"Itu terlalu mengerikan, bahkan boneka itu seperti terus menatapku"
...
"Ya ya ya ya... Hoseok. Aku tahu itu, tapi setelah aku membersihkannya, kau akan senang menatap boneka ini" balas Calista sambil terus menatap boneka yang dipegangnya.
Hoseok menggeleng cepat, "Kurasa tidak akan pernah" gumamnya pelan.
Jessica kembali terdiam menatap Calista yang tersenyum menatap boneka itu. Ia yakin sekali bahwa boneka itu yang ia lihat kemarin malam. Boneka yang di bawa anak perempuan itu melintasi mobil mereka di tengah hujan deras kemarin malam.
"Babe, you're okay?"
Jessica tersentak dari lamunannya saat Tristan memanggil namanya. Lelaki itu memang sedikit nakal jika menginginkan sesuatu dari Jessie. Tristan menciumi leher Jessica, membuat beberapa bekas kissmark kecil di lehernya.
"I'm...fine" balas Jessie. Tristan menjauhkan tubuhnya dari Jessie lalu menatap teman temannya yang duduk di sofa, "Apa?" tanyanya seolah olah tak terjadi apa apa.
Lunetta memutarkan matanya lalu berjalan menjauh dari ruang tamu, "Terserahlah. Aku mau memasak makan siang dulu" ucapnya lalu berjalan pergi bersama Hoseok.
.
.
.
.
"Ah shit!" umpat Lunetta sambil berusaha terus menghidupkan kompor. Sedari tadi ia terus mencoba, tetapi kompor tua berwarna hitam di dapur itu tak bisa menyala.
Hoseok memilih untuk kembali ke ruang tamu bersama yang lain daripada memasak. Yah... Kini gadis itu sendirian di dapur tua di villa itu.
Lunetta terus mencoba hingga akhirnya ia berhenti ketika merasakan angin kencang melewati belakangnya. Gadis itu berbalik dan tak menemukan siapapun di belakangnya. Ia menggaruk garuk tengkuknya yang sama sekali tak gatal sambil mengernyit.
Ia kembali berbalik untuk mencoba menyalakan kompor itu. Pada percobaannya yang ketiga kali untuk menghidupkan kompor tua itu, ia berhenti mencoba saat mendengar suara seorang anak kecil tertawa di belakangnya.
Dengan ragu ragu gadis itu berbalik lalu menatap sekeliling dapur yang kosong. Tak ada yang ditemukannya lagi selain meja makan di sudut ruangan. Bulu kuduknya berdiri saat kembali mendengar suara anak kecil tertawa, suaranya terdengar sangat lirih. Membuat Netta bergidik ngeri berada di dapur.
Ia menjauhkan ketakutannya lalu kembali berbalik mencoba menghidupkan kompor tua itu. Tapi apa yang ia lihat saat berbalik membuatnya menjerit tertahan. Seorang anak perempuan berdiri tepat dihadapannya saat ia berbalik. Anak itu tersenyum riang, bahkan Netta tak yakin itu adalah senyuman. Wajahnya terlihat sedikit lalu bagian wajahnya yang lain di lumuri darah, juga di area bagian mulut.
Anak kecil berbaju merah dengan senyuman riang. Memiliki rambut hitam panjang. Tertawa lirih menatap Netta.
.
.
.
"Aaaaakkhh!!" Mendengar jeritan Netta dari dapur tua itu. Kelima temannya yang berada di ruang tamu saling memandang lalu berlari ke dapur tempat Netta memasak. Hoseok berlari paling awal.
Pikiran Hoseok selalu menyalahkan lelaki itu, karena ia tadi yang meninggalkan Netta di dapur itu sendirian. Tapi tak ada hal mengerikan lainnya sebelum ia meninggalkan dapur itu.
Di dapur tua itu, Hoseok yang paling pertama sampai. Ia langsung berlari ke arah Netta ketika melihat gadis itu meringkuk sambil menangis di sudut ruangan.
Hoseok langsung memeluk Netta untuk menenangkannya. Gadis itu masih terus menangis di pelukan Hoseok.
Teman temannya yang lain datang menghampiri Hoseok yang sedang menenangkan Netta.
"Ada apa?" tanya Jessie. Walau terdengar datar, tapi gadis itu terlihat peduli. Ia menghampiri Netta yang berada di pelukan Hoseok, "Shhtt... Tenanglah. Kami semua di sini" ucapnya pelan sambil mengusap usap rambut putih blonde milik Netta.
Perlahan gadis itu mulai tenang lalu menatap Jessie dengan mata merah yang sembab karena menangis, "A-aku-
"Tenangkan dirimu terlebih dahulu setelah itu ceritakan pada kami" potong Tristan karena mendengar suara Netta yang masih sesenggukan. Hoseok dan Jessie mengangguk setuju.
"Ayo bawa dia ke ruang tamu, biarkan pikirannya tenang" Alex angkat bicara. Lelaki itu merangkul pinggang Calista, gadis itu terus memeluk boneka yang ditemukannya itu. Boneka itu terlihat bersih juga cantik dan siapapun akan betah memandang boneka itu berlama lama.
Hoseok merangkul Lunetta bersama Tristan yang membantunya untuk membawa gadis itu ke ruang tamu. Jessie yang berjalan di paling belakang dari mereka. Langkahnya terhenti saat merasakan angin kencang melawati belakangnya, tak lama setelah itu terdengar suara anak kecil tertawa.
Bulu kuduknya meremang remang, ia ketakutan setengah mati. Menarik nafasnya lalu mempercepat langkahnya sehingga sama dengan langkah teman temannya.
"Jangan pergi..."
Kini gadis itu bukan berjalan dengan langkah cepat lagi, melainkan berlari mendahului teman temannya saat mendengar suara lirih yang mengatakan untuk tetap tinggal di dapur tua itu. Suara lirih yang sama seperti bisikan.
Di ruang tamu, Hoseok langsung mendudukan Netta di sampingnya. Tristan dan Jessie di samping Hoseok lalu Calista dan Alex duduk di sofa depan mereka. Anehnya, sedari tadi Jessie terus saja memeluk Tristan erat. Lunetta tenang, tak ada lagi suara tangisan darinya, ia memegang erat tangan Hoseok, mencari kehangatan di genggaman lelaki itu.
Wajah Lunetta sangat pucat dan tubuhnya dingin. Calista bahkan bingung dengan gadis itu, ia terlihat lebih pucat dari biasanya.
"Kau mau menceritakan yang tadi?" Tristan angkat bicara, Lunetta menatap teman temannya yang menunggu cerita darinya kecuali Jessie yang terus menyembunyikan wajahnya di lekukan leher Tristan.
Netta menarik nafasnya lalu menghembuskannya perlahan, "Dapur tua itu terlihat aneh, kalian merasakannya?" tanyanya. Teman temannya menggeleng kecuali Jessie yang terus terdiam.
"Memangnya ada apa di sana?" tanya Alex penasaran. Calista, Hoseok, dan Tristan mengangguk setuju dengan pertanyaan Alex tadi.
"Entahlah teman teman, aku merasa sedikit aneh dengan dapur tua itu. Kompor tua di meja bar itu, tak bisa menyala meski aku sudah mencobanya berulang kali" jelas Netta. Gadis itu menghela nafasnya, "Aku juga tak tahu apa yang kulihat dan kurasakan itu memang benar benar nyata, pertama aku berbalik karena merasakan angin kencang di belakang ku. Kali kedua aku berbalik karena suara anak kecil tertawa lirih di belakangku. Dan ketiga kalinya saat aku kembali berbalik untuk menghadap kompor tua itu. Aku melihat anak kecil, wajahnya di lumuri cairan merah darah, tersenyum riang ke arahku, bahkan aku sendiri tak yakin kalau itu adalah senyuman. Anak kecil itu terus tertawa lirih sampai akhirnya aku menjerit lalu semuanya menjadi gelap seakan akan terjadi pemadaman. Dan kalian menemukan ku meringkuk di sudut ruangan"
"Itu sama seperti ku" Jessie angkat bicara sambil melihat beberapa tatapan teman temannya, terutama kekasihnya yang menatapnya bingung.
Share this novel