Antara Cemburu Dan Harus Melupakan

Romance Series 272

Setelah merapihkan resleting, Aksa beranjak keluar dari toilet menuju wastafel, menaruh jam tangannya tepat di pinggir wastafel. Lalu kemudian mencuci kedua tangan, dan membasuh mukanya yang kusam tak bercahaya hari ini.

Aksa memandang wajahnya sendiri di depan cermin. Menatap kosong. Begitu hampa. Entah perasaan apa yang sedang menyelimutinya saat ini, aksa sendiri pun tidak mengerti.

Hubungannya dengan Danita selama 2 tahun kandas begitu saja.
Danita yang sejatinya Aksa kenal sebagai orang yang setia, kini tega meregas dengan tamak seluruh kebahagiaannya; hilang tak tersisa.

Lalu, akan menjadi apa puisiku jika yang aku tuliskan bukan lagi tentangmu. Batinnya berkata.

Akan tetapi Aksa percaya, hujan pun ada redanya. kehidupan tidak berhenti sampai disini. Terkadang, Tuhan mematahkan hati seseorang untuk menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.

Yakini dalam hati, masih ada secercah harapan yang tersisa. Cepat atau lambat semua pasti akan berlalu. Percayalah, suatu saat kita pasti mentertawakan atas apa yang kita tangisi hari ini, mengingat bahwa kita pernah sebodoh itu perihal cinta. Semoga patah hanya perihal bentuk saja, bukan perihal hati.

"Habis ngapain aja? Kok, lama banget di toilet?" Arvin bertanya.

"Aku barusan habis memecahkan kasus."

"Hah? Kasus apa?"

Arvin mengernyitkan dahi. Sedikit bingung dengan yang Aksa katakan.

"Kasus..."

"Kasus apa?" Arvin memotong perkataan sahabatnya. menyondongkan tubuhnya kehadapan Aksa. Nampak penasaran dengan apa yang Aksa bicarakan.

"KASUS HILANGNYA KASIH SAYANG DANITA KEPADA AKSA MELVIANO."

Aksa tertawa terbahak-bahak karena perkataannya barusan.

Biasanya, yang tertawanya paling keraslah yang hatinya sedang benar-benar terluka. Dan memang benar, inilah Aksa saat ini, sang penggerogot serpihan pilu.

"Sialan. Kirain apaan! Malah curhat lagi. Kasihan, mana masih muda," ucap Arvin ketus.

Aksa merapihkan posisi duduk. Menyeruput kopi yang sudah dingin diatas mejanya, lalu membuka buku novel yang baru Aksa beli seminggu yang lalu.

Mereka berdua sibuk dengan yang dilakukannya masing-masing. Arvin sibuk membalas pesan dari pacarnya yang bernama Nayara, sementara Aksa asyik membaca novel yang berada di tangannya.

Sesekali Aksa menengok ke arah bar kopi; menduga-duga.
Sepertinya barista itu berusaha mencuri-curi pandang kepada Aksa. Entah lah, mungkin itu hanya perasaan lelaki itu saja. Atau mungkin memang benar, wanita itu memang memperhatikan Aksa dari kejauhan. Tetapi Aksa sama sekali tidak mempedulikan, mengetahui Aksa memang tipe lelaki yang cuek dan sikapnya dingin, seperti kulkas 2 pintu.

"Oh iya, tadi aku lihat Danita datang ke kedai kopi ini. Terus balik lagi begitu lihat aku."

Arvin memecah keheningan diantara mereka berdua.

"Hah? Serius? Dia sama siapa? Dia datang sendiri?"

Aksa nampak penasaran.

"Dia sama cowok. Nggak tahu siapa cowoknya."

"Oh begitu."

Begitu Aksa tahu Danita datang bersama dengan lelaki lain seketika tubuhnya lemas terkulai. Hilang gairah.

"Jangan cemburu. Ingat, dia bukan siapa-siapa kamu lagi," ucap Arvin.

"Iya. Maudy Ayunda kok," jawab Aksa.

"Maksudnya?"

Arvin nampak bingung.

"Tahu diri!" Aksa menjawab dengan ekspresi datar.

Salah satu lagu dari Maudy Ayunda yang berjudul "Tahu diri" , itulah maksud dari perkataan Aksa.

Aksa benar-benar cemburu mengetahui Danita jalan dengan lelaki lain. Benar-benar cemburu. Akan tetapi apalah daya. Inilah Aksa, Aksa adalah tipe orang yang tidak ingin terlihat lemah karena cinta di mata orang lain, sekalipun dihadapan Arvin sahabatnya.

Aku cemburu dengan segala sesuatu yang dapat menyentuhmu. Bahkan terhadap secangkir kopi yang kamu teguk sekalipun. Batinnya berkata.

Lalu mereka kembali saling berdiam diri, sibuk dengan yang dilakukannya masing-masing.

Hari semakin malam. Suasana di kedai kopi itu semakin ramai, dipenuhi dengan kalangan remaja yang asyik bercengkrama dengan teman satu mejanya masing-masing. Suara lalu lalang Kendaraan, iringan musik accoustic, dan obrolan hangat disertai dengan canda tawa pengunjung kedai kopi itu memecah keheningan malam yang dingin di Jakarta.

***

Aku cemburu dengan segala sesuatu yang dapat menyentuhmu.
Bahkan terhadap secangkir kopi yang kamu teguk sekalipun.

—Aksa Melviano

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience