“Aku tidak siap akan reaksi yang di berikan orang itu saat aku menyampaikannya, itulah yang membuatku menjadi pengecut seperti ini” dia terdiam sejenak.
“Dan setelah beberapa lama aku mengumpulkan keberanianku untuk menyampaikan semua kesimpulan itu” dia terdiam lagi, tapi kali ini dia menatapku lamat yang membuatku mengedarkan pandanganku darinya.
“Dan menahan semua ledakan itu, aku ingin menyampaikan kesimpulannya kepada orang itu sekarang. Aku mencintai orang itu…
Dan orang itu adalah kau”
Suaranya pelan namun masih dapat ku dengar. Tubuhku sedikit terperanjat ketika otakku dengan baik mencerna kalimat terakhir. Aku membeku, entah apa yang harus aku katakan. Aku mengedarkan pandanganku ke arah lain lagi untuk menghindari tatapan kedua lensanya.
“Tatap aku” kedua tangannya memegang erat tubuhku. Aku memberanikan diri menatapnya. “Bicaralah apa yang kau ingin katakan mendengar itu semua” ucapnya.
“Aku tidak mengira kau akan mengatakan kalimat itu Andra ” ku rasakan sudut mataku basah. “Kau selalu menatap ke arah jendela jadi ku pikir kau menyukai gadis popular yang di seberang kelas sana”
Ibu jarinya menghapus cairan bening yang mengalir dari pelupuk mataku.
“Aku merasa ini sebuah mimpi” dia tersenyum tipis ke arahku.
“Kau tahu alasan aku selalu menatap jendela itu?”
Aku hanya menatapnya untuk menunggu kalimat selanjutnya.
“Aku menatap dirimu, lebih tepatnya memperhatikan semua yang kau lakukan dari bayangan tingkap itu. Kau tahu betapa pengecutnya aku saat ini?”
“Kau tidak pengecut, bukankah kau sekarang sudah mengatakannya?” Aku tersenyum ke arahnya. “Dan kau tidak perlu khawatir akan reaksiku, karena aku sama” lanjutku.
Dia tersenyum ke arahku. Tangannya menyentuh lembut dan menggenggam tanganku erat. Waktu menjawab semua rasa dalam diamku, dan aku tidak mengira jawaban itu sesuai dengan khayalanku. Waktu juga telah membawakan sebuah bingkisan kebahagiaan untukku.
Share this novel