BAB 3

Romance Completed 10128

Panji masuk ke dalam kantor dengan senyum mengembang, menyapa seorang
resepsionis di belakang meja informasi. Langkah Panji terlihat riang,
siulan kecil bersenandung dari bibirnya. Hari ini ia akan menikmati
jabatan barunya sebagai direktur. +

" Selamat pagi pak!" Seorang sekretaris cantik nan seksi menyapanya.
Panji mengangguk kemudian meneliti sudut ruangan yang akan di pakainya.+

" Maaf pak, ada seseorang yang sedang menunggu di dalam.." Panji
mengerutkan alis mendengar ucapan sang sekretaris. +

" Siapa?"tanyanya. +

" Pak Rehan." Panji melotot kaget, tubuhnya seketika menegang, ia merasa
sedemikian gelisah. +

" Apa dia sudah lama disini?" Sekretaris itu mengangguk cepat.
" Lima belas menit yang lalu pak!"jawabnya. +

Panji merasa lemas sudah lima belas menit berlalu dan ia masih saja
santai diluar. +

" Tolong bawakan saya kopi!"sekretaris seksi itu mengangguk dan berlalu.
Panji masuk ke dalam ruangannya berusaha bersikap setenang mungkin, di
dalam ia bisa melihat punggung Rehan yang tegap, dadanya berdebar
kencang.

" Selamat pagi pak Rehan.." Panji merasa sangat rendah ketika memanggil
nama Rehan dengan sebutan 'pak'. Rehan berbalik pelan, wajahnya terlihat
tenang, sepasang matanya yang tajam menyorot ramah, bibirnya tersenyum
tipis sehingga membuat Panji agak sedikit rileks.+

" Apa kabar pak Panji?" Rehan mengulurkan tangannya, yang langsung di
terima Panji dengan antusias.

" Maaf saya tidak tahu anda akan datang hari ini." Panji mempersilahkan
Rehan untuk duduk di sofa berwarna krem, sekretaris datang membawa dua
cangkir kopi, menatap sekilas ke arah Rehan.

" Kebetulan saya ada proyek, lagipula sudah sewajarnya kan bila saya
bersilahturahmi dengan rekan kerja?" Rehan menatap Panji dengan santai.
Panji mengangguk risih.

" Selamat yah atas jabatan barumu." Rehan menepuk bahu Panji dengan
pelan, kemudian berdiri.

" Maaf saya tak bisa berlama-lama di sini." Panji menatap Rehan bingung.

" Tidak apa, saya mengerti kesibukkan anda." Panji tersenyum maklum.
Rehan berjalan ke arah pintu namun berbalik kembali dengan pelan,
melihat mata Panji dengan tegas.

" Saya harap anda tak terlambat lagi, jangan membuang waktu anda untuk
sesuatu yang tidak penting!" Sambil tersenyum tipis Rehan mengangguk dan
berbalik pergi, meninggalkan Panji yang terdiam.

......

Satu jam setengah Lana berjalan mondar-mandir di dalam ruang kerjanya,
hatinya masih gundah, memikirkan sesuatu yang bisa membantunya keluar
dari masalah.

" Aku tidak bisa seperti ini..aku harus membatalkan pernikahan ini,
tapi..bagaimana caranya??!" Dengan frustasi Lana menjambak rambutnya
mengacaknya hingga berantakan.

" Aku tidak bisa menikah dengannya..!!" Lana berteriak histeris, tak
kuasa menahan emosi di hatinya, dengan kesal ia lempar semua barang yang
ada di meja kerjanya, terduduk lemas di samping jendela dan mulai
menangis terisak. Lana merasa dunianya hancur harapannya, cintanya,
impiannya semua sirna.

" Sialaan kau Rehan..!!aku benci kamu!!!" Lana memeluk kakinya meringkuk
di sudut meja.

" Lanaa..Lanaaa??!!!" Suri dan Rei masuk menerobos ruang kerja Lana,
mata mereka terkesiap melihat keadaan Lana yang mengkhawatirkan.

" Lana..apa kamu baik-baik saja??" Suri mengelus rambut Lana, sedang Rei
berjalan untuk mengambil minum.

" Apa yang harus aku lakukan Suri..??" Lana menangis sedih di pelukan
Suri. Rei hanya terdiam menepuk lengan sahabatnya itu dengan haru.
" Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.." Lana mulai terisak pelan,
tubuhnya bergetar. Rei memberi isyarat pada Suri untuk mundur, dengan
perlahan ia mengendong Lana, membawanya duduk di atas sofa. +

"Bukankah kamu memilih jalan ini untuk menyelamatkan Panji?" +

Rei mengusap rambut Lana, kemudian mengikatnya ke atas, mata sembab Lana
menatap Rei, pada saat tertentu Rei sangat perhatian padanya, seandainya
ia bisa mendapatkan perlakuan yang sama dari Panji. +

" Kau lihat kan?dia sendiri tidak peduli dengan perasaanmu!" Suri
berdiri marah, melipat tangannya di dada, dari dulu ia memang tak
menyukai Panji, baginya lelaki itu menyimpan sesuatu yang tidak baik.+

" Suri..sudahlah..jangan berkata seperti itu..!" Rei mendelik kesal ke
arah Suri. +

" Memangnya aku salah?dia lelaki yang tak pantas untuk di beri cinta,
kau tahu kan Rei kalau dia itu.." +

" Suri stop!!jangan bicara lagi, lebih baik kamu turun dan bekerja!" Rei
memandang Suri dengan reaksi marah, matanya melotot dan ia benar-benar
sangat kesal. +

Suri balik melotot ke arahnya, namun ketika Rei memberi tatapan marah
sebagai isyarat keluar tanpa bantahan apapun Suri meninggalkan mereka
berdua, terdengar suara hentakan sepatunya di bawah tangga. +

" Jangan dengarkan ucapan Suri..terkadang waria suka bicara yang aneh.."
Rei mengusap air mata Lana, membuat gadis itu tersenyum. +

" Bolehkah aku memelukmu?"pinta Lana manja, sesaat Rei terdiam,
mengerjapkan matanya bingung. +

" Ayolah Rei..kamu juga tidak tertarik padaku kan..??" Lana menatap Rei
dengan memohon. +

" Baiklah..sini!"Rei merengkuh Lana ke dalam pelukannya, mengusap
punggung gadis itu dengan lembut. +

" Aku ada di sini untukmu Lana.." +

...... +

Suri menekuk wajahnya dengan kesal, ia sungguh tak mengerti dengan sikap
Rei yang selalu saja bersikap seolah semua baik-baik saja. Suri meminum
capucinnonya ketika Rei turun. +

" Bagaimana Lana?" Suri melihat ke atas. Rei hanya diam tak menyahut,
pikirannya bermain kata hingga tak menyadari kehadiran Suri. +

" Rei..aku bicara padamu??!" Suri menarik lengan Rei, membuat lelaki itu
tersentak kaget. +

" Kamu kenapa?" Suri menyadari ketidak beresan dalam mata Rei, mata
lelaki itu terlihat meredup dan kosong. +

" Kau hampir saja membongkar semuanya.." Suri terdiam mendengar jawaban
Rei, ia menyadari kesalahannya, dengan wajah menunduk Suri memainkan
ujung rambut coklatnya. +

" Aku tidak bisa menahannya, kau tahu kan aku tak ingin Lana sedih,
lelaki itu sudah membohonginya mentah-mentah..!!" +

" Tapi kalau kau mengatakannya di saat yang tidak tepat, itu akan
membuat Lana syok..!" Rei menarik cangkir Suri dan meneguk habis
capucinnonya. +

" Biarkan dia istirahat, aku akan keluar sebentar dan ingat jaga
ucapanmu!" Rei menowel dagu Suri, kemudian mengambil jaketnya dan pergi.
Suri termenung sendirian, menghela napas berulang kali, mengangkat
cangkirnya dan tersadar akan sesuatu. +

" Rei.. kau menghabiskan kopi terakhirku!!!!" +

.... +

Langit mendung dengan awan hitam mengantung berarak pelan, desauan angin
mulai berhembus kencang, beberapa ranting pohon berderak mengugurkan
dedaunan kering di sepanjang trotoar. Rei berjalan masuk ke dalam sebuah
caffe, menyeret kursi dan duduk di depan seorang lelaki. +

" Ada perlu apa?" Lelaki itu menatapnya dingin, sedingin tatapan Rei,
sesaat Rei hanya diam mengalihkan perhatiannya keluar jendela. +

" Kenapa kamu lakukan itu pada Lana?" Rei melipat tangannya di dada,
menyilangkan kakinya dengan anggun. +

" Bukankah dia yang bersedia melakukannya?" Rei tersenyum sinis. +

" Kau hanya memanfaatkannya dari awal kan?" Lelaki itu mengangkat
bahunya dengan sikap acuh. +

" Bagaimana keadaanya?"tanya lelaki itu dengan sikap perhatian. +

" Untuk apa kau bertanya?" +

" Kau kenapa Rei, dia kan tidak terlalu menderita." +

" Apa maksudmu?!"Rei menggeram marah, matanya menyorot tajam. +

" Tenanglah..bersikaplah wajar, aku tidak ingin ribut denganmu!" Lelaki
itu menegakkan tubuhnya terlihat waspada. +

" Cepat katakan apa maksudmu?!" Rei membuka kakinya, duduk lebih siaga,
ia merasa tersinggung dan semakin kesal. +

" Lana sebentar lagi akan menikah, dia akan mendapatkan lelaki yang
mungkin lebih baik, lalu aku bisa apa?" +

" Kau!!" Rei berdiri kali ini habislah kesabarannya, dengan gigi
mengertak di tariknya kerah baju lelaki itu, mata mereka saling
menghujam marah. +

" Kau tak punya hati Panji, seharusnya Lana sadar siapa kamu
sebenarnya!!" Rei mendorong tubuh lelaki yang teryata Panji dengan
keras, hingga membuat Panji terhuyung mundur, beberapa pasang mata
melihat ke arah mereka. +

" Aku tak pernah memaksa dia untuk mencintaiku, lagipula aku memang
mencintainya tapi aku punya pilihan Rei!" Panji merapikan jasnya,
melirik sekilas ke arah tamu lain. +

" Suatu saat kau akan menyesal Panji, akan aku buat kau menyesalin
semuanya!!" Rei melayangkan pukulannya sebelum pergi meninggalkan Panji
yang terduduk dengan muka lebam.+

" Coba saja kalau kau berani Rei!!"+

...... +

Mama meletakkan piring makan di atas meja, ketika Lana masuk di ikuti
Rei dan Suri, mata tuanya sedikit menyorot tajam pada Suri, sikapnya
berubah menjadi lebih hati-hati, dengan mata setengah curiga tertuju
pada Suri, mama mendekati Lana, di lihatnya wajah anak gadisnya yang
lesu tanpa semangat, matanya sayu dan Lana terlihat lebih kurus. +

" Sayang..kamu baik-baik saja?" Mama mengelus punggung Lana merasa
khawatir. Lana hanya mengangguk, memberi isyarat pada kedua sahabatnya
untuk masuk ke dalam kamar. +

" Lana tunggu..!" Mama menarik lengan Lana pelan. Lana mengurungkan
niatnya untuk masuk, di ikutinya langkah mama ke depan ruang tamu. +

" Itu Suri..kenapa kamu bawa kesini??" Mama berbisik pelan, matanya
sesekali melihat ke arah pintu kamar, berharap suaranya tak terdengar. +

Lana diam menatap mama dengan bingung. " Memangnya kenapa Mam?" Mama
menggeleng, menghela napas. +

" Aduuh Lan, kamu kan tahu Suri itu..-" +

"Waria maksud mama?" Mama mengangguk cepat, melihat Lana dengan khawatir. +

" Mam..memangnya kenapa kalau dia waria?dia seperti perempuan lain,
lagipula dia kan sudah bekerja dengan Lana enam tahun.." +

" Tapi sayang..mama tetap saja khawatir.." mama mulai merengek, ia
sangat tak suka dengan sikap Lana dalam memilih teman. Lana menghela
napas melihat tingkah mama, seandainya mama pun tahu siapa Rei mungkin
mereka berdua sudah di usir jauh-jauh. +

" Sudahlah mam, Lana lelah tolong jangan bebanin Lana dengan hal nggak
penting!" Mama melihat Lana tersinggung. +

" Maksudmu apa sayang..?" +

" Inikan yang mama papa mau, menikahkan Lana dengan lelaki itu, sekarang
jangan ikut campur dengan siapa Lana berteman!" Sambil tersenyum datar
Lana permisi masuk ke dalam kamarnya,mengunci rapat pintu dan bergegas
mandi.
Suasana butik terlihat ramai, beberapa karyawan nampak sibuk kesana
kemari membawa barang, ada yang mengobrol atau sekedar menyapa dan
berlalu begitu saja. Lana masuk di ikuti Rei dan Suri membuat beberapa
karyawan berhenti bekerja, mereka memberi salam pada Lana, menanyakan
kabarnya atau hanya sekedar ingin tahu dengan kedatangannya. +

Lana berkeliling ruangan, meneliti setiap barang entalase, di
belakangnya Suri asyik mencatat, matanya menatap takjub setiap gaun yang
di sentuh Lana, ia tak habis pikir dengan kemampuan Lana yang sangat
stylish dengan apapun, gadis muda itu mampu menyulap semuanya menjadi
sangat indah, dan gaun yang ia ciptakan pastilah sangat mahal.Suri tak
pernah melihat Lana mengeluh dengan kinerja karyawannya.+

" Apa ini barang baru Miss Nar?" Lana mengambil satu gaun putih bertahta
payet bunga ke hadapannya, perempuan cantik berparas indo yang dipanggil
Nar mengangguk tersenyum. +

" Baru tadi malam selesai Bu."sahutnya lugas. Lana mengangguk, tangannya
mengelus pelan memperhatikan setiap inci jahitan. +

" Sempurna..saya suka." Miss Nar nampak sumringah mendengar pujian Lana.+

" Saya dengar anda sedang mencari gaun pengantin?" Miss Nar bertanya
tanpa sadar, Rei berdehem pelan seraya menepukkan sepatunya ke lantai.
Wajah Lana berubah dingin ia tak menyangka akan mendapat pertanyaan
kecil yang menusuk pada saat suasana hatinya sedang membaik. +

" Mungkin nanti..saya akan buat desainnya sendiri." Lana bergegas pergi
menuju ruangan lain. Rei mendekati Nar, meminta gadis itu untuk tidak
bertanya seputar pernikahan. Nar mengerti dan meminta maaf. +

" Kembali bekerja sayang.." Suri mengelus lengan Nar, mencoba menenangkan.+

" Mereka tidak tahu apa-apa Rei, jangan terlalu keras!" Suri melayangkan
protesnya ketika Nar melangkah pergi,wajah perempuan itu terlihat
bingung dan merasa bersalah. +

" Maaf, aku terbawa perasaan." Rei berlalu dari hadapan Suri. +

" Selamat pagi ibu Lana.." Lana mengangguk sembari tersenyum pada
karyawan di ruang design. +

" Selamat bekerja sayang.." Lana duduk di bangku menghadap ke arah mesin
jahit berwarna hitam, mesin khusus untuk dirinya sendiri. +

" Ibu..ada yang bisa kami bantu?" Seorang karyawan dengan jilbab lebar
mendekatinya sopan. Lana menatapnya lekat, ada sesuatu di hatinya ketika
melihat pakaian karyawan tersebut. +

" Mena..kamu terlihat cantik dengan kerudung itu, kamu baru memakainya?"
Karyawan bernama Mena itu tersipu malu. +

" Sudah seminggu yang lalu bu.."
sahutnya lembut. +

Lana mengangguk, memang kebanyakan karyawannya sekarang memakai jilbab
dan ia tak pernah melarang mereka untuk membuat design baju yang
tertutup. Di dalam toko butik miliknya ia sudah mempekerjakan hampir dua
puluh orang dengan sepuluh orang penjahit yang memiliki karakter
berbeda. Lana selalu mengikuti perkembangan butiknya dari Suri meski ia
jarang untuk melihatnya langsung, hingga wajar rasanya ia merasa ada
sesuatu yang berbeda. +

" Apa ada masalah selama saya tidak di sini Mena?" Mena adalah penjahit
profesional yang sudah enam tahun bekerja dengannya, selama itu pula
Lana selalu bisa mengandalkan Mena untuk semua masalah di dalam toko. +

" Alhamdulillah tidak ada, Bu."
Lana mengangguk puas, kemudian ia kembali fokus pada mesin jahit yang
telah lama di tinggalkannya. +

" Lan.." Rei masuk di ikuti Suri, wajahnya nampak gelisah dan bingung.
Lana menatap Rei dengan sabar hingga lelaki itu akhirnya mau bicara. +

"'Emm..ada Rehan di luar."sahutnya pelan. Mata Lana seketika melotot
mendengar ucapan Rei barusan, dadanya berdenyut sakit mengingat
perlakuan Rehan padanya.
" Mau apa dia di sini?!" Lana bersuara keras, hingga tanpa sadar membuat
seluruh karyawan di dalam ruangannya terhenyak kaget. +

" Dia ingin bertemu denganmu.." Suri tersenyum kaku, menatap Mena,
memberi isyarat agar mereka semua keluar. Mena mengerti dengan bijak
memberikan ruang pada Lana. +

" Dari mana dia tahu butik ini??" Lana mendengus kesal, pikirannya
kembali berputar, rasanya sekarang tak ada tempat aman untuknya bernapas. +

" Entahlah..kurasa dia punya sesuatu yang tidak kita ketahui." Rei
mengeser kursi di sebelah Lana, duduk dengan gelisah. +

" Oh ayolah Rei..jangan membuatku takut, jangan bilang dia penguntit?!"
Suri nampak cemas, melihat Lana dan Rei bergantian. +

" Bu..maaf ada seseorang yang ingin bertemu dengan anda." Nar muncul di
depan pintu, membuat Suri terlonjak kaget. +

" Aku akan menemuinya, terima kasih." Lana mengangguk lemah. Nar permisi
pergi setelah Lana tersenyum. +

" Sekarang bagaimana Lan?" Rei menepuk bahu sahabatnya, tampak olehnya
kelesuan Lana, ia tak lagi seceria seperti dulu dan Rei bisa mengerti,
sulit bagi Lana untuk melepas bayang-bayang Panji. +

" Kurasa aku memang harus bertemu dengannya, aku tak mungkin menghindar
terus." Lana mengusap wajahnya, kemudian mengikat rambutnya ke belakang. +

" Kalian selesaikan pekerjaan yang ada, kita bertemu di salon nanti
malam." Lana berdiri dan melangkah keluar dari ruangan. +

" Apa dia akan baik-baik saja?" Suri menatap Rei dengan cemas. +

" Aku harap begitu." Rei mengangkat bahunya bingung.
.... +

Rehan terlihat tengah berdiri di depan sebuah gaun pengantin berwarna
merah marun, wajahnya terlihat serius, matanya menatap tajam. Rehan tak
menyadari kedatangan Lana di belakangnya, ia masih asyik meneliti gaun
tersebut. Lana berdiri memantung, ia melihat sikap Rehan yang sepertinya
tertarik dengan benda di depannya. +

" Siapa yang merancang gaun ini?" Rehan bertanya pada karyawan di
sebelahnya, karyawan itu sesaat melirik ke arah Lana. +

" Ibu Lana Aster pak."sahutnya pelan. Rehan mengangguk, bibirnya
tersenyum terlihat senang. +

" Rehan." Lana memanggil dengan suara pelan,namun bisa cukup di dengar
Rehan. Pemuda itu membalikkan tubuhnya, mengubah senyumannya dengan
tatapan aneh. +

" Apa kabar Lan?"tanyanya. Lana mengendikkan bahunya, ia tak perlu
menjawab bahkan tak menginginkan Rehan mengetahui apa yang terjadi pada
dirinya. +

" Ada perlu apa?"Lana memberikan isyarat pada karyawannya untuk
meninggalkannya, dengan patuh karyawan itu berlalu. +

" Apa kamu belum membaca pesanku?"Rehan menyipitkan matanya menatap Lana
tajam. Lana mengerutkan alisnya mengingat sesuatu. +

" Kurasa belum, aku tak sempat." Lana tahu Rehan mengirimkan pesan
singkat subuh tadi tapi ia tak sempat atau lebih tepatnya malas untuk
membacanya.+

" Kalau begitu kebetulan sekali." Rehan berjalan ke dalam butik, melihat
lebih jauh rancangan gaun Lana, dalam hatinya ia merasa kagum karena
Lana wanita yang mandiri dan memiliki dedikasi tinggi dalam bisnis. +

" Apa maksudmu?" Lana mengikuti langkah Rehan, sudut matanya menangkap
bayangan Suri dan Rei di balik tembok ruangan design, memantau mereka
dari jauh. +

" Aku mencari baju pengantin, sepasang." Rehan berhenti pada sebuah gaun
yang terpajang di tengah ruangan, lama ia melihat, sesekali bibirnya
tersenyum kemudian melirik Lana sekilas. +

" Untuk siapa?" Lana mengusap meja aksesoris di depannya, dahinya
berkerut ketika melihat sebuah pin besar dengan bentuk eksentrik, dan
meletakkannya kembali dengan posisi berbeda.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience