BAB 3

Drama Completed 361

Ayederma terisak, hatinya perih. Ia tak pernah menyangka kesetiaannya
selama ini akan dibalas pengkhianatan. Sumi tak kuasa melihatnya,
kemudian mengajak Ayederma pulang.

Dengan hati yang diliputi amarah dan dendam, keesokan harinya Ayederma
menyuruh keempat anaknya pulang ke rumah orangtuanya di kampung.
Sementara ia tetap tinggal, menanti hingga kepulangan suaminya. Ia tak
ingin anak-anak menyaksikan pengkhianatan bapaknya.

Benar saja, malamnya Maher pulang. Wajahnya kuyu, sehabis mabuk. Dia
mengetuk pintu, namun ternyata tidak terkunci. Maher segera
menjatuhkan diri di sofa.

“Sudah pulang, Bang?” Ayederma menatap suaminya yang hampir saja terlelap.

“Eh, kau. Kukira kau sudah tak sudi lagi berada di rumah ini,” jawab
Maher asal.

Ayederma duduk di samping suaminya, memijat lembut bahunya. “Mau
dibuatkan teh, bang? Sepertinya abang lelah sekali.”

Maher mengangguk, mengiyakan.

Bergegas Ayederma pergi ke dapur membuatkan segelas teh.

“Ini bang tehnya. Biar istirahatnya bisa lebih tenang,” Ayederma
menyodorkan gelas tersebut pada suaminya.

“Baik sekali kau, Derma . Sudah lama sekali aku tak minum teh buatan kau.”

Seketika Maher menghabiskan teh tersebut. Dalam hitungan menit,
tiba-tiba ia merasa perutnya sakit seperti ditusuk-tusuk, pandangannya
kabur.

“Derma , perutku sakit sekali. Pandanganku gelap, aku tak bisa melihat,”
Maher meraba-raba mencari sosok isterinya.

Dalam kepanikan, terdengar suara tawa nyaring Ayederma .

“Bagaimana rasanya, bang? Nikmat bukan? Sebentar lagi maut akan
menjemputmu, kau bisa istirahat untuk selama-lamanya,” suara Ayederma
menggema.

“Kurang ajar kau, Derma ! Kau apakan aku? Apa yang kau campurkan ke
dalam teh yang kuminum?”

“Tidak usah banyak cakap kau, bang ! Kau pantas untuk mati, inilah
balasan yang setimpal untuk pengkhianat sepertimu !” ucap Ayederma ,
tawanya kembali mengisi seluruh penjuru ruangan.

Maher sudah tak tahan lagi, tubuhnya jatuh ke lantai, dari mulutnya
berlumuran buih. Nafasnya terasa sesak, ia tak menyangka isterinya akan
melakukan hal senekat ini. Menjelang sakaratul maut, samar-samar
Maher melihat wajah isterinya yang telah bertahun-tahun setia menemani
dalam suka dan duka.

“Maafkan aku, Derma .” Ucap Maher lirih. Seketika semua menjadi gelap
dan sunyi.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience