SI DONGKOR DAN SI YANAk-ANAK

DON'T ASK

Short Story Completed 1175
4.8
(5 ratings)

Synopsis

Ketika tiba di sebuah pondok, Dongkor singgah duduk di pondok itu. Tanpa membuang-buang masa, dia membelah labu yang pertama, namun yang dilihatnya di dalam hanyalah seketul batu biasa. "Kitai! Apasal pula batu?" (Dongkor) Gumamnya. Dia membelah labu yang kedua, dan sama seperti labu pertama, isinya seketul batu, yang ukurannya sedikit lebih besar dari batu pada labu pertama. "Kurang ajar! Sya kana buyuk sudah sama si Teresia! Teda guna betul! Penat-penat sya cari kutu dia sampai leher dia mau patah sudah, ini pula yang dia kasi sama sya!" (Dongkor) Dongkor mengambil kedua-dua batu itu, dan dilemparkannya ke tanah dengan keras. Selang beberapa saat, batu pertama mulai bercahaya, dan menjelma menjadi sebilangan ekor burung gagak yang berterbangan mengelilinginya. Gagak-gagak itu berusaha untuk mencederakan Dongkor dengan paru mereka, dan Dongkor pun sedaya upaya melawan. Batu kedua mulai bercahaya, dan akhirnya menjelma menjadi seorang wanita penyihir berwajah hodoh yang sangat menyeramkan, dengan pakaian serba hitam, dan berambut putih. Penyihir itu mendekatinya. "Bagus! Hebat! Ko memang hebat! Haha!" (Penyihir) "Hebat apa pula? Ko siapa?" (Dongkor) Penyihir itu tidak henti-henti ketawa. "Sya harap-haraplah ada sumandak lawa di dalam tu labu, last-last todu-odu (nenek-nenek) pula yang keluar dari dalam tu labu!" (Dongkor Berkata Dalam Hati) Gagak-gagak itu masih berusaha mencederakan dongkor, sehingga Dongkor tersungkur ke tanah. "Sya tau ko hebat! Tapi tulung halau ni bangkaak-bangkaak (gagak-gagak)! Nda lama matilah sya ni!" (Dongkor) "Sya bulih tulung ko! Tapi ada syarat!" (Penyihir) "Syarat apa?" (Dongkor) "Ko mesti jadi laki sya!" (Penyihir) "Apa?" (Dongkor) "Lebih bagus sya bujang sampai tua daripada sya kawin sama ko!" (Dongkor Berkata Dalam Hati) "Kalau ko tidak mau, siap-siaplah sya panggil lebih banyak burung gagak serang ko! Ko mau?" (Penyihir) "Apasal pula sya tiba-tiba saja mau kawin sama ko? Kenal pun tidak!" (Dongkor) "Sebab ko sudah kasi keluar sya dari dalam tu labu, jadi ko lah cinta sejati sya! Sya mau ko kawin sama sya." (Penyihir) "Haha, kawin sama ko? Siou noh (sorrylah)! Pigilah ko kawin sama tu urang utan!" (Dongkor) "Berani ko hina-hina sya? Ko maukah sya betul-betul panggil lebih banyak burung gagak untuk serang ko? Arr? Ko maukah?" (Penyihir) "Ok ok! Sya mau!" (Dongkor) "Bagus!" (Penyihir) "Tapi tulung dulu! Halau ni gagak-gagak semua! Kesakitan sudah sya kana patuk-patuk!" (Dongkor) Sang penyihir menuding ke arahnya, dan seketika itu juga burung-burung gagak itu pergi meninggalkan Dongkor. Penyihir itu menyentuh lengan kanan Dongkor, dan secara ajaib, sembuhlah luka-luka pada tubuh Dongkor akibat serangan dari burung-burung gagak tadi. "Terima kasih! Terima kasih! Kalau ko teda, mungkin mati sudah sya." (Dongkor) "Itu pengajaran untuk ko supaya lain kali ko sentiasa ikhlas kalau menulung urang! Bukan semata-mata mau dapat ganjaran saja. Sya nampak bah macam mana ko buat sama si auntie Teresia tadi. Sikit lagi leher dia patah ko kerjakan!" (Penyihir) Dongkor meraih tangan kanan penyihir itu, kemudian mulai mencium tangannya. Selang beberapa saat, wujud penyihir itu pun segera berubah menjadi seorang gadis yang sangat cantik jelita, tidak kalah cantiknya dengan Kinomulok, isteri Yanak-Anak. "Aik? Macam mana ko bulih berubah ni? Siapa bah sebenarnya ko ni?" (Dongkor) Dongkor terpaku melihat gadis cantik jelita yang sedang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan pandangan yang menggoda. "Sebenarnya sya ni puteri dari kayangan, adik bungsu si Kinomulok, isteri si Yanak-Anak. Nama sya Kiwulan! Sya kana sumpah jadi penyihir sebab sya sudah buat kesilapan besar di dalam Kerajaan Tinulud di alam kayangan. Sya akan berubah kembali menjadi macam sekarang ni, kalau sya sudah berjumpa sama cinta sejati sya. Selepas ko cium tangan sya tadi, masa tu juga sumpahan sya berakhir. Dari situlah sya yakin, yang ko ni cinta sejati sya." (Kiwulan) Senyuman riang belum sirna dari wajah Dongkor. Tatapannya tetap tertuju kepada Kiwulan, yang berambut ikal dan berkulit sebening embun pagi. Oleh kerana merasa terlalu gembira setelah bertemu dengan cinta sejatinya, maka Kiwulan mulai menitiskan air mata kebahagiaan. Setitik air matanya terjatuh ke atas tanah, dan dari tanah yang dibasahi air matanya itu mulai tumbuh sepucuk tunas. Tunas itu membesar dengan amat pantas, dan mulai menghasilkan sebiji labu merah yang kelihatan sungguh segar. "Ambil tu labu! Belah!" (Kiwulan)


Share this novel

Rate this story


Comments

Kaneki Gaming
2021-06-14 

cerita best

Miss_queenroses
2019-01-31 

Best,jemput baca cerita saya,"selamat tinggal cahaya"

Myra
2017-12-29  1 Replies

syokkkk bestttt

DON'T ASK

65 followers


NovelPlus Premium

The best ads free experience