK BARISAN SENDIRI, TANPA SUARA!"

Jantung ini rasanya copot mendengar suara Ibu Sukarni yang menggelegar ditambah wajahnya yang mendukung kegalakkannya.

"untuk barisan pertama, silahkan isi absensi keterlambatan kemudian balik ke barisan dengan rapi." perintah ibu Sukarni dengan tegas tanpa berteriak seperti sebelumnya.

Aku dan siswa-siswi yang berada di baris pertama termasuk Kalvin langsung mengisi absensi yang ada. Kemudian kami kembali berbaris sesuai intruksi Ibu Sukarni. Tanpa berbicara atau mengeluarkan satu katapun karena takut, kami berbaris dengan rapi.

"Kalian baris ke dua silahkan isi absensi dan beri keterangan atribut apa yang tidak kalian pakai dengan singkat. Kemudian untuk baris pertama yang cowok push up 20 kali, yang cewek skot jump 15 kali!" lagi-lagi dengan kedisiplinannya, guru BK satu ini memberi intruksi lagi.

Aku yang kerasa keberatan dengan hukuman ini, hanya bisa cemas dengan kondisi kaki yang masih nyeri. Harusnya bisa beberapa hitungan skot jump, tapi akan membuat kaki ku semakin parah dan pasti akan bengkak lagi. Sedikit ragu aku mengambil kuda-kuda untuk skot jump.

"hitungan ke tiga, hitung bersamaan dan satu, dua, ti....," teriakan Ibu Sukarni berhenti dikarenakan seseorang mengacungkan tangan.

"Ibu permisi," ucapnya memberanikan diri.

"Kenapa?" tanya Ibu Sukarni sedikit ketus.

"Saya mau minta izin siswa yang bernama Argentha dari X-1, hukumannya saya gantikan, Bu." ucapnya lagi dengan keberanian yang membuatku terbelalak karena gak habis pikir si Kalvin akan seberani itu. Bukan hanya aku, siswa-siswa yang lainpun juga melihat ke arah yang sama kepada Kalvin.

"Kenapa? Pacar kamu? Atau mau jadi pahlawan ke siangan biar PDKTnya berhasil?" pertanyaan ketus ke kedua kalinya dari Ibu Sukarni membuatku tertohok malu.

'pacar kamu?' aku mengulang salah satu pertanyaan yang ingin sekali aku jawab BUKAN di dalam hati. Apa yang pacar? Bahkan hanya mantan, kenapa Ibu Sukarni mempermalukan aku seperti ini. Lagian kenapa juga si Kalvin sok baik gitu.

"Maaf, Bu. Kakinya habis jatuh di tangga sekolah kemarin, Ibu bisa lihat kaki kirinya masih bengkak." jawab Kalvin sambil mencuri pandang ke arah ku. Aku membalas pandangan Kalvin dengan pelototan.

"YANG NAMANYA ARGENTHA, BERDIRI!" teriak Ibu Sukarni ingin memastikan siswa yang dimaksud Kalvin yaitu aku.

Aku yang mendengar nama ku disebut hanya bisa kaguk karena bingung mau mengaku agar mendapatkan keringanan, atau takutnya mengaku malah di permalukan. Aku melihat Kalvin yang mengintruksiku untuk berdiri.

Kalvin memainkan mata dan alisnya ke arah Ibu Sukarni seolah-olah dia memberitahu ku untuk mengikuti perintahnya.

Aku pun dengan ragu beranjak dari kuda-kuda skot jump. Sambil mengangkat tangan dan berkata "Saya Bu,"

"Mana kaki mu yang sakit? Buka sepatunya sekarang. " tanya Ibu Sukarni.

Tanpa berkata apapun karena takut, Aku segera membuka sepatu ku sebelah kiri. Terlihat memar makin jelas di hari-hari selanjutnya setelah kejadian jatuh-jatuhan itu. Memar yang semakin menghitam tidak separah rasanya yang sudah mulai hilang.

Untungnya memar ini menyelamatkan ku dari hukuman terlambat. Ibu Sukarni setelah melihat kaki ku, mengizinkan ku masuk ke kelas terlebih dahulu. Dan untungnya lagi, kelasku yang awalnya di lantai 2 sekarang dipindah ke lantai satu untuk keseluruhan kelas X.

Tapi tidak ada perlakuan istimewah, meskipun aku lolos hukuman skot jump, aku tetap menerima hukuman yang lain yaitu menulis :

'saya berjanji tidak akan terlambat lagi mulai detik ini'

aku menulis kalimat itu sebanyak 2 lembar, kemudian meminta tanda tangan kepada guru mata pelajaran pertama dan di tunjukkan kepada Ibu Sukarni. Untuk hukuman Kalvin aku kurang tau apa dia jadi menanggung hukuman ku atau tidak. Jika iya aku berterima kasih kembali, sepertinya aku berhutang dua kali kepadanya.

Lima menit lagi waktunya bel istirahat berbunyi. Guru mata pelajaran bahasa indonesia menyudahi pembelajarannya. Teman-teman ku di kelas sudah tidak sabar keluar kelas. Suara kegaduan saat guru pergi dari kelas terdengan spontan.

Sambil menunggu bel istirahat berbunyi aku merapikan buku dan alat tulisku yang sempat aku gunakan untuk mencatat.

Datanglah segerombol senior-senior dari beberapa ekskul masuk ke kelasku. Kakak senior yang berada di kelas menggunakan kostum-kostum ektrakulikuler masing-masing yang diikuti. Salah satunya dari mereka kemudian berbicara di depan kelas. Aku bisa menebak dengan benar jika yang akan bicara kali ini anggota chearleaders dari kostumnya.

"Selamat siang! Mohon perhatiannya," ucap salah satu dari mereka setelah melihat jam di dinding memastikan ini benar-benar siang.

Kelas ku menjadi sunyi seketika setelah mendengar seseorang di depan sana meminta perhatian kami.

"Perkenalkan nama saya Silvia. Saya dari kelas XII-IPA 2 ingin meminta waktu kalian sebentar saja, boleh kan?" tanya si senior lagi yang baru saja menamai dirinya Silvia.

"Boleh," ucap kami serempak meskipun sedikit lemas mungkin karena cacing di perut kami sudah meronta-ronta.

"Saya disini mewakili teman-teman ekskul SMA Gemilang untuk mengajak kalian bergabung di berbagai ekskul sekolah kami. Saya sendiri gabung di ekskul chearleader seperti costume yang saya pakai sekarang, dan ini teman-teman saya."

Beberapa anak chearleaders yang di dalam kelas ku mengumandangan yel-yel ekskul mereka setelah di sebut nama ekskulnya oleh Kak Silvia. Kami bertepuk tangan spontan setelah mendengar perkenalan ekskul chearleaders.

"Bukan hanya chears, perkenalkan masing-masing ketua ekskul-ekskul SMA Gemilang saya persilahkan," ucap Kak Silvia yang memang sangat cantik. Pantas jika dia bergabung di ekskul chears yang notabennya memiliki body ramping dan wajah cantik.

Satu-satu dari ketua ekskul memperkenalkan diri dan disambung dengan yel-yel.

Mata ku sedari tadi tertarik pada seseorang di ujung sana mengenakan baju basket, wajahnya hampir mirip dengan seseorang yang pernah mengisi hati. "Itu Kak Bagas, Ar. Kakak Kalvin, pacarnya si Silvia" bisik Cilla sambil menunjuk sosok siswa yang wibahawah dengan senyumnya yang murah dan terlihat keren di lihat dari tempat ku duduk sekarang. Selama aku dekat dengan Kalvin, aku gak tau menau soal rumahnya, keluarganya bahkan saudaranya. Sekedar cinta monyet kami hanya mengenal dunia kami saja sebagai pasangan SMP yang masih bau kencur.

Setelah mereka memperkenalkan diri beserta ekskulnya, mereka menyebarkan lembaran pendaftaran ekskul di SMA Gemilang. Kami diwajibkan memilih satu ekstrakulikuler yang diminati. Aku masih bimbang dengan pilihanku.

Dua ekstrakulikuler yang menyita perhatianku pada ekskul-ekskul SMA ini adalah ekskul drama dan ekskul paduan suara. Yang pertama karena aku tertarik mencoba seni peran yang sebelumnya belum pernah aku coba, untuk itu aku penasaran. Sedangkan paduan suara ya bisa ditebak siapa yang gak suka nyanyi? Semuanya suka bernyanyi apalagi aku, itu hal yang mudah.

Kalau chearleader kurang minat, aku takut ketinggian, aku juga gak cantik. Apalagi jago menari? NIHIL jawabanya. Ekstra berbau olah raga? Apalagi, membawa bola basket dan mengumpannya ke teman saja aku tidak bisa apalagi olah raga yang lain. Yang ada aku di injak-injak dengan teman sesama ku.

Tapi pilihannya hanya satu ekskul. Untuk itu aku harus memikirkannya secara matang, karena satu ekskul yang kita ikuti memberikan nilai tambah bagi kita di rapot sekolah.

Aku rasa, aku akan memikirkannya di rumah saja. Aku memasukkan selembaran itu ke dalam tas. Tidak sengaja aku diingatkan pada sebuah buku tulis dengan nama Kalvin.

Iya buku ini, aku harus mengembalikannya kepada pemiliknya. Aku mengambil buku Kalvin yang kebetulan hari ini aku bawa di tas sekaligus membawa bekal sekolah ku. Aku berniat memakan bekal buatan mama di kantin. Segera aku beranjak dari bangku ku dan mengajak Cilla ke kantin.

Tepat di depan seberang kelas, aku menyuruh Cilla untuk lebih dulu ke kantin dengan alasan aku ada keperluan sebentar.

Mata ku mencari sosok itu dari ujung kanan, kiri, depan, belakang di ikuti kepalaku yang seirama mengikuti arah mata memandang. Aku tidak menemukan siapapun di kelas ini. Ada rasa lega yang tiba-tiba menyeruak di tubuh ini di karenakan si Kalvin gak aku temukan.

Konyol bukan?? Memang konyol aku ini, ingin mengembalikan buku, tapi takut bertemu sang pemilik bukunya. Karena aku tidak menemukan Kalvin, aku memutuskan langsung ke kantin saja. Mungkin lain waktu aku bisa mengembalikan buku Kalvin.

Baru saja kaki ini ingin melangkah, seseorang di belakang ku menarik kera baju seragam ku.

"Mau kemana lo?" tanya orang itu yang sepertinya aku kenal suaranya. Iya itu suara Kalvin. Dia melepaskan tarikannya.

Aku membalikkan badan ku, berhadapan dengan Kalvin. "gu-gue mau balikin ini." ucapku lagi-lagi gaguk sambil menyerahkan buku Kalvin.

"Wah gak usah repot-repot seharusnya lo makan aja sendiri," alih-alih menyerahkan buku, bekal makanan ku di rebut oleh Kalvin. Dia tidak mengambil bukunya melainkan bekal makanan ku.

"Bekal makanan gue!" teriak ku kesal. Semakin kesal lagi saat dia lancang membukanya, kemudian melahap roti bakar buatan Mama untuk ku.

"Enak, Ar. Yuk. Gue gak pelit kok, kita makan bareng di kantin," ajaknya renyah tanoa dosa sehabis merebut milik orang lain. Dia menggandeng tangan ku, menarik ku mengikuti kemana dia berjalan.

Kantin. Dimana tempat nongkrong terbaik setelah berjam-jam duduk mendengarkan teori-teori entah kapan terciptanya yang bisa membuat pening kepala para siswa. Canda tawa setelah lelah belajar kami tumoahkan di sini. Beberapa dari mereka masih fokus menyantap makanan yang berada di atas meja masing-masing kantin.

Ada juga yang lari-larian ataupun berjalan bersama temannya. Ataupun saling lempar snack yang mereka beli ke siswa lainnya. Kantin sekolah ini memiliki dua daerah. Dimana daerah pertama untuk para famous dengan batasan meja ujung kanan sampai penjual bakmi di pojokan kanan. Sedangkan daerah kedua sisanya untuk siswa-siswi biasa seperti aku .

Suasana itu seketika berubah saat Kalvin menyeretku kesituasi yang berbeda. Tempatnya anak famous.
Kalvin mengajak ku duduk di salah satu deretan meja siswa famous.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience