Bab 62

Romance Completed 25593

BAB 62

Kecupan basah membuat bulu kudukku meremang. Semilir angin menyapu seluruh tubuhku. Menyapu tiap jengkal kulitku yang tanpa benang menempel di sana. Deru napasku berkejaran dengan terpaan deru napas hangat milik seseorang yang kini tengah mencumbuiku. Suasana gelap gulita membuatku tak bisa melihat apapun. Hanya seberkas cahaya sinar bulan yang tampak mengintip malu dari celah ventilasi kamar.

Tubuh kami saling menempel, mengirimkan gelenyar- gelenyar panas yang mengaliri seluruh pembuluh darahku. Usapan lembut, dan terampil miliknya membuatku mendesah. Rasa ini sungguh sangat hebat, setelah pertengkaran, setelah badai yang menerjang, penyatuan kami malam ini benar-benar merupakan oase di padang pasir.

Kami haus akan tubuh masing-masing. Kecupannya makin intens, dan kurasakan area paling sensitif milikku berkedut dan terasa begitu nikmatnya. Vian memang sangat terampil membuatku melayang, membawaku menembus kenikmatan surgawi.

“I love you, i love you.” Suara paraunya kini terus mengumandangkan kata-kata manisnya itu. Membuatku semakin merengkuh tubuhnya, aku juga membutuhkannya. Peluh sudah membasahi tubuhku dan tubuhnya. Hawa dingin yang kurasa tadi sudah berganti menjadi panas yang terpancar dari tubuh kami masing-masing.

“B-ee .... ahhhh,” desahanku semakin tak bisa kubendung saat kurasakan tubuhku terasa ringan, dan rasa yang begitu nikmat membuatku mencengkeram seprai, dan melingkarkan kedua kakiku di pinggangnya. Semuanya seperti berpendar di sekelilingku. Penyatuan yang sangat fantastis. Selama menikah, baru kali ini aku merasakan titik puncak kenikmatan yang tiada duanya. Vian mendekapku erat, dan saat dia makin mengencangkan pelukannya, aku tahu kami sama-sama terpuaskan.

Lenguhan panjang miliknya menandakan kami telah selesai bergelut dengan gairah malam ini. Tubuhku terasa lengket dan berkeringat, dan saat Vian beringsut dari atasku, dia mengecup bibirku lama.

”Thankyou, Honey,” bisiknya membuatku melayang lagi atas perlakuan lembutnya ini. Mataku sudah terasa bergelayut ingin segera ditidurkan, dan sesaat kemudian aku sudah melangkah ke alam mimpi.

*****

Tepukan dingin menerpa pipiku, membangunkanku dari alam mimpi yang begitu indah.

“Sayang, mandi terus ambil wudhu sudah saatnya sholat subuh.” Kulihat Vian sudah membereskan sarung dan sajadah yang tadi dikenakannya. Kulirik jam di atas nakas dan waktu memang sudah menunjukkan waktu subuh.

Aku mencoba bangun, tapi tiba-tiba selimutku melorot membuat tubuhku yang masih polos terekspos di depan Vian.

Seketika juga kutarik selimutnya dan merasa malu saat Vian menatapku dengan tatapan yang sangat bisa kutebak, dia menginginkanku lagi.

“Apa? Aku mau mandi,” ucapku galak ke arahnya membuat dia kini menaikkan alisnya. Lalu melangkah ke arahku dan mengurungku dengan kedua tangannya.

“Kau nampak seksi, kita lakukan lagi ya, Fey, sebentar, mumpung Kavi tak tidur di sini,” bisiknya membuatku menggelinjang saat vian menangkup kedua payudaraku.

Kavi memang kemarin diminta Sisca untuk tidur di kamarnya dan Ryan. Dia merengek kepadaku ingin merawat Kavi, karena dia ingin juga tertular mempunyai anak. Meski berat, tapi Kavi tampaknya tak rewel dan anteng saat Sisca dan Ryan membawanya ke kamar tamu. Sampai tadi malam Vian mengajakku untuk bercinta.

“Bee ... na-n-ti ... kalau Kavi ke sini ... ” Kudorong tubuhnya yang kini sudah membaringkanku lagi di atas kasur.

“Tak ada yang ke sini, Kavi masih tidur pulas di kamar mbak Sisca dan mas Ryan.” Matanya menggelap kembali dan cumbuannya membuatku menyerah akhirnya.

Suasana di pagi hari ini kembali penuh dengan desah dan erangan kenikmatan milik kami berdua. Seperti pengantin baru yang melewati malam pertamanya. Gairah kami menyerbu membuat luluh lantah pertahanan.

Tapi sesaat setelah gelombang orgasme yang menerpa, seketika aku dihempaskan dan kesadaranku kembali membuatku seketika mendorong tubuh Vian yang masih mendekapku erat.

“Fey, kenapa?” tanyanya bingung. Aku menatapnya horor setelah mengetahui kenyataan yang ada.

“Bee, kau tadi ... ehmm, itu benihmu dimasukkan di dalam?” ucapku tergugu dan kulihat Vian mengangguk. “Kenapa memang? Kenapa wajah Fey pucat, hmm?” Lalu kupukul dada telanjangnya.

”Kau ini lupa, apa pura-pura, aku kan tak KB, lagipula biasanya kau juga memakai pengaman, lha, ini dua kali, Bee dan aku sedang masa subur nanti kalau itu ... jadi, gimana?”

Dan tawa Vian berderai mendengarku. Kudorong tubuhnya lalu mengubah posisiku kini kakiku kuletakkan di atas dinding.

“Itu kenapa? Posisi mau menggodaku lagi?” seringainya jahil ke arahku.

“Enak saja, ini agar spermanya tak masuk ke rahim, katanya suruh melakukan ini,” jawabku membuat Vian makin tergelak.

“Fey, kau tak ingat? Benihku ini super, Kavi bisa jadi karena super kuat bisa menembus dindingmu itu, dan sekarang, itu pasti sudah ada yang berbuah di sana, tunggulah beberapa saat lagi pasti akan berkembang,“ ucapnya membuatku langsung melempar bantal ke arahnya.

”Aku tak mau, Kavi masih kecil,” jawabku kesal tapi Vian sudah meciumi perutku.

”Calon anak daddy, baik-baik, ya, di sana,” ucapnya membuatku menatapnya horor.

Hamil lagi??? 

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience