Jaket

Drama Series 387

Aku lemas, tubuhku lelah, mataku sayu membuktikan bahwa hari ini aku melewati hari yang panjang. Sekolah itu tidak berat di fisik melainkan di otak. Mama sering marah-marah jika aku mengeluh capek sepulang sekolah. Kata Mama capeknya dari mana jika aku selalu mengeluh capek. Mama juga berkata sekolah itu enak, tinggal terima uang saku, dengerin guru ngoceh, pulang, tidur.

'Salah banget Ma, sekolah juga keluar tenaga pikiran. Lebih berat ya kan yak???'

Aku berjalan guntai menuju kelas Kalvin yang bersebelahan dengan kelasku. Aku berniat ingin mengembalikan jaket yang kemarin dipinjamkan Kalvin untuk menutupi pakaianku di malam minggu. Aku berdiri di depan pintu kelasnya. Mataku menyusuri isi kelas, aku tidak menemukan Kalvin.

Kanza yang melihat hadirku di depan kelasnya langsung menghampiriku.

"Cari siapa, Ar?" tanya Kanza.

"Cari Kalvin, Za. Dia gak ada ya?" jawabku dilanjutkan dengan pertanyaan.

"Kalvin tadi bantu Bu Palupi bawain buku tugas anak-anak ke ruang guru," jawab Kanza.

"Oh..," aku hanya mengohkan saja.

"Ar, hari ini kebetulan gue diizinin Papa gue bawa motor sendiri. Lo pulang bareng gue terus ya?" ucap Kanza ceria menawarkan.

"Entar ngerepotin elo-nya," ucapku segan.

"Apanya yang ngerepotin. Rumah kita searah. Lagian hemat, lo gak perlu pesan gojek lagi," ucap Kanza membujukku. Ada benarnya juga sih ucapan kanza barusan. Aku tinggal mengganti uang bensi seperti yang di lakuin Mama dulu kepada Kalvin.

"Boleh deh, tapi gue mau balikin jaket Kalvin dulu. Lo mau ikut?" ucapku.

"Yaudah yuk gue bantu nyari Kalvin," Ucap Kanza membantu.

Aku dan Kanza pertama-tama mencari Kalvin di ruang guru. Sesuai keterangan dari Kanza mungkin saja si Kalvin masih ada di sana, sayangnya kalvin gak ketemu. Kemudian aku dan Kanza melihat ke arah lapangan sekolah yang masih ramai dengan beberapa siswa bermain basket disana, sama saja tidak ada Kalvin digerombolan siswa itu.

Aku dan Kanza berniat mencari Kalvin di parkiran motor, mungkin saja dia sudah berada di parkiran, hasilnya tetap saja gak ketemu si Kalvin. Tetapi, motor Kalvin masih terparkir di sana.

"Za, ini motor Kalvin. Berarti dia masih di sekolah," ucapku sambil memegang spion motor milik Kalvin, memberitahu Kanza bahwa ini motor milik Kalvin.

"Emm.. coba kita balik lagi ke kelas. Soalnya tas Kalvin juga masih di kelas. Atau lain kali aja lo balikin ke Kalvin," ucap Kanza memberi ide.

"Mumpung dia masih ada, Za. Gue malas berurusan lagi sama dia. Semenjak itu gue bukannya happy di sekolah baru, malah gue dikejar-kejar masalah mulu," seruku.

"Yaudah, yuk!" ajak Kanza.

Kami berdua kembali ke kelas Kanza, berharap Kalvin masih ada di sana. Kami berdua belum sempat memasuki ruang kelas. Kami mendengar suara Kalvin sedang berbicara dengan seseorang di dalam sana. Aku dan Kanza menguping pembicaraan di belakang pintu kelas yang kebetulan terbuka ke arah luar tanpa mengetahui lawan bicara Kalvin.

"Kakak maunya apa?" tanya Kalvin santai pada seseorang.

"Gue cuman mau, lo jaga sikap lo!" ucap seseorang dengan nada tegas.

"Sikap gue yang bagaimana maksud Kakak?" tanya Kalvin lagin.

"Semuanya! Gue gak mau nama gue jelek gegara lo. Mereka semua tau lo adik gue, Bagas Nauri Baskara. Jadi jangan permaluin gue!" ucap seseorang itu yang baru aku dan Kanza tau lawan bicara Kalvin adalah kakaknya sendiri

"Beberapa hari gue sekolah di sini gue gak pernah teriak-teriak gue adik dari Bagas si Center famous SMA Gemilang. Dan gue juga jaga perilaku gue. Terus yang Kakak maksud apa?" tanya Kalvin lagi setelah menegaskan sesuatu.

"Kenapa lo malu-maluin gue dengan gosip lo dikejar-kejar Argenta, mantan lo itu? Lo cowok, ngapain buat gosip kecengan kek gitu! Di sini cewek banyak. Move on jadi orang," ucap Kak Bagas. Telingaku tiba-tiba panas, aku merasa di tampar dari sisi manapun agar aku sadar untuk membenarkan ucapan Kak Bagas.

Kalvin itu ganteng, siswi mana yang gak suka sama Kalvin. Gak mungkin Kalvin suka lagi sama aku. Benar kata Kak Bagas gosip kecengan itu gak seharusnya muncul untuk cowok ganteng modelan seperti Kalvin.

"Gue yang di gosipin, kok Kakak yang risih! Mau gue balikan lagi sama Argenta, atau gue yang ngejr-ngejar dia itu bukan urusan kakak. Stop mikirin pencitraan kakak terus! Dan satu lagi, lo suruh gue move on? Gue jelasin sekali lagi, tujuan gue sekolah ya untuk sekolah. Bukan untuk mencari pacar atau merebut posisi lo yang di idam-idamkan siswa-siswi di sini. Gak ada waktu gue buat cari pacar. Sorry Kak, gue permisi," ucap Kalvin.

Aku dan Kanza yang mendengar langkah kaki Kalvin yang lama-lama mendekati pintu, langsung berjalan cepat menjauh dari kelas itu agar tidak ketahuan oleh Kalvin.

Sekiranya aku dan Kanza berada di tempat yang aman, kamipun membahas apa yang sudah kami dengar sendiri tentang pembicaraan Nauri bersauda itu.

"Anjay, yang gue pikir si ramah, baik, sopan, gak sombong justru sebenarnya memiliki dua muka," ucap Kanza tidak percaya.

Aku diam membisu tidak menyangka dengan apa yang baru saja aku dengar tadi.

"Ar, secara tidak langsung kita itu udah tau sifat Kak Bagas yang munafik. Pencitraan banget anjay sama aja kayak pacarnya!" ucap Kanza lagi membahas hal yang sama.

"Gue juga setuju sama ucapan lo, Za. Tapi gue lagi gak mikirin itu sekarang, " ucapku sendu.

"Lo kenapa, Ar?" tanya Kanza.

"Gue yang lagi di bahas mereka. Jadi gue yang memberatkan posisi Kalvin. Gue gak merasa kepede'an karena gue di gosipin sama Kalvin. Cuman gue gak enak, gegara gue Kalvin di pojokin demi pencitraan kakaknya," ucapku lemah.

Bukan hanya itu saja yang membuatku sedih. Sebenarnya aku lebih sedih lagi karena Kalvin berucap dia tidak mencari pacar atau mendekatiku. Jadi selama ini dia baik, dia mengajakku malam mingguan, dia peduli itu benar adanya yg seperti dia ucapkan.

'Bercanda, gue cuman pengen baikan sama lo. Udah lama kita diem-dieman gak jelas. Ketemu lagi di sekolah baru seenggaknya suasananya juga baru. Capek diem-dieman mulu, apalagi kucing-kucingan biar gak ketemu lo,' ucapan Kalvin yang itu terngiang di otakku.

Iya benar, benar sekali. Kalvin medekatiku lagi bukan karena dia mengajakku balikan. Tapi dia ingin memperbaiki hubungannya denganku yang menjadi buruk setelah putus. Aku harus menerima kenyataan itu. Lebih tepatnya aku harus sadar posisiku sekarang ini.

"Yaudah lah, Ar. Emang lo sengaja bikin gosip kayak gitu? Kan enggak. Gosip itu muncul karena netizen-netizen yang bibirnya nyinyir," ucap Kanza menenangkan.

"Gue harus apa?" ucapku sayu.

"Gak harus apa-apa. Lo harus nikmatin, entar juga gosip itu berlalu gitu aja. Yang penting kita udah menjadi orang pertama yang melihat kemunafikkan Kak Bagas," ucap Kanza menguatkan.

"Senyum dong, yuk pulang!" ajak Kanza yang melihatku muram.

Rencana ingin mengembalikan jaket gagal total. Lain waktu jaket Kalvin akan aku kembalikan ke pemiliknya. Karena aku tahu hari ini bukan waktu yang tepat.

Sesampainya di rumah, aku bermaksud mengajak Kanza mampir ke rumah terlebih dahulu, tetapi Kanza gak bisa mampir. Dia berkata kepadaku bahwa dia ada Latihan Muay thai. Pantas Kanza tomboy, badannya meskipun cantik tetapi sedikit berotot, ternyata hasil dari olahraga beladiri.

Aku juga baru tau hari ini jika Kanza suka olahraga beladiri. Jika Kanza gak bilang aku juga gak tau. Kata Kanza sebelum berpamita pulang, dia pengen memberi pelajaran Kak Silvia siang saat di kantin. Tapi Kanza urungi karena kata Kanza olahraga beladiri gak digunakan untuk kekerasan tanpa sebab, ataupun gaya-gayaan. Melainkan untuk menjaga diri sendiri dan meraih prestasi.

Kanza keren ya, seperti Kakaknya. Aku jadi bangga berada di lingkup dua saudara berprestasi itu. Yang satunya jago di bidang basket, yang satunya di muay thai.

Aku membuka pintu mengucap salam, "Assalamuallaikum, Kakak pulang."

"Wallaikumsalam," sahut Mama.

"Kakak capek, Ma." ucapku sayu. Aku melepaskan sepatu dan kaos kaki yang aku pakai. Kemudian meletakkannya ke rak sepatu. Kemudian melemparkan tas selempangku di sofa. Aku menghempaskan diri ke sofa berniat ingin rebahan sejenak.

Baru juga mengatur posisi yang nyaman untuk rebahan, Mama sudah mengomel.
"Ya sallam, anak Mama. Cuci kaki, ganti baju, baru tidur!" tegurnya.

"Sebentar aja, Ma. Lima belas menit lagi ya, Kakak pengen lurusin punggung dulu," ucapku malas.

"Gak! Ayo kamu ke kamar mandi terus tidur ganti bajumu dan tidur di kamar," ucap Mama sambil menarik tanganku.

Aku beranjak dari sofa akibat tarikan Mama. Gak lupa juga, Mama membawakan tasku ke dalam kamarku.

"Ar, sholat dulu sebelum ashar," ucap Mama mengingatkan.

Sebenarnya aku bisa saja sholat di sekolah. Cuman di mushola sekolah itu kalau sholat berjamaah dan tempatnya selalu penuh duluan. Jadi aku memilih menunda sholatku di rumah saja meskipun gak baik mengulur-ulur waktu sholat.

"Iya, Ma."

Setelah sholat, aku menjalani rutinitas wajibku yaitu tidur sore.

*********

Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 19.00 WIB. Saatnya aku menyudahi belajarku. Aku membereskan buku-buku yang berserakkan di atas meja belajarku ketempatnya. Smartphone milikku yang berada di atas meja belajarku bergetar. Aku mendapatkan sebuah pesan Whatsapp dari Kalvin yang nomernya masih belum aku save tetapi aku bisa mengetahuinya dari riwayat chat sebelumnya.

081223xxxxx
Lagi Apa?

Aku
Habis belajar

081223xxxxx
Gue ganggu?

Aku
Gak kok

081223xxxxx
Gue bingung mau ngomong apa

Aku
Lah?
Kalau mau ngomong ya ngomong aja

081223xxxxx
Tapi gue gak yakin lo bakal suka

Aku
Ngomong aja sih,
Jangan bikin gue penasaran

081223xxxxx
Tapi gue suka bikin lo penasaran
Coba tebak gue mau ngomong apa?

Aku
Gue gak ada waktu main tebak2an

081223xxxxx
Kalau gue telvon ada waktu gak?

Setelah membaca chat terakhir Kalvin aku bingung harus menjawab apa. Mau apa dia malam-malam menelvonku? Aku lagi badmood banget sebenarnya sama dia. Tapi aku gak bisa nyalahin dia. Memamg bukan salah Kalvin buat aku kege'eran selama ini. Cuman sama saja, siapa yang gak akan kesal di deketin, dipepet, dibuat baper eh ternyata di jatuhin hatinya seketika itu juga.

Aku
Gak usah bercanda
Buruan mau ngomong apa

081223xxxxx
Gue gak bercanda
Gue telvon ya?

Aku
Terserah lo lah

Dalam hitungan beberapa detik saja smartphoneku bergetar panjang menandakan ada sambungan telvon yang masuk.

Aku berdecak malas setelah melihat nomer Kalvin yang tertera di panggilan itu. Aku menggeser gambar berwarna hijau untuk menerima.

"Halo, assalamuallaikum," ucapku kemudian menyentuh simbol speacker untuk mengaktifkannya.

"Wallaikumsallam. Gue ganggu gak?" ucap Kalvin di ujung sambungan telvon ini.

"Udah to the point aja, mau ngomong apa?" ucapku sedikit sewot.

"Lo galak banget malam ini. Capek habis belajar ya?" ucapnya.

"Serius, Vin. Oh ya gue mau baliki jaket lo tadi, cuman gue udah keburu diajak Kanza pulang bareng. Gak jadi deh, "

"Iya gakpapa. Sebenarnya gue gak pengen ngomong apa-apa. Cuman gue kangen suara lo," ucapnya sambil terkekeh.

"Bercandanya basih, Vin. Yaudah yah gue mau tidur, gue capek hari ini." ucapku malas.

"Lo lagi dapet ya, mantan?" ledek Kalvin.

"Gue gak lagi dapet, gue cuman capek mangkannya gue pengen tidur. Puas?" gerutuku kesal sambil mendekatkan smartphonku di bibir agar Kalvin lebih jelas mendengarkan suaraku.

"Apa sayang? Lagi kangen? Iya aku juga kangen kamu," ucapnya sambil ngelantur kemana-mana disengaja. Padahal aku sudah mendekatkan bibirku sengaja.

"Vin, gue lagi males bercanda. Serius deh."

"Iya-iya Argenta mantannya Kalvin. Yaudah istirahat ya, yang nyenyak. Jangan lupa berdoa dulu. Selipin doa buat gue ya, semoga Kalvin adalah jodoh Ar seorang. Amin," ucapnya sendiri yang gak aku gubris sama sekali.

"Aminin dong," protesnya yang tidak mendengar suaraku sama sekali.

"Terserah! Assalamuallaikum," aku mengakhiri sambungan telvon Kalvin.
Apapun yang kamu katakan Kalvin aku sudah tidak percaya lagi. Aku tidak ingin berharap apapun dari awal, hingga saat ini aku juga menganggap semua ucapanmu adalah bercanda. Kamu yang membuatku yakin sendiri bahwa kita hanya akan menjadi teman. Dan saat kamu mengucapkan kata 'Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita' aku mendengarnya sendiri dengan telingaku.

Bukan dari kata orang, ataupun aku gak sengaja mendengarnya dari orang. Tetapi mulutmu sendiri yang gak memberikan harapan apapun untuk kita menjalin hubungan yang seperti dulu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience