Sore hari, ketika jarum waktu sudah memanggil asar, pintu depan rumah Ning Ayu tertutup rapat. Ning Ayu duduk bersimpuh di atas sajadah dalam naungan mukena putih. Di dalam kamar itu, suara detak jam dinding terdengar seperti seorang introvert yang tengah bercengkerama dengan teman dari dunia yang ia ciptakan dalam angannya sendiri. Di atas sajadah itu, Ning Ayu termenung. Pandangannya tertuju ke kain sajadah. Tak ada juga tasbih di tangannya.
“Ya Allah, jika aku melakukannya, apakah Engkau bersedia mengampuni aku?”
Ning Ayu membungkukkan punggungnya. Ia menempelkan keningnya di sajadah. Tak ada suara yang terdengar dari bibirnya. Matanya terpejam dan detak jam bicara sendirian lagi.
Setelah selesai, Ning Ayu melipat mukenanya. Ia berjalan ke arah meja kamar dan mengambil teleponnya di atas meja itu. Ning Ayu membuka buku telepon dan menggeser layar ke bawah. Sampai di baris bertuliskan “Ayah”, Ning Ayu menekan baris itu. Ia mendengarkan respons telepon. Namun ternyata, panggilannya dijawab oleh layanan pesan suara. Ning Ayu menutup panggilan itu. Lalu, beralih ke nama lain. Baris bertuliskan “Ibu” muncul dan ia segera memencetnya.
Kali ini tersambung. Ning Ayu menunggu. Sepuluh detik belum ada jawaban. Ia membiarkannya. Setelah hampir setengah menit, seseorang membuka sambungannya.
“Halo?”
Terdengar suara orang-orang, seperti di tengah pasar.
“Ibu sedang sibuk?”
“Ibu sedang membantu acara pernikahan tetangga. Winda, anaknya Pak Kresna hari ini menikah. Tamu yang datang begitu banyak jadi ibu sangat repot. Apa ada yang ingin kau katakan? Teleponlah ayahmu. Kalau dia tidak ada pertemuan, dia pasti sudah di rumah. Maaf, ibu benar-benar sibuk.”
“Oh, baiklah. Maaf sudah mengganggu ibu.”
Ning Ayu menutup teleponnya. Ia menghela nafas sembari duduk di kursi. Ia menaruh kepalanya di meja, tatapannya tak fokus.
Setelah menenangkan diri, Ning Ayu mencari aplikasi kamera di smartphone-nya. Ia mengaktifkan kamera depan. Ning Ayu menatap bulatan merah di layar. Awalnya, ia ragu-ragu untuk menekannya. Meski akhirnya, ia melakukannya.
“Hai. Namaku Ning Ayu. Siapapun yang melihat video ini, artinya aku sudah bukan diriku yang ini lagi. Ini adalah video untuk kalangan pribadi. Aku mohon pada semua yang menyaksikannya untuk tidak menceritakannya pada pihak luar, apapun alasannya.”
Ning Ayu menarik nafas dalam-dalam. Lalu, melanjutkan.
“Sebenarnya, aku sedang menghadapi masalah yang sangat besar dan belum pernah aku hadapi sebelumnya. Namun, aku tidak akan menceritakan masalahku itu. Karena, akan terlalu panjang untuk diceritakan. Jika kau ingin tahu apa yang sebenarnya telah terjadi, tanyalah pada Suseno. Hubungilah dia. Nomor teleponnya ada di kontakku. Dia adalah satu-satunya orang yang tahu peristiwa ini. Karena, aku menceritakan segalanya padanya dan kami pernah berjuang bersama dalam menangani masalah ini, walaupun kami gagal."
"Sebagai seorang paranormal, hidupku selalu bertarung dengan dunia supranatural. Kali ini, aku menghadapi salah satu makhluk yang tak bisa aku musnahkan. Makhluk itu bukan iblis biasa dan datang ke dunia ini dari dosa turun-temurun. Dosa yang diwariskan melalui garis darah. Sebuah keluarga telah menjadi korban dari dosa ini dan tanpa pernah kuduga, aku menjadi bagian dari malapetaka ini. Iblis tersebut akan membunuh siapapun yang menjadi sasarannya dan aku tampaknya menjadi sasaran terakhir. Dua orang di dalam keluarga itu telah mati. Tinggal aku dan satu dari mereka yang masih hidup. Aku dan Suseno pernah mencoba untuk melakukan ritual penyegelan. Dengan ritual tersebut, kami berharap bisa menguncinya dalam dunia kegelapan agar dia tidak bisa membunuh para sasarannya."
"Namun ternyata kami salah. Iblis itu tidak membunuh dengan tangannya sendiri, melainkan melalui malapetaka yang menimpa korban-korbannya. Ketika keputusasaanku kian memuncak, aku tergerak untuk kembali kepada Tuhan. Kebetulan, Suseno juga ikut menyadarkanku bahwa sehebat apapun iblis yang tengah aku hadapi, iblis itu tetaplah makhluk ciptaan Tuhan. Tuhanlah yang menciptakan makhluk sehebat itu. Dengan logika demikian, kenapa kita tidak meminta tolong pada Sesuatu yang menciptakan iblis itu? Kalau Tuhan berkehendak sesuatu pada sang iblis, maka sesuatu pasti terjadi pada iblis itu. Sehebat apapun iblis itu, dia tetaplah ciptaan Tuhan yang tidak mungkin melawan balik Penciptanya. Lalu, aku mencoba mengawali apa yang telah aku tinggalkan selama ini. Aku kembali bersujud. Aku kembali memohon ampun. Aku kembali berdoa. Hingga akhirnya suatu hari, aku tiba-tiba mendapat pemikiran untuk menghubungi seorang teman. Dia juga seorang dukun dan memahami banyak sekali pengetahuan tentang ramuan. Setelah kami berbicara, dia menawarkanku Remedy of Rebirth atau sebuah ramuan untuk penjelmaan kembali."
"Ramuan itu hanya dijual di kalangan para dukun itu sendiri. Kenapa? Karena ramuan itu sanggup membuat seseorang seperti terlahir kembali. Seluruh memori orang itu akan terhapus. Seluruh keahlian, pengetahuan, dan sifat dari orang itu akan hilang setelah meminumnya. Auranya akan kembali murni, dan orang itu akan memasuki tahap dimana jiwanya seperti seorang bayi yang baru lahir. Pada akhirnya, orang tersebut harus kembali belajar berjalan, berbicara, membaca, dan memahami kehidupan dari titik nol. Dia tidak akan ingat keluarganya, saudaranya, teman-temannya, dan semua yang pernah ia lakukan dalam kehidupan sebelumnya. Itulah kenapa ramuan tersebut disebut Remedy of Rebirth. Dari informasi yang kudapat melalui temanku itu, Remedy of Rebirth selalu berhasil menyelamatkan orang-orang yang meminumnya. Ketika mereka meminumnya, mereka akan berada dalam kondisi seperti mati. Detak jantung menurun sampai pada level dimana tak ada satupun alat di dunia ini yang mampu mendeteksinya. Aura tubuhnya melemah sampai pada level tersamar yang tak mampu terlihat oleh mata batin sehebat apapun atau scanner sesensitif apapun. Mereka membutuhkan waktu kurang lebih seratus jam untuk hidup kembali menjadi manusia yang berbeda. Saat mereka bangun, fisik mereka tetap sama. Hanya jiwa mereka yang kembali ke titik nol.”
Ning Ayu menarik nafasnya lagi, memberi jeda pada diri sendiri.
“Melalui video ini, aku ingin menyampaikan sesuatu pada orang tuaku, pada ayah dan ibu. Untuk ayah dan ibu...kalau kalian melihat video ini, artinya kalian sedang melihat Ning sebelum meminum Remedy of Rebirth. Ning minta maaf kalau Ning tidak pernah bercerita apa-apa pada ayah dan ibu. Ning hanya tidak ingin ayah dan ibu khawatir. Apalagi, apa yang sedang Ning hadapi adalah iblis yang tak bisa dimusnahkan oleh manusia. Ning minta maaf kalau selama Ning hidup, Ning banyak berbuat salah. Ning juga minta maaf kalau pada akhirnya Ning kembali pada ayah dan ibu dalam keadaan kosong. Saat ayah dan ibu bertemu Ning nanti, Ning tidak akan mengenal ayah dan ibu. Ning juga tidak akan bisa berbicara atau mengerti apa yang ayah dan ibu katakan. Oleh karena itu Ning mohon, ayah dan ibu kembali mengajari Ning tentang kehidupan, kembali mengajari Ning bagaimana caranya makan, minum, mandi, memakai pakaian, dan lainnya. Ajarilah Ning shalat dan membaca alquran. Kalau Ning nakal, jangan segan untuk menghukum Ning.”
Ning Ayu tersenyum geli. Namun bersamaan dengan itu, air matanya mengalir di pipinya.
“Untuk Suseno, aku sungguh minta bantuanmu. Karena, kaulah satu-satunya yang mengerti tentang peristiwa ini. Aku yakin kau tahu apa yang harus kau lakukan nanti ketika aku sudah bangun dari tidur panjangku. Aku juga minta tolong padamu, ajari aku tentang kehidupan yang baik. Ajari aku tentang bagaimana menjadi pribadi yang baik, yang selalu bergantung pada Allah. Ajari aku juga tentang ilmu-ilmu praktis yang bisa segera aku terapkan dalam kehidupanku. Maafkan aku kalau aku pernah melukai hatimu. Kau adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki.”
Ning Ayu menatap jendela. Langit mulai kemerahan. Burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya. Ning Ayu menunduk beberapa saat. Lalu, ia kembali melanjutkan.
“Untuk Ning Ayu yang baru, hai! Kalau kau sudah bisa memahami bahasa, aku ingin kau tahu bahwa Aku adalah kau dan kau adalah aku. Kalau kau bercermin, kau akan melihat aku. Aku adalah dirimu sebelum meminum Remedy of Rebirth dan kau adalah aku setelah meminum Remedy of Rebirth. Kau lahir di Purworejo tanggal 28 bulan Maret tahun 1985. Saat ini, kau tidak akan mengerti tentang semuanya. Kau pasti mendapatkan banyak pertanyaan di benakmu. Mungkin juga kau akan tersiksa karena segala sesuatunya begitu asing dan tiba-tiba. Namun, kau tak perlu khawatir. Aku akan selalu bersamamu melalui video ini. Kau akan tahu siapa sebenarnya dirimu."
"Namun, kau tidak perlu terburu-buru. Masih ada banyak hal yang harus kau lakukan. Kau punya orang tua. Nama Ayahmu adalah Sukandar Prasojo. Nama ibumu adalah Nining Zulfia. Merekalah yang akan mengajarkanmu tentang kehidupan ini. Jadi, patuhilah mereka. Jangan jadi anak yang nakal dan membantah. Belajarlah setiap hari. Mungkin kau akan perlu belajar bicara terlebih dulu. Kemudian belajar mengenal benda-benda setelah itu. Semuanya butuh proses, tapi itulah yang terbaik bagi dirimu. Ketika kau sudah pandai berbicara, kau bisa bertanya tentang apapun pada Suseno. Dia adalah temanmu yang paling baik dan paling mengerti tentang keadaanmu. Tanyakan padanya tentang masa lalumu. Dia tahu semuanya. Namun, jangan terlalu sering bertanya. Kau akan mengganggu waktunya. Itu tidak sopan.”
Ning Ayu tersenyum.
“Sebelum aku akhiri video ini, aku ingin minta maaf pada kalian. Maafkan aku karena tidak lagi mengenal kalian dan meminta kalian untuk membimbingku. Aku sangat mencintai kalian. Aku mencintaimu, ayah. Aku mencintaimu, ibu. Aku juga mencintaimu sebagai teman baik, Sus. Aku harap, aku tidak membuat kalian marah. Salam sayang dari Ning Ayu sang dukun. Daah! Assalamualaikum!”
Ning Ayu menekan simbol persegi di layar teleponnya. Nafasnya terasa berat. Ia melipat kedua tangannya di atas meja dan menyembunyikan wajahnya di antara mereka.
***
Share this novel