Bab 3 ~I am Redy (Aku Siap!) ~

Drama Series 1067

Kaki Hanna terhenti saat melihat gedung kampus tempatnya dulu menutut ilmu, seulas senyum terukir di wajah Hanna. Segala kenangan, tentang dirinya, Aldo, Siska, dan Kak Ray ada di sini.

"Aowww!!"

Dengan tatapan kesal, sambil memegang kepalanya yang baru saja terkena hantaman bola, membuat senyum Hanna luntur.

" Hey... Kau"

Teriak seorang pria tinggi dengan paras yang dapat di bilang sangat tampan dengan kaca mata yang melekat di wajahnya. Membuat Hanna memalingkan wajahnya ke sisi lapangan basket.

Pria itu mengisyaratkan agar Hanna melemparkan bola basket itu kelapangan.
Dengan tatapan kesal, dan sambil mengerutu. Hanna mengambil bola itu lalu beberapa kali melemparnya ke udara, bersiap untuk membalaskan dendamnya. Pria yang berdiri di lapangan itu hanya memperhatikan Hanna dengan wajah kesal, karena Hanna tidak kunjung melemparkan bola itu.

"Hey Kau.... Apa kau tidak mengerti, cepat lemparkan bolanya"

Sambil mengacak rambut hitam tebal miliknya, pria itu terus menatap Hanna dengan tatapan kesal. Bukanya tidak mau mengambil bola itu sendiri, tapi jarak antara lapangan dan tempat Hanna berdiri sekarang cukup jauh.

"Kau ingin bola ini, maka kau akan mendapatkannya"

Hanna mulai tersenyum sinis, sambil merenggangkan tubuhnya. Hanna kemudian mendribel bola basket itu beberapa kali ke lantai. Dengan sekuat tenanga Hanna melempar bola itu.

Bukanya mengenai pria itu, sialnya. Bola itu malah mengenai salah satu dosen kiler yang sedang berjalan menuju gedung kampus.
Suara rintihan dosen itu terdengan sampai ke teliga Hanna, dengan perlahan dan mengendap - endap Hanna berusaha meninggalkan tempannya berdiri saat ini.

" Hey... Kau !"

Suara tegas dosen itu membuat langkah kaki Hanna terhenti. Dengan berpura - pura tidak tau. Hanna terus melangkahkan kakinya pergi. Tapi sialnya, Dosen itu kembali memanggil Hanna.

"Hey... Kau.... Mahasiswa yg menggunkan kaos putih, sepan hitam dan rambut kuncir kuda.. Berhenti disana"

'Sial'

****
Suasana tegang terjadi di ruangan dosen.
Pak kenny menatap tajam pada Hanna, yang saat ini sedang menundukkan kepalanya karena merasa takut.

"Apa kau pikir ini taman bermain?, sehingga kau bisa melempar bola sesuka hatimu.... !"

Hanna tidak berani menjawab pertayaan Pak Kenny.

'Aku pasti mati hari ini'

"Jika kau ingin bermain seperti itu, sebaiknya jangan ke kampus.. Pergi saja ke taman bermain !!"

Lagi - lagi Hanna tidak menjawab pertayaan Pak Kenny. Bentakan suara pak Kenny membuat Hanna menogakan kepalanya. Dan terpaksa untuk menjawab pertayaan pak Kenny.

"Maafkan saya pak"

"Kau pikir, dengan meminta maaf... Kepala ku yang benjol ini bisa sembuh ?"

Kata Pak Kenny, sambil menunjuk- nunjuk kepalanya yang terluka.

"Saya juga, terkena lemparan bola pak"

bela Hanna sambil menunjukan benjol di kepalanya, bukannya iba pada Hanna. Pak Kenny kembali membentak Hanna.

" kamu pikir, otak mu dengan otak saya sama "

Pak Kenny, menjelaskan perbedaan otak yang dimiliki oleh Hanna dan Otak yang dimiliki olehnya. Pak kenny mengatakan bahwa 'otak Hanna tidak ada isinya, meskipun ada itu tidak akan banyak' sedangakan 'otak saya memiliki banyak informasi yang harus saya berikan pada mahasiswa dan mahasiswi disini'.

Mendengan ucapan Pak Kenny yang 'menjelek-jelekan Otak Hanna'. Dengan tatapan sinis Hanna menatap mata Pak Kenny. Seperti seseorang yang akan menelan maksanya hidup - hidup. Hanna memgelakan nafas berat.

"Saya tau, bahwa otak saya tidak pintar, tapi apa bapak tau, bapak tidak seharusnya menjelek - jelekan otak yang saya miliki. "

"Apa bapak tidak menghargai ciptaan Tuhan"

Lanjut Hanna yang berbicara sambil menunjuk-nunjuk Pak Kenny.

"Meskipun saya bodoh, saya ini tetap ciptaan Tuhan"

"Apa yang saya miliki pada diri saya, itu semua ciptaan Tuhan"

Ucap Hanna kembali yang membuat Pak Kenny terdiam seribu bahasa, pak Kenny tidak tau harus membanta ucapan Hanna seperti apa. Di balik pintu dosen ada seorang pria yang sedang menguping pembicaraan Hanna dan Pak Kenny. Sebuah senyum sinis terukir di wajah tampan pria itu.

"Dasar bodoh"

Ucap pria itu, sambil terkekeh geli. Karena tidak dapat menahan kebodohan serta kata-kata aneh yang terlontarkan dari mulut Hanna.

"Kelvin"

Suara seorang pria dari kejauhan, membuat Kelvin mencari asal sumber suara.

"Apa yang kau lakukan disini? , Pak Andreas kan memanggil mu tadi. Kenapa kau tidak masuk? "

Pertayaan demi pertayaan di lontarkan oleh teman Kelvin. Dengan tatapan heran, pria itu berusaha untuk mengintip, apa yang dilihat oleh Kelvin.

"Apaan sik"

Kata Kelvin sambil mendorong pelan kepala temannya itu menjauh dari bilik pintu.

"Hendra, lebih baik kau kembali kekelas. Bukannya Pak Yonus akan segera datang. Saat dia melihat kau terlambat tanpa alasan yang jelas. "

'Tock'

Suara yang dikeluarkan kelvin dari mulutnya. Sambil mengukir huruf 'F' di udara. Melihat tanda 'F' membuat Hendra takut. Sesegera mungkin Hendra meniggalkan Kelvin, sambil berlari kencang.

Suara ketukan pintu membuat Hanna menoleh. Sosok pria yang di benci Hanna muncul tepat di depan matanya. Membuat Hanna menatap sinis pada Kelvin. Bukan hanya Hanna saja yang menatapnya sinis. Kelvin malah menggoda Hanna dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Apa dia ingin mati"

Gerutu Hanna, sambil menunjuk - nunjuk Kelvin dengan jari telunjuknya. Sambil mengisyaratkan 'mati' dengan jarinya. Kelvin semakin iseng mengerjai Hanna. Sekali lagi Kelvin mengedipkan matanya. Dan 'shot' keisengan Kelvin membuat emosi Hanna kembali memuncak.

"Hey... Kau... APA KAU INGIN MATI !!"

Beberapa Dosen yang masih ada di ruagan. Mulai menatap aneh sekaligus kesal terhadap Hanna. Tak terkecuali Pak Kenny yang kesal setengah mati saat mendegarkan ucapan yang di lontarkan oleh Hanna barusan.

"Hanna... Kau pikir ini dimana! "

Bentakan keras dari Pak Kenny, membuat Kelvin tersenyum sinis. Dengan cepat Hanna meminta maaf kepada Pak Kenny dan semua dosen yang ada di ruangan.

"Kau lihat saja nanti"

****
Hanna terduduk kesal di bangku taman kampus , sambil terus menggerutu kesal. Bahkah kini tanggannya tidak henti- henti memukul bangku taman kayu yang menjadi tempatnya duduk saat ini. Dan alhasil tanggan Hanna berubah menjadi merah.

Samar- samar terdengar suara seorang wanita sedang memanggil Hanna, berusaha mencari asal sumber suara. Hanna malah melihat Kelvin yang sedang duduk di seberang taman sambil membaca sebuah buku novel. Tatapan Hanna yang sebelumnya kesal, kemudian berubah menjadi tatapan iseng.

Saat kaki Hanna akan melangkah pergi dari tempat duduknya, tanggan Siska menahan pergelangan Hanna yang secara otomatis membuat langkah kaki Hanna terhenti. Dengan tatapan sedikit terkejut, Hanna menoleh ke belakang.

"Kenapa kau tidak masuk kelas"

"Kau tau? Pak Yonus marah karena kau tidak masuk kelas"

Pertayaan demi pertayaan terus terlontarkan dari mulut Siska. Wajar jika julukannya adalah 'ratu bawel'. Tidak ingin mengubris pertayaan temannya. Hanna masih sibuk melihat Kelvin.

"Hanna"

Sekali lagi Siska memanggil nama Hanna berharap bahwa temannya itu mau mendegarkan ucapannya tapi hasilnya nihil, tidak ada respon dari temannya, karena kesal Siska langsung memanyunkan bibirnya. Seperti bebek, yang bulunya habis tecabut. merasa penasaran dengan apa yang dilihat oleh Hanna perlahan mata Siska mulai mengekori tatapan mata Hanna yang begitu fokus melihat ke sosok 'pria'.

Dan betapa terkejutnya Siska saat melihat sosok 'pria' yang sejak tadi di tatap oleh Hanna. Dengan cepat Siska memukul pundak Hanna dengan sangat kencang, sontak hal tersebut membuat Hanna menjerit kesakitan.

"Apa... Apa? "

Hanna yang binggung dengan perbuatan temannya, malah balik bertanya. Sekarang giliran Sisaka yang tidak menjawab bahkan menggubris pertayaan Hanna. Mata Siska melirik kesekeliling. Seperti seseorang yang habis melakukan kesalahan dan takut jika kesalahan yang di perbuatnya akan diketahui oleh orang.

"Hey... Kau ini kenapa? "

"Apa kau sakit?"

Lanjut Hanna sambil memengang jidat temannya, memastikan jika jidat temannya tidak panas. sambil memanyunkan bibirnya, Siska langsung menepis tanggan Hanna.

"Aku tidak sakit !"

"Lalu kenapa kau seperti itu ?"

"Han, apa kau dari tadi memperhatikan pria itu"

Hanna hanya mengganguk kecil untuk membenarkan
pertayaan dari Siska. Sekali lagi Siska memukul lengan Hanna. Bukannya rintihan yang keluar dari mulut Hanna, sebaliknya omelanlah yang muncul dari mulut Hanna. Yang membuat Siska merasa bersalah sekaligus kesal karena ocehan Hanna yang tidak berujung. Bukan hanya julukan 'ratu bawal' yang melekat pada diri Siska tapi julukan 'ratu tukang pukul'.

"Maaf... Maaf"

"Sebenarnya ada apa... ?"

Kini tatapan Hanna tidak lagi menatap pada Kelvin yang masih duduk dan fokus membaca buku novel miliknya. Tatapan Hanna sekarang mengarah pada Siska, yang masih menundukan kepalanya karena meresa bersalah.

"Kau tidak ingin bicara"

"Jika tidak ingin bicara, maka aku akan pergi"

Ucap Hanna sambil melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Siska, lagi-lagi gerak langkah Hanna terhenti saat tanggan Siska menggengam lengannya. Spontan Hanna membalikan tubuhnya.Tatapnnya tidak lagi setajam tadi.

"Maaf karena membentak mu"

"Sebenarnya ada apa? "

Kata Hanna dengan suara penasaran. Sambil menarik nafas yang dalam Siska mulai menceritakan sesutu pada Hanna.

*****
Malam ini Pak Sanjaya sedikit terlabat pulang kerumah. Padahal jam sudah menunjukan pukul 11 malam. Tidak biasanya Pak Sanjaya pulang terlambat. Ny. Carolin yang sedari tadi menunggu Pak Sanjaya tidak dapat menahan kantuknya , sampai beliau tertidur di atas sofa.

Ray yang melintasi ruang keluarga, menatap sedih pada Ny. Carolin yang entah sudah berapa lama dia tertidur di sana dalam posisi neringkuk. Dengan perlahan Ray mengendong Ny.Carolin untuk membawanya ke kamar, tapi usaha Ray gagal. Ny. Carolin bangun dari tidurnya. Dan dengan cepat membenarkan posisinya saat ini.

"Tidur di kamar saja"

"Ah.. Mama ketiduran.. Apa papamu sudah pulang"

"Belum"

"Hanna... Apa Hanna sudah tidur"

"Sepertinya sudah"

Ny. Carolin melirik jam dinding. Sambil menghelakan nafas beratnya Ny. Carolin menatap wajah Ray. Mata indah Ny. Carolin sekarang terlihat lelah. Kerutan halus terlihat di wajahnya. Sambil mengelus wajah tampan Ray, Ny. Carolin tersenyum

"Kau sangat tampan.. Mama bahkan tidak pernah berpikir akan melahirkan putra setampan dirimu"

Bukannya tersenyum mendengar pujian dari Ny. Carolin. Ray malah menatap sedih Ny. Carolin. Pelukan hangat di berikan oleh Ray untuk Ny. Carolin. Sesaat pikiran Ray melayang. Entah apa yang saat ini dipikirkan oleh Ray.

"Ayo tidur?"

"Mama.. Akan menunggu papamu sebentar lagi"

"Tapi ini sudah malam, aku yakin papa saat ini masih bekerja"

"Tidak apa... Mama akan menunggunya sebentar lagi, pergilah tidur duluan. Besok kau harus kuliah kan?"

Ray tidak dapat membata perkataan Ny. Carolin, dengan langkah pelan. Ray pergi meninggalkan Ny. Carolin yang masih terduduk dan terjaga dari kantuknya untuk menunggu Pak Sanjaya pulang.

***
Suara alunan musik yang pelan mengalun di kamar Hanna. Tatapan Hanna sekarang mengitari seluruh kamarnya. Kisah demi kisah yang dia lalui di rumah ini. Akan dimuali sekarang. Semuanya akan menjadi baru. Segalanya. Bahkan kenyataan dalam hidupnya akan berubah sekarang.

"Aku siap memulai segalanya. Dan aku siap menjadikan ini sebagai awal dari segalanya"

***

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience