BAB 5

Drama Completed 528

Pertemuan Atong dengan Khadeeja menjadi rutin belakangan ini. Karena Atong telah mengikuti pengajian rutin Ust. Riza. Ham[ir setiap sore mereka bertemu, bertegur sapa, ataupun sedikit berbincang di sela waktu senggang.

Sore ini Atong kembali ke pengajian. Dengan langkah semangan ’45, ia menyusuri jalan berkelok yang dipenuhi tanah becek akibat hujan pagi tadi. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Langkah anggun Khadeeja menyilaukan mata besar Atong . Perlahan, dada Atong mendadak penuh sesak. Lidahnya berubah kelu. Ototnya meregang. Semua system tubuhnya seperti tak berfungsi lagi, tatkala Khadeeja semakin melangkah mendekatinya.
“Assalamuaikum. Bang Atong , kenapa ngga masuk ke dalem?” tanya gadis itu. lembut.
Pipi Atong semakin menunjukkan rona merahnya. Masih dengan napas yang terengah, Atong mencoba menghelanya. “Iya, kan nunggu neng Khadeeja a.”
Khadeeja pun tersenyum membalasnya. Langkahnya berirama dengan langkah Atong memasuki rumah pengajian, sore itu.

Malam ini terlihat begitu cerah. Bulan bersinar setitik melengkuk. Bintang berkelip bergantian, memperlihatkan rasi bintang centaurus yang menawan. Belum lagi, Mars si planet merah yang menampakkan diri diufuk timur. Semuanya begitu indah. Tak satupun kata yang dapat melukiskan.
Gema takbir bersahut-sahutan. Iring-iringan sholawat memper-eloknya. Lidah seperti tak terasa berucap lagi karena begitu seringnya kalimat itu terucap.

Allahu akbar Allahu akbar wa lillah hil hamd
Kata itu terucap berulang kali dimulut Atong sambil memukul-mukul kentongan yang dibawanya. Sejenak pikirannya seperti terempas ke lorong waktu. Dulu, ia juga menggunakan kentongan ini untuk membangunkan temannya untuk ber-pencuri , tapi kini dirinya sangat bersyukur. Dihari suci nan fitri, ia telah bersih. Bukan hanya bersih fisik, namun semoga juga bersih hati. Tak ayal, ucapan syukur itu berulang kali terlontar.

Usai melaksanakan sholat ied, Atong langsung bergegas ke luar rumah menyusuri jalan setapak yang bertempok bata di kedua sisinya. Langkahnya terlihat gugup namun berusaha setenang mungkin dengan napas yang berulangkali dihelanya. Tangan kirinya melingkari tas kecil yang dipenuhi makanan ringan.
“Assalamualaikum” Atong mengetuk pintu kayu itu.
Selang beberapa detik, pintu itu terbuka. “Waalaikumsalam. Eh Atong .. Masuk sini..” Wanita setengah baya itu menyambut.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience